Ass,
Saya sering mendengar kisah2 seperti ini dan selalu menyejukkan. Aku juga 
sempat bertemu dg beberapa orang di antaranya. Hidayah memang tidak bisa dibeli 
tapi hidayah bisa diminta/dimohon kepada Alloh. Maka para ulama' dan masayikh 
selalu menganjurkan agar kita memohon kepada Alloh diberikan hidayah... sampai 
meneteskan air mata.... termasuk apabila kita ragu terhadap suatu kegiatan atau 
aktivitas apakah itu baik atau buruk untuk agama kita, maka kita memohon kepada 
Alloh hidayah atau petunjuk-Nya. Apabila kita sungguh-sungguh dan ihlas maka 
IngsyaAlloh akan ditunjukkan oleh Alloh SWT.

Wassalam,
Roziqin

http://imanyakin.wordpress.com/2008/07/17/kisah-pendeta-masuk-islam/
Kisah Pendeta Masuk Islam
Mungkin kisah ini terasa sangat aneh bagi mereka yang belum pernah bertemu 
dengan orangnya atau langsung melihat dan mendengar penuturannya. Kisah yang 
mungkin hanya terjadi dalam cerita fiktif, namun menjadi kenyataan. Hal itu 
tergambar dengan kata-kata yang diucapkan oleh si pemilik kisah yang sedang 
duduk di hadapanku mengisahkan tentang dirinya. Untuk mengetahui kisahnya lebih 
lanjut dan mengetahui kejadian-kejadian yang menarik secara komplit, biarkan 
aku menemanimu untuk bersama-sama menatap ke arah Johannesburg, kota bintang 
emas nan kaya di negara Afrika Selatan di mana aku pernah bertugas sebagai 
pimpinan cabang kantor Rabithah al-’Alam al-Islami di sana.
Pada tahun 1996, di sebuah negara yang sedang mengalami musim dingin, di siang 
hari yang mendung, diiringi hembusan angin dingin yang menusuk tulang, aku 
menunggu seseorang yang berjanji akan menemuiku. Istriku sudah mempersiapkan 
santapan siang untuk menjamu sang tamu yang terhormat. Orang yang aku tunggu 
dulunya adalah seorang yang mempunyai hubungan erat dengan Presiden Afrika 
Selatan Nelson Mandela. Ia seorang misionaris penyebar dan pendakwah agama 
Nasrani. Ia seorang pendeta, namanya ‘Sily.’ Aku dapat bertemu dengannya 
melalui perantaraan sekretaris kantor Rabithah yang bernama Abdul Khaliq Matir, 
di mana ia mengabarkan kepada-ku bahwa seorang pendeta ingin datang ke kantor 
Rabithah hendak membicarakan perkara penting.

Tepat pada waktu yang telah dijanjikan, pendeta tersebut datang bersama 
temannya yang bernama Sulaiman. Sulaiman adalah salah seorang anggota sebuah 
sasana tinju setelah ia memeluk Islam, selepas bertanding dengan seorang 
petinju muslim terkenal, Muhammad Ali. Aku menyambut keda-tangan mereka di 
kantorku dengan perasaan yang sangat gembira. Sily seorang yang berpostur tubuh 
pendek, berkulit sangat hitam dan mudah tersenyum. Ia duduk di depanku dan 
berbicara denganku dengan lemah lembut. Aku katakan, “Saudara Sily bolehkah 
kami mendengar kisah keislamanmu?” ia tersenyum dan berkata, “Ya, tentu saja 
boleh.”
Pembaca yang mulia, dengar dan perhatikan apa yang telah ia ceritakan kepadaku, 
kemudian setelah itu, silahkan beri penilaian.!
Sily berkata, “Dulu aku seorang pendeta yang sangat militan. Aku berkhidmat 
untuk gereja dengan segala kesungguhan. Tidak hanya sampai di situ, aku juga 
salah seorang aktifis kristenisasi senior di Afrika Selatan. Karena aktifitasku 
yang besar maka Vatikan memilihku untuk menjalankan program kristenisasi yang 
mereka subsidi. Aku mengambil dana Vatikan yang sampai kepadaku untuk 
menjalankan program tersebut. Aku mempergunakan segala cara untuk mencapai 
targetku. Aku melakukan berbagai kunjungan rutin ke madrasah-madrasah, 
sekolah-sekolah yang terletak di kampung dan di daerah pedalaman. Aku 
memberikan dana tersebut dalam bentuk sumbangan, pemberian, sedekah dan hadiah 
agar dapat mencapai targetku yaitu memasukkan masyarakat ke dalam agama 
Kristen. Gereja melimpahkan dana tersebut kepadaku sehingga aku menjadi seorang 
hartawan, mempunyai rumah mewah, mobil dan gaji yang tinggi. Posisiku melejit 
di antara pendeta-pendeta lainnya.
Pada suatu hari, aku pergi ke pusat pasar di kotaku untuk membeli beberapa 
hadiah. Di tempat itulah bermula sebuah perubahan!
Di pasar itu aku bertemu dengan seseorang yang memakai kopiah. Ia pedagang 
berbagai hadiah. Waktu itu aku mengenakan pakaian jubah pendeta berwarna putih 
yang merupakan ciri khas kami. Aku mulai menawar harga yang disebutkan si 
penjual. Dari sini aku mengetahui bahwa ia seorang muslim. Kami menyebutkan 
agama Islam yang ada di Afrika selatan dengan sebutan ‘agama orang Arab.’ Kami 
tidak menyebutnya dengan sebutan Islam. Aku pun membeli berbagai hadiah yang 
aku inginkan. Sulit bagi kami menjerat orang-orang yang lurus dan mereka yang 
konsiten dengan agamanya, sebagaimana yang telah berhasil kami tipu dan kami 
kristenkan dari kalangan orang-orang Islam yang miskin di Afrika Selatan.
Si penjual muslim itu bertanya kepadaku, “Bukankah anda seorang pendeta?” Aku 
jawab, “Benar.” Lantas ia bertanya kepadaku, “Siapa Tuhanmu?” Aku katakan, 
“Al-Masih.” Ia kembali berkata, “Aku menantangmu, coba datangkan satu ayat di 
dalam Injil yang menyebutkan bahwa al-Masih AS berkata, ‘Aku adalah Allah atau 
aku anak Allah. Maka sembahlah aku’.” Ucapan muslim tersebut bagaikan petir 
yang menyambar kepalaku. Aku tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Aku 
berusaha membuka-buka kembali catatanku dan mencarinya di dalam kitab-kitab 
Injil dan kitab Kristen lainnya untuk menemukan jawaban yang jelas terhadap 
pertanyaan lelaki tersebut. Namun aku tidak menemukannya. Tidak ada satu ayat 
pun yang men-ceritakan bahwa al-Masih berkata bahwa ia adalah Allah atau anak 
Allah. Lelaki itu telah menjatuhkan mentalku dan menyulitkanku. Aku ditimpa 
sebuah bencana yang membuat dadaku sempit. Bagaimana mungkin pertanyaan seperti 
ini tidak pernah
 terlintas olehku? Lalu aku tinggalkan lelaki itu sambil menundukkan wajah. 
Ketika itu aku sadar bahwa aku telah berjalan jauh tanpa arah. Aku terus 
berusaha mencari ayat-ayat seperti ini, walau bagaimanapun rumitnya. Namun aku 
tetap tidak mampu, aku telah kalah.
Aku pergi ke Dewan Gereja dan meminta kepada para anggota dewan agar berkumpul. 
Mereka menyepakatinya. Pada pertemuan tersebut aku mengabarkan kepada mereka 
tentang apa yang telah aku dengar. Tetapi mereka malah menyerangku dengan 
ucapan, “Kamu telah ditipu orang Arab. Ia hanya ingin meyesatkanmu dan 
memasukkan kamu ke dalam agama orang Arab.” Aku katakan, “Kalau begitu, coba 
beri jawabannya!” Mereka membantah pertanyaan seperti itu namun tak seorang pun 
yang mampu memberikan jawaban.
Pada hari minggu, aku harus memberikan pidato dan pelajaranku di gereja. Aku 
berdiri di depan orang banyak untuk memberikan wejangan. Namun aku tidak 
sanggup melakukannya. Sementara para hadirin merasa aneh, karena aku berdiri di 
hadapan mereka tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku kembali masuk ke dalam 
gereja dan meminta kepada temanku agar ia menggantikan tempatku. Aku katakan 
bahwa aku sedang sakit. Padahal jiwaku hancur luluh.
Aku pulang ke rumah dalam keadaan bingung dan cemas. Lalu aku masuk dan duduk 
di sebuah ruangan kecil. Sambil menangis aku menengadahkan pandanganku ke 
langit seraya berdoa. Namun kepada siapa aku berdoa. Kemudian aku berdoa kepada 
Dzat yang aku yakini bahwa Dia adalah Allah Sang Maha Pencipta, “Ya Tuhanku… 
Wahai Dzat yang telah men-ciptakanku… sungguh telah tertutup semua pintu di 
hadapanku kecuali pintuMu… Janganlah Engkau halangi aku mengetahui kebenaran… 
manakah yang hak dan di manakah kebenaran? Ya Tuhanku… jangan Engkau biarkan 
aku dalam kebimbangan… tunjukkan kepadaku jalan yang hak dan bimbing aku ke 
jalan yang benar…” lantas akupun tertidur.
Di dalam tidur, aku melihat diriku sedang berada di sebuah ruangan yang sangat 
luas. Tidak ada seorang pun di dalamnya kecuali diriku. Tiba-tiba di tengah 
ruangan tersebut muncul seorang lelaki. Wajah orang itu tidak begitu jelas 
karena kilauan cahaya yang terpancar darinya dan dari sekelilingnya. Namun aku 
yakin bahwa cahaya tersebut muncul dari orang tersebut. Lelaki itu memberi 
isyarat kepadaku dan memanggil, “Wahai Ibrahim!” Aku menoleh ingin mengetahui 
siapa Ibrahim, namun aku tidak menjumpai siapa pun di ruangan itu. Lelaki itu 
berkata, “Kamu Ibrahim… kamulah yang bernama Ibrahim. Bukankah engkau yang 
memohon petunjuk kepada Allah?” Aku jawab, “Benar.” Ia berkata, “Lihat ke 
sebelah kananmu!” Maka akupun menoleh ke kanan dan ternyata di sana ada 
sekelompok orang yang sedang memanggul barang-barang mereka dengan mengenakan 
pakaian putih dan bersorban putih. Ikutilah mereka agar engkau mengetahui 
kebenaran!” Lanjut lelaki itu.
Kemudian aku terbangun dari tidurku. Aku merasakan sebuah kegembiraan 
menyelimutiku. Namun aku belum juga memperoleh ketenangan ketika muncul 
pertanyaan, di mana gerangan kelompok yang aku lihat di dalam mimipiku itu 
berada.
Aku bertekad untuk melanjutkannya dengan berkelana mencari sebuah kebenaran, 
sebagaimana ciri-ciri yang telah diisyaratkan dalam mimpiku. Aku yakin ini 
semua merupakan petunjuk dari Allah SWT. Kemudian aku minta cuti kerja dan 
mulai melakukan perjalanan panjang yang memaksaku untuk berkeliling di beberapa 
kota mencari dan bertanya di mana orang-orang yang memakai pakaian dan sorban 
putih berada. Telah panjang perjalanan dan pencarianku. Setiap aku menjumpai 
kaum muslimin, mereka hanya memakai celana panjang dan kopiah. Hingga akhirnya 
aku sampai di kota Johannesburg.
Di sana aku mendatangi kantor penerima tamu milik Lembaga Muslim Afrika. Di 
rumah itu aku bertanya kepada pegawai penerima tamu tentang jamaah tersebut. 
Namun ia mengira bahwa aku seorang peminta-minta dan memberikan sejumlah uang. 
Aku katakan, “Bukan ini yang aku minta. Bukankah kalian mempunyai tempat ibadah 
yang dekat dari sini? Tolong tunjukkan masjid yang terdekat.” Lalu aku 
mengikuti arahannya dan aku terkejut ketika melihat seorang lelaki berpakaian 
dan bersorban putih sedang berdiri di depan pintu.
Aku sangat girang, karena ciri-cirinya sama seperti yang aku lihat dalam mimpi. 
Dengan hati yang berbunga-bunga, aku mendekati orang tersebut. Sebelum aku 
mengatakan sepatah kata, ia terlebih dahulu berkata, “Selamat datang ya 
Ibrahim!” Aku terperanjat mendengarnya. Ia mengetahui namaku sebelum aku 
memperkenalkannya. Lantas ia melanjutkan ucapan-nya, “Aku melihatmu di dalam 
mimpi bahwa engkau sedang mencari-cari kami. Engkau hendak mencari kebenaran? 
Kebenaran ada pada agama yang diridhai Allah untuk hamba-Nya yaitu Islam.” Aku 
katakan, “Benar. Aku sedang mencari kebenaran yang telah ditunjukkan oleh 
lelaki bercahaya dalam mimpiku, agar aku mengikuti sekelompok orang yang 
berpakaian seperti busana yang engkau kenakan. Tahukah kamu siapa lelaki yang 
aku lihat dalam mimpiku itu?” Ia menjawab, “Dia adalah Nabi kami Muhammad, Nabi 
agama Islam yang benar, Rasulullah SAW.” Sulit bagiku untuk mempercayai apa 
yang terjadi pada diriku. Namun
 langsung saja aku peluk dia dan aku katakan kepadanya, “Benarkah lelaki itu 
Rasul dan Nabi kalian yang datang menunjukiku agama yang benar?” Ia berkata, 
“Benar.”
Ia lalu menyambut kedatanganku dan memberikan ucapan selamat karena Allah telah 
memberiku hidayah kebenaran. Kemudian datang waktu shalat zhuhur. Ia 
mempersilahkanku duduk di tempat paling belakang dalam masjid dan ia pergi 
untuk melaksanakan shalat bersama jamaah yang lain. Aku memperhatikan kaum 
muslimin banyak memakai pakaian seperti yang dipakainya. Aku melihat mereka 
rukuk dan sujud kepada Allah. Aku berkata dalam hati, “Demi Allah, inilah agama 
yang benar. Aku telah membaca dalam berbagai kitab bahwa para nabi dan rasul 
meletakkan dahinya di atas tanah sujud kepada Allah.” Setelah mereka shalat, 
jiwaku mulai merasa tenang dengan fenomena yang aku lihat. Aku berucap dalam 
hati, “Demi Allah sesungguhnya Allah SAW telah menunjukkan kepadaku agama yang 
benar.” Seorang muslim memanggilku agar aku mengumumkan keislamanku. Lalu aku 
mengucapkan dua kalimat syahadat dan aku menangis sejadi-jadinya karena gembira 
telah mendapat hidayah dari Allah SWT.
Kemudian aku tinggal bersamanya untuk mempelajari Islam dan aku pergi bersama 
mereka untuk melakukan safari dakwah dalam waktu beberapa lama. Mereka 
mengunjungi semua tempat, mengajak manusia kepada agama Islam. Aku sangat 
gembira ikut bersama mereka. Aku dapat belajar shalat, puasa, tahajjud, doa, 
kejujuran dan amanah dari mereka. Aku juga belajar dari mereka bahwa seorang 
muslim diperintahkan untuk menyampaikan agama Allah dan bagaimana menjadi 
seorang muslim yang mengajak kepada jalan Allah serta berdakwah dengan hikmah, 
sabar, tenang, rela berkorban dan berwajah ceria.Setelah beberapa bulan 
kemudian, aku kembali ke kotaku. Ternyata keluarga dan teman-temanku sedang 
mencari-cariku. Namun ketika melihat aku kembali memakai pakaian Islami, mereka 
mengingkarinya dan Dewan Gereja meminta kepadaku agar diadakan sidang darurat. 
Pada pertemuan itu mereka mencelaku karena aku telah meninggalkan agama 
keluarga dan nenek moyang kami. Mereka berkata kepadaku,
 “Sungguh kamu telah tersesat dan tertipu dengan agama orang Arab.” Aku 
katakan, “Tidak ada seorang pun yang telah menipu dan menyesatkanku. 
Sesungguhnya Rasulullah Muhammad SAW datang kepadaku dalam mimpi untuk 
menunjukkan kebenaran dan agama yang benar yaitu agama Islam. Bukan agama orang 
Arab sebagaimana yang kalian katakan. Aku mengajak kalian kepada jalan yang 
benar dan memeluk Islam.” Mereka semua terdiam.
Kemudian mereka mencoba cara lain, yaitu membujukku dengan memberikan harta, 
kekuasaan dan pangkat. Mereka berkata, “Sesungguhnya Vatikan me-mintamu untuk 
tinggal bersama mereka selama enam bulan untuk menyerahkan uang panjar 
pembelian rumah dan mobil baru untukmu serta memberimu kenaikan gaji dan 
pangkat tertinggi di gereja.”
Semua tawaran tersebut aku tolak dan aku katakan kepada mereka, “Apakah kalian 
akan menyesatkanku setelah Allah memberiku hidayah? Demi Allah aku takkan 
pernah melakukannya walaupun kalian memenggal leherku.” Kemudian aku menasehati 
mereka dan kembali mengajak mereka ke agama Islam. Maka masuk Islamlah dua 
orang dari kalangan pendeta.
Alhamdulillah, Setelah melihat tekadku tersebut, mereka menarik semua derajat 
dan pangkatku. Aku merasa senang dengan itu semua, bahkan tadinya aku ingin 
agar penarikan itu segera dilakukan. Kemudian aku mengembalikan semua harta dan 
tugasku kepada mereka dan akupun pergi meninggalkan mereka,” Sily mengakhiri 
kisahnya.
Kisah masuk Islam Ibrahim Sily yang ia ceritakan sendiri kepadaku di kantorku, 
disaksikan oleh Abdul Khaliq sekretaris kantor Rabithah Afrika dan dua orang 
lainnya. Pendeta sily sekarang dipanggil dengan Da’i Ibrahim Sily berasal dari 
kabilah Kuza Afrika Selatan. Aku mengundang pendeta Ibrahim -maaf- Da’i Ibrahim 
Sily makan siang di rumahku dan aku laksanakan apa yang diwajibkan dalam 
agamaku yaitu memuliakannya, kemudian ia pun pamit. Setelah pertemuan itu aku 
pergi ke Makkah al-Mukarramah untuk melaksanakan suatu tugas. Waktu itu kami 
sudah mendekati persiapan seminar Ilmu Syar’i I yang akan diadakan di kota Cape 
Town. Lalu aku kembali ke Afrika Selatan tepatnya ke kota Cape Town.
Ketika aku berada di kantor yang telah disiapkan untuk kami di Ma’had Arqam, 
Dai Ibrahim Sily mendatangiku. Aku langsung mengenalnya dan aku ucapkan salam 
untuknya dan bertanya, “Apa yang kamu lakukan disini wahai Ibrahim.?” Ia 
menjawab, “Aku sedang mengunjungi tempat-tempat di Afrika Selatan untuk 
berdakwah kepada Allah. Aku ingin mengeluarkan masyarakat negeriku dari api 
neraka, mengeluarkan mereka dari jalan yang gelap ke jalan yang terang dengan 
memasukkan mereka ke dalam agama Islam.”

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

Kirim email ke