Menyelaraskan Otak Berfikir & Otak Emosional

      Tuesday, 26 October 2004  
      Tidak mudah menyelaraskan kedua otak tersebut. Tapi kita harus berani 
mencobanya.

      HASIL penelitian Daniel Goleman, pengarang "Emotional Intelligence", 
tentang otak dan ilmu perilaku yang dimuat "The New York Times", menarik untuk 
dikaji. Dikatakannya, sesungguhnya kita memiliki 2 otak, satu yang berpikir 
(otak berpikir) dan satu yang merasakan (otak emosional). Biasanya, otak 
berpikir itu kita sebut otak kiri, dan otak emosional kita sebut otak kanan. 
Maksudnya, apa-apa yang kita ketahui ada di otak berpikir, dan apa-apa yang 
kita rasakan ada di otak emosional. Saya kira, dikotomi emosional dengan 
berpikir kurang lebih sama denagn istilah "hati" dengan "kepala".

      Sebenarnya mana yang lebih dulu terjadi? menurut penelitiannya itu, 
Goleman menyebutkan, bahwa otak emosional ternyata terjadi lebih dulu sebelum 
otak berpikir. Lantas, sebenarnya apa segi manfaat yang bisa kita petik dari 
penelitiannya itu, khususnya bagi kita yang bergerak di dunia usaha?

      Saya kira, penelitian ini mengingatkan kita, bahwa di dalam kita 
menggeluti dunia usaha, sebaiknya bisa menyelaraskan antara otak berpikir dan 
otak emosional. Keselarasan kedua otak itu bagi kita sangat dibutuhkan, 
terutama di dalam kita mengambil keputusan penting dalam bisnis. Keselarasan 
kedua otak itu bagi kita sangat dibutuhkan, terutama di dalam kita mengambil 
keputusan penting dalam bisnis. Keserasan itu akan membuat kita lebih tepat dan 
bijaksana dalam mengambil keputusan bisnis terlebih di saat persaingan bisnis 
seperti sekarang ini yang kerap kali menghadapkan kita kepada rentetan 
pilihan-pilihan cukup banyak.

      Apalagi, kedua otak tersebut, yang emosional dan yang berpikir, pada 
umumnya bekerja dalam keselarasan yang erat, saling melengkapi, saling terkait 
di dalam otak. Dimana, emosi memberi masukan dan informasi kepada proses 
berpikir atau pikiran rasional. Sementara pikiran rasional memperbaiki dan 
terkadang memveto masukan emosi tersebut. Tapi sebaliknya, jika saja keduanya 
tak ada keselarasan atau katakanlah otak emosional-lah yang dominan serta 
menguasai otak berpikir, maka keseimbangan kedua otak itu akan goyah. Kita akan 
cenderung tidak bisa berpikir jernih, suka bertindak gegabah dan sering 
melakukan kesalahan fatal dalam setiap mengambil keputusan penting dalam 
bisnis. Kalau dominan otak berpikir, maka kita hanya sekadar bersikap analitis, 
dan mengambil tindakan tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain. Akibatnya 
menimbulkan hilangnya kegairahan dan antusiasme bisnis.

      Oleh karena itu, kita jangan sampai kehilangan keselarasan kedua otak 
tersebut. Sebab, seperti yang juga ditegaskan oleh Dr. damasio, seorang ahli 
neurologi, bahwa perasaan atau emosi biasanya sangat dibutuhkan untuk keputusan 
rasional. Otak emosional kita akan menunjukkan pada arah yang tepat. Maka, 
adalah tindakan yang tepat, jika mulai sekarang kita bisa mengatur emosi kita 
sendiri.

      Dalam konteks ini, saya sependapat dengan pakar manajemen, Dr. Patricia 
Patton. Yang mengatakan, bahwa untuk mengatur emosi, kita bisa melakukan dengan 
cara belajar, yaitu: Pertama, belajar mengidentifikasi apa biasanya yang memicu 
emosi kita dan respon apa yang kita berikan. Kedua, belajar dari kesalahan, 
belajar membedakan segala hal di sekitar kita yang dapat memberikan pengaruh 
pada diri kita. Ketiga, belajar selalu bertanggung jawab terhadap setiap 
tindakan kita. Keempat, belajar mencari kebenaran, belajar memanfaatkan waktu 
secara maksimal untuk menyelesaikan masalah, dan kelima, belajar menggunakan 
kekuatan sekaligus kerendahan hati.

      Saya sendiri juga merasakan, bahwa dampak positif dari terciptanya 
keselarasan kedua otak itu juga akan memunculkan tindaka-tindakan produktif, 
membuat kita semakin mantap dalam berbisnis, dan pada akhirnya akan berdampak 
positif bagi kemajuan bisnis kita.

      Singkatnya, keselarasan itu sangat berkaitan dengan pemberdayaan diri 
kita. Dimana, kita mesti bisa mengontrol diri, dan menggunakan akal sehat. Dan, 
tentu saja, keselarasan itu tidak akan terwujud kalau kita masih juga memegang 
teguh sifat mementingkan diri sendiri. Sehingga, seorang wirausahawan yang bisa 
menyelaraskan otak berpikir dan otak emosionalnya, akan sangat mungkin lebih 
berhasil dalam bisnisnya. Boleh jadi peluang menjadi wirausahawan yang 
kompeten, bernilai, profisional, dan bahagia akan lebih bisa dicapai. Meski tak 
mudah kita menyelaraskan kedua otak tersebut, tapi saya yakin, kita harus 
berani mencobanya.
     

  

sumber :  www.purdiechandra.com

<<otakselaras.gif>>

Kirim email ke