Kemusyrikan Yang Membudaya (1/4) Ahmas Faiz Asifuddin Posted on June 28th, 2004 by admin
Pendahuluan Kemusyrikan sudah demikian membudaya, sehingga menjelma menjadi peradaban, bahkan dikalangan sebagian besar kaum muslimin menjadi agama yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pemujaan kepada selain Allah oleh sebagian kaum muslimin dari berbagai lapisan dengan coraknya yang bermacam-macam sudah menjadi keharusan yang mutlak. Mulai dari jimat-jimat, amalan-amalan, rajah-rajah, pengisian-pengisian, pemujaan-pemujaan terhadap kuburan, ilmu-ilmu kekebalan dan pengasihan yang berlatar belakang dzikrullah, dunia per-jin-an perewangan, perdukunan dan berbagai bentuk kemusyrikan lain. Inilah sebab utama bagi datangnya musibah yang menimpa kaum Muslimin secara bertubi-tubi dan beragam bentuknya. Perpecahan, kehinaan, ketertindasan, ekonomi morat-marit, situasi politik sangat meresahkan dan berbagai madzab lain yang ditimpakan Allah kepada umat Islam, tidak lain karena mereka umumnya telah berpaling dari tauhidullah dan terperosok ke dalam pekatnya kegelapan kemusyrikan. Sementara itu tokoh-tokoh ummat Islam yang mengaku berjuang untuk beramar ma'ruf nahi mangkar, banyak yang tidak peduli dengan permasalahan mendasar ini. Bahkan tidak jarang mereka justru ikut terbawa arus memasuki pusaran bid'ah syirkiyah. Sebab ternyata yang diperjuangkannya adalah kedudukan politik sehingga dasar-dasar pertimbangannya adalah logika dan dugaandugaan serta perasaan-perasaan politik. Agama dikesampingkan, agama hanya dijadikan sebagai pembenar bagi langkah-langkah politiknya. Mereka hanya berfikir untuk kepentingan duniawi bagi dirinya dan kelompoknya saja. Tidak peduli pada nasib ummat yang sedang menuju ke nereka. Karena itu, akibat yang ditimbulkannya adalah kekacauan demi kekacauan. Tidak pernah sampai pada kemaslahatan yang diangankan. Berikut ini adalah sedikit contoh saja dari sekian banyak kemusyrikan yang merajalela: 1. Ngalap Berkah Pada Petilasan/Kuburan Kyai atau Wali Adalah menjadi hal yang membudaya bahkan dianggap peribadatan yang sangat afdhal bahwa pada bulan-bulan atau hari-hari tertentu, misalnya bulan Mulud, menjelang Ramadhan atau bulan-bulan/hari-hari lain. Banyak orang Islam berbondong-bondong dari berbagai tempat ke petilasan-petilasan/ kuburan-kuburan kyai, orang-orang shaleh atau yang dianggap wali. Mereka datang dari tempat yang cukup jauh dengan mencurahkan tenaga fikiran dan harta. Tidak peduli berapa banyak harta yang akan terbuang untuknya. Padahal orang yang paling suci dan paling terhormat, yaitu Rasulullah telah bersabda: "Janganlah kamu mengharuskan berpergian (untuk ibadah / berziarah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidku ini (musjid Nabawi) dan Masjidil Aqsha." (Muttafaq 'Alaih) Jadi, kecuali ketiga masjid yang disebutkan dalam hadits di atas, Rasulullah telah melarang umatnya untuk sengaja mengharuskan melakukan perjalanan dalam rangka peribadatan. Maka hanya dengan melakukan ziarah-ziarah ke kuburan-kuburan orang yang dianggap wall dari tempat-tempat yang jauh itu sudah merupakan pelanggaran terhadap larangan Rasulullah, di samping juga merupakan tindakan bid'ah karena Rasulullah dan para shahabatnya tidak pernah menjalankannya. Jika memang itu balk, apa lagi merupakan peribadatan tentu sudah dijalankan oleh Rasulullah dan para shahabatnya. Sebab mereka adalah orang yang paling bersemangat mengejar kebaikan. Tidak ada satupun celah kebaikan yang ditinggalkan oleh Nabi dan para shahabatnya. Apalagi, ternyata bahwa ziarah-ziarah ke kuburan-kuburan / petilasan-petilasan para wall itu dimaksudkan untuk ngalap berkah, meminta-minta kepada orang yang telah mati dan mencari syafa'at. Jika demikian halnya, maka jelas bahwa itu adalah syirik akbar. Apabila orang tidak bertaubat dari kegiatan ini dan mati dalam keadaan demikian, maka Allah tidak akan mengampuninya, kekal di dalam neraka, Wal 'iyadzu billah. Allah berfrrman: "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni perbuatan dosa syirik kepada-Nya, dan Allah mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya." (an-Nisa': 48) Mereka mestinya menyadari bahwa apa yang dilakukannya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan kaum Musyrikin jahiliyah pada masa Nab, yaitu tentang apa yang dikisahkan oleh Allah dalam firman-Nya "Tidakkah kamu memperhatikan Lata, Uzza dan yang ketiga adalah Manat?" (an-Najm: 19-20) Tiga berhala yang disembah oleh orang-orang jahiliyah dengan cars ngalap berkah, meminta-minta dan mencari syafa'at. Salah satu berhala itu yakni Lata, oleh sebagian ulama diantaranya Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan Humaid dibaca Latta dengan tasydid, artinya orang yang pada saat hidupnya terkenal sebagai tukang membikin makanan dari adonan gandum yang kemudian disajikan bagi para pendatang yang berthawaf dan beribadah di Baitullah. Maka ia dianggap sebagai orang berjasa yang ketika mati lain diabadikan menjadi berhala yang bernama Lata. HREF="#foot24">1 Nah, mudah-mudahan orang dapat mengerti persamaan kasus di atas, kemudian menyadari dan meninggalkannya. Karena hal itu termasuk penyembahan kepada selain Allah. -------------------------------------------------------------------------------- Catatan Kaki . HREF="#tex2html1">1 Lihat Fathul Majid Syarh Kitab at-Tauhid, bab Man Tabarraka bi Syajarah an Hajar Wa Nahwihima. http://blog.vbaitullah.or.id