assalamu 'alaikum wr.wb

Ada sebuah pernyataan dari penulis sbb :
"Ingatlah, perlakukan para tentara dan Orde Baru
terhadap Islam justru melahirkan sejumlah
pemberontakan. Jika hari ini para aparat sibuk
menangkapai orang-orang --hanya karena mereka
berpakaian Islam, berjilbab panjang, berjenggot--.
tindakan itu bukan tak mungkin jutsru membuahkan rasa
frustasi dikhawatirkan membuat orang berlaku 'nekat'."

Kemudian oleh penulis diiringi dengan sebuah pertanyaan sbb :
Karena itu, mari kita mulai dari diri kita, apakah
tindakan itu benar?

sebuah pertanyaan dari penulis yang bisa dijadikan diskusi di milis ini.

wassalamu 'alaikum wr.wb

Agus rasyidi
==================================================
Bagaimana Melawan Teror(isme)?    

Bagaimana menghentikan 'terorisme" yang paling benar?"
Jawabannya sangat relatif tergantung dari sudut
pandang mana kita melihat. Yang jelas harus dimulai
dari diri sendiri

 



Jum'at, 25 November 2005



oleh: Asiandi *)



Teror(isme), akhir-akhir ini telah sangat menyita
pikiran dan perhatian kita. Lebih-lebih selepas
terbunuhnya Dr Azahari Husin yang selama ini diburu
oleh pihak kepolisian RI sebagai gembong teror(isme).
Seakan tanpa akhir, bahkan kematiannya pun ternyata
telah menimbulkan sensasi baru, yaitu adanya pandangan
yang skeptis terhadap bagaimana sesungguhnya kematian
Dr Azahari Husin terjadi, ada misteri di balik
kematian Dr Azahari Husin.

Sekedar urun-rembuk terhadap adanya pandangan yang
skeptis terhadap berbagai fakta terkait ramainya orang
membicarakan perihal terorisme.

Sebab sudut pandang orang memang berbeda-beda dan hal
ini dimungkinkan terjadi karena perbedaan pengalaman
dan perbedaan sudut pandang saja. Tidak ada yang tidak
mungkin kita ragukan dalam berbagai konteks peristiwa,
semuanya mungkin dan dimungkinkan.

Seorang Abdullah Mahmud "a breath of fresh air"
Hendropriyono misalnya sangatlah dimungkinkan jika
faktanya adalah antek CIA sebagaimana dituliskan The
Post. Kita mencurigainya sebab dia bereaksi dengan
amat keras ketika berita ini dipublikasikan dan pada
saat yang hampir bersaamaan membuat pernyataan agar
buku-buku Sayyid Quthb dilarang dan agar pemerintah
merevisi kurikulum pesantren. Bukankah ini berupaya
mengalihkan perhatian? 

Orang yang banyak menebar kesalahan biasanya akan
mudah menuduh, menohok dan memojokkan orang lain tanpa
bukti-bukti dan celakanya tanpa penelitian yang baik.

Akan lebih baik seandainya AM Hendropriyono membaca
buku-buku Sayyid Quthb dengan seksama baru mencoba
berbicara banyak. 

Tak ada yang perlu ditakutkannya sebab toh belum tentu
beliau akan terpengaruh dengan ide-ide Sayyid Quthb
begitu saja karena framing otaknya sudah disetting
sedemikian rupa untuk tidak terpengaruh dan tidak
percaya.

Tak ada yang salah dengan pemikiran Sayyid Quthb,
sebab Sayyid Quthb di antaranya mengajak agar umat
Islam menggali "petunjuk jalannya" dari sumber
orisinil, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW, karena
keduanya merupakan "sumber Rabbani" yang diturunkan
oleh Allah SWT. Kedua sumber inilah yang telah
berhasil memunculkan suatu generasi yang tidak ada
tandingannya sepanjang sejarah, yaitu generasi sahabat
r.a.. 

Sayyid Quthb hanyalah seorang dengan ide-ide yang
revolusioner. Pada hari Senin, 13 Jumadil Awwal 1386
atau 29 Agustus 1966 beliau dan dua orang temannya
(Abdul Fatah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawassy) syahid
di tali tiang gantungan.

Kritik keras juga saya alamatkan kepada Wapres M.
Yusuf Kalla yang juga melarang diajarkannya
pemikiran-pemikiran Sayyid Quthb dan Hasan Al-Banna.
Seharusnya seorang menyandang nama "dua nama Nabi" ini
lebih bijaksana dan bijaksini dalam membuat
pernyataan. 

Hendaknya beliau juga membaca dan meneliti dengan
seksama buku-buku dan pandangan-pandangan dua orang
tokoh yang ditakutinya ini. 

Sebab larangannya tak akan membuahkan hasil, karena
masyarakat sudah tidak mungkin lagi dibatasi akses
informasinya. Sebab semua masih mungkin diakses
melalui jaringan lintas dunia (woldwideweb). 

Demikian pula keinginan Menteri Agama Maftuh Basuni
yang ingin melarang beredarnya buku "Jihad" Imam
Samudra, nonsens sebab buku ini sudah beredar dalam
bentuk soft copy-nya di jaringan tak berbatas
(internet).

Memangnya tak adakah kerjaan lain yang lebih baik dari
bapak-bapak pembesar kita ini selain membuat sensasi
dihadapan wartawan berbagai media? Ahh (mengurut
dada)...mau dibawa ke mana haluan bangsa kami oleh
mereka-mereka ini?"

Melawan terorisme, bagi saya, jawabannya adalah
memulailah dari diri kita sendiri, menyitir kalimat
kondang yang sering dipakai Aa Gym. 

Sebab jelas tidak ada pembenaran atas tindak kekerasan
seperti teror(isme) ini terkecuali dirinya dan atau
negara dan bangsanya dan atau agamanya mengaruskan
adanya perlawanan sebab kondisi tertentu semisal di
Palestina dan beberapa wilayah konflik lainnya
sebagaimana sering dikutip Ustad Abubakar Baasyir.

Terkait bagaimanakah seharusnya kita bersikap dalam
berbuat suatu hal (di jalan dakwah ini) ada baiknya
kita baca Firman Allah SWT berikut:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah
yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl:
125)

Jelas dalam hal ini di antaranya disebutkan jika kita
mengajak kepada jalan kebenaran maka harus dilakukan
dengan cara yang baik (bilhikmah) dan
pelajaran--contoh dan teladan-- yang baik (mau'izhah
hasanah) dan bahkan membantahnya pun jika terjadi
perbedaan harus dengan cara yang lebih baik (hiya
ahsan). 

Intinya kekerasan, pemaksaan-pemaksaan dan tindakan
konyol lainnya tidak pernah dianjurkan dalam Islam
dalam situasi agamanya (terutama) tidak dirugikan atau
ditindas oleh pihak lain--sehingga mengharuskan adanya
perlawanan.

Boleh jadi para pelaku terorisme --bahasa yang sering
dipakai aparat sekarang- adalah dianggap sebagai suatu
ijtihad. Namun bagi kebanyakan muslim, penulis yakin
pandangan itu tidaklah terlalu populer. 

Karena itu, diminta atau tidak, sebagaian muslim
memang pasti menolak cara seperti itu. Namun yang juga
perlu diingat, jangan pula karena nafsu dalam kampanye
melawan 'terorisme' membuat aparat kelihatangan akal
dan melakakukan berbagai tindakan sembrono. 

Harus diingat, dalam banyak kasus yang menimpa umat
Islam di berbagai belahan dunia, semakin kaum muslim
dihimpit, ditindas dan diintimidasi, justru mereka
semakin bangkit melakukan perlawanan.

Jangan lupa, salah satu alasan para pelaku bom bunuh
diri melakukan tindakan itu adalah karena mereka
meyakini ditindas --terutama oleh negara-negara
Barat-- tanpa bisa melakukan perlawanan.

Jika para aparat dan negara Barat tetap memakai cara
keji seperti itu, boleh jadi terorisme (ini bahasa
yang dipakai Amerika) tetap tak akan pernah selesai.
Sebab penderitaan baru justru akan melahirkan
perlawanan baru.

Ingatlah, perlakukan para tentara dan Orde Baru
terhadap Islam justru melahirkan sejumlah
pemberontakan. Jika hari ini para aparat sibuk
menangkapai orang-orang --hanya karena mereka
berpakaian Islam, berjilbab panjang, berjenggot--.
tindakan itu bukan tak mungkin jutsru membuahkan rasa
frustasi dikhawatirkan membuat orang berlaku 'nekat'.

Karena itu, mari kita mulai dari diri kita, apakah
tindakan itu benar? Demikian komentar saya, kurang dan
lebihnya saya mohon maaf. Wallahua'lamu bishshawab.

 

*) Penulis adalah dosen Univeritas Muhammadiyah kini
sedang sturi Taiwan

 


--------------------------------------------------------------
Milis Masjid Ar-Royyan, Perum BDB II, Sukahati, Cibinong 16913
Website http://www.arroyyan.com ; Milis jamaah[at]arroyyan.com


Kirim email ke