MAJALAH TEMPO 4-10 DESEMBER

Mencongak dengan Metris

Seorang dosen menemukan metode aritmatika baru yang lebih mudah dan 
cepat. Mengatasi kelemahan Sempoa.      

DUA jagoan matematika itu berdiri berjejer di depan papan tulis. 
Lawan mereka terpampang di depan mata masing-masing: dua buah soal 
perkalian kuadrat. Mereka harus adu cepat menyelesaikannya dengan 
metode perhitungan berbeda.


Dalam dua menit, pemenangnya tampak. Gung Kinaptyan, juara kelas VI 
Sekolah Dasar Regina Pacis, Bogor, tersenyum sambil mengibaskan sisa 
kapur di tangannya. Teman sekelasnya, Samuel Wirajaya, pemenang 
kompetisi matematika terbuka tingkat SD se-Jabodetabek, masih 
berkutat menyelesaikan soal.


Kamis pekan lalu, guru mereka, Fransiska Ephi Sutisna, ingin 
membuktikan bahwa ada cara lain untuk menghitung perkalian selain 
cara tradisional, yaitu dengan mengalikan dari atas ke bawah, lalu 
menjumlahkannya, yang sudah puluhan tahun diajarkan di sekolah. 
Itulah cara yang dipakai Gung, dengan mengurutkan secara mendatar 
dari kiri ke kanan.


Ternyata, kata Ephi, "Metode yang dipakai Gung memang lebih cepat." 
Siswa-siswi SD Regina Pacis menyebut metode itu Metris alias Metode 
Horisontal. Sudah setahun terakhir Ephi mengajarkan metode mencongak 
dari kiri ke kanan seperti itu kepada murid-muridnya. Metode baru 
itu ia pelajari saat kuliah di Fakultas Ilmu Keguruan, Universitas 
Katolik Atma Jaya, Jakarta, tahun lalu. Lantaran ia menganggap 
metode ini lebih cepat dan mudah dipahami, ia melakukan uji coba 
pada murid-muridnya.


Metris awalnya digagas oleh Stephanus Ivan Goenawan, 32 tahun, dosen 
Fakultas Teknik Mesin, Unika Atma Jaya, Jakarta. Ivan tergerak 
menyusun Metris karena melihat keterbatasan metode lama. "Metode itu 
hanya mengembangkan kemampuan analisis yang lebih meletakkan 
landasan kemampuan numeris dan logika pada siswa," ujarnya. Alhasil, 
proses pengajaran dengan metode vertikal hanya mengembangkan kerja 
otak kiri saja. Sedangkan Metris bisa berfungsi untuk membentuk 
mental aritmatika yang merangsang kreativitas.


"Kedua metode sebenarnya saling bersinergi kalau diterapkan," kata 
Ivan. Dengan menggunakan Metris, para siswa tak hanya mempunyai 
kemampuan numeris dan logika, tapi juga memiliki kepercayaan diri 
dan daya kreativitas tinggi.


Metode yang amat membantu siswa ini adalah buah kegemaran Ivan yang 
senang bereksperimen menyelesaikan soal-soal aritmatika sejak di 
bangku SMP Bruderan, Purworejo, Jawa Tengah. Ketika itu ia kerap 
mencari jalan sendiri karena tak pernah puas dengan cara gurunya 
menjawab soal. Dalam pencarian, ia menemukan banyaknya keteraturan 
angka dalam setiap soal yang diberikan gurunya. "Sejak itu saya 
mulai menggunakan segitiga paskal dan notasi pagar, sebagai cara 
menyelesaikan masalah," ujarnya. 


Ketertarikan pada aritmatika pula yang membuat Ivan memilih kuliah 
di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah 
Mada. Enam tahun lalu, Ivan mulai merumuskan metode arimatika 
horizontal secara sistematis. Tonggaknya adalah artikelnya yang 
diterbitkan di jurnal internal Unika Atma Jaya. Tulisan itu menarik 
perhatian sejumlah koleganya di Jurusan Matematika FKIP universitas 
tersebut. Ia kemudian diundang untuk berbicara dan mendiskusikan 
metode itu. 


Metode yang masih bersifat teoretis itu sempat terbengkalai lantaran 
Ivan harus menyelesaikan studi S-2 di Institut Teknologi Bandung. Di 
Bandung pula ia beruntung berjumpa Alexander Agung, 28 tahun, sesama 
penggemar matematika. Bersama kawan kuliahnya itu ia menyusun modul 
praktis pengajaran Metris. pada 2005, begitu modul itu rampung, Ivan 
dan Alexander menggelar pelatihan bagi para guru SD dan SMP. 
Sebelumnya, mereka sempat mempresentasikan metode tersebut ke 
sejumlah dosen di FMIPA UI. Hasilnya? "Metode itu diterima sebagai 
sebuah metode pembelajaran baru yang menarik untuk aritmatika," kata 
Alexander yang juga dosen di STEKPI, Jakarta selatan.


Melalui situs http://sigmetris.com , kedua sahabat itu 
memasyarakatkan temuan tersebut. Mereka juga menggelar sejumlah 
pelatihan bagi guru-guru SD, SMP, dan SMA. Sejauh ini, metode itu 
baru diterapkan di SD Regina Pacis, Bogor. Beberapa sekolah lain 
segera menyusul setelah pada Desember ini mereka menggelar pelatihan 
untuk guru-guru SD. "Tahun depan baru direncanakan kursus bagi anak-
anak," ujar Alexander. 


Sekilas metode ini mirip Sempoa, metode berhitung kuno yang 
menggunakan alat hitung dari Cina. Sempoa termasuk populer di 
Indonesia karena mengandalkan kecepatan berhitung. Menurut 
Alexander, Sempoa dan Metris memiliki kesamaan, yaitu mencapai tahap 
perhitungan mental aritmatika dan mengandalkan konsep asosiasi 
posisi. Bedanya, dalam Metris konsep asosiasi posisi dipelajari 
secara langsung dengan mengenalkan konsep asosiasi posisi dengan 
notasi pagar kepada para siswanya. "Sempoa memiliki alur sendiri dan 
tak sama dengan pendidikan sekolah, sementara Metris disesuaikan 
dengan program pelajaran sekolah," ujarnya. 


Perbedaan yang lain, menurut Alex, Metris membuat anak bisa 
menjelaskan langkah yang diambil dengan memakai simbol matematika 
seperti yang digunakan di sekolah pada umumnya. Sedangkan Sempoa 
tidak. Sempoa, menurut Ivan, membuat anak cenderung individual dan 
lebih berorientasi pada hasil ketimbang proses. 


Siswa yang ikut Sempoa kerap tak bisa menjelaskan proses perhitungan 
yang dilakukannya kepada orang lain. Penyebabnya lantaran dia tidak 
memakai simbol matematika yang diformalkan. Alat peraga berupa manik-
manik biasanya cuma bersifat sementara. "Dalam prakteknya, ia harus 
memvisualisasikannya dalam imajinasi, dan tak semua anak bisa 
seperti itu," kata Ivan. 


Fakta ini kerap menimbulkan kesalahpahaman. Orang tua sering 
menyalahkan guru karena menilai jawaban anaknya salah. Guru biasanya 
berkukuh karena tidak tahu apakah jawaban itu buah pikir si anak 
atau hasil menyontek. Soalnya, si anak tak bisa menjelaskan 
prosesnya. Maka, kata Ivan, "Penggunaan Metris bisa menjadi jembatan 
antara Sempoa dan metode vertikal yang dikembangkan sekolah."


Di SD Regina Pacis, percobaan menggunakan Metris sejauh ini berhasil 
mengubah citra matema-tika yang menyeramkan. Dalam percobaan, para 
murid awalnya diminta menyelesaikan soal aritmatika dasar dengan 
metode lama, yaitu perhitungan dari atas ke bawah. Setelah itu, 
mereka diberi soal yang harus diselesaikan dengan Metris. Ternyata 
para murid bisa mengerjakan soal dengan lebih cepat dan akurat. 
Secara perlahan nilai mereka pun membaik. Tak mengherankan bila 
mereka kini menjadi lebih antusias terhadap matematika. "Mereka 
menyukainya karena lebih cepat dan mudah," ujar Ephi.


Beberapa siswa yang dulu fobia alias takut terhadap pelajaran 
matematika kini berbalik. Maria Yohana salah satunya. Nona kecil ini 
dulu selalu grogi bila pelajaran matematika tiba. Setiap kali ada 
ulangan matematika dadakan, nilainya tak lebih dari angka 6. Kini, 
semua itu tinggal cerita. Nilai 10 telah biasa ia terima. Maria 
bahkan sudah berani mengacungkan tangan, menawarkan diri untuk maju 
ke depan kelas untuk mengerjakan soal yang diberikan guru.


Siswa yang berbakat matematika kini juga semakin kreatif 
menyelesaikan soal. Beberapa anak menciptakan rumus-rumus sendiri 
untuk menyelesaikan soal yang diberikan guru. Begitu sukanya mereka 
pada matematika sampai-sampai meminta guru mendirikan klub 
matematika di sekolah. "Saya membiarkan mereka berkreasi 
menyelesaikan soal dengan cara mereka sendiri. Asalkan logika 
berhitungnya benar," ujar Ephi. 


Widiarsi Agustina dan Arif Fadillah




-- 
www.itcenter.or.id - Komunitas Teknologi Informasi Indonesia 
Gabung, Keluar, Mode Kirim : [EMAIL PROTECTED] 
## Jobs: itcenter.or.id/jobs ## Bursa: itcenter.or.id/bursa ##

## Jaket ITCENTER tersedia di http://shop.itcenter.or.id 
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ITCENTER/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ITCENTER/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke