Alhamdulillah, Ramadhan ini saya berkesempatan menjabat tangan Ustadz Yusuf 
Mansyur yang membawakan acara buka puasa di rumah Bos tempo hari.

Dan, alhamdulillah juga, kultum harian di kantor yang tiap Senen-nya mengambil 
pembicara luar menghadirkan staf dari PPPA / Darul Qur'an secara bergantian, 
menghaturkan kisah-kisah menakjubkan seputar sedekah.

Berikut satu dari contoh kisah sedekah, semoga menginspirasi. Amiiin .....

Wassallam / Jaerony.-


*****************************************************

----- Original Message ----- 

Rahasia Sedekah 
¬Article by admin with 11 comments 
14 Nov 2008 
Your webmaster search is: kisah sedekah 
Kisah ini saya kutip dari blognya mas Ferdian, yang merupakan dialog Dialog 
antara Ust. Yusuf Mansur dengan Security POM Bensin. Semoga bermanfaat bagi 
pembaca, panjang ceritanya tapi kalau dibaca sampe selesai pasti mendapat 
manfaatnya.



Banyak yang mau berubah, tapi memilih jalan mundur. Andakah orangnya?

Satu hari saya jalan melintas di satu daerah. Tetidur di dalam mobil. Saat 
terbangun, ada tanda pom bensin sebentar lagi. Saya pesen ke supir saya: "Nanti 
di depan ke kiri ya". "Masih banyak, Pak Ustadz". Saya paham. Supir saya 
mengira saya pengen beli bensin. Padahal bukan.

Saya pengen pipis. Begitu berhenti dan keluar dari mobil, ada seorang sekuriti. 
"Pak Ustadz!". Dari jauh ia melambai dan mendekati saya. Saya menghentikan 
langkah. Menunggu beliau. "Pak Ustadz, alhamdulillah nih bisa ketemu Pak 
Ustadz. Biasanya kan hanya melihat di TV saja.". Saya senyum aja. Ga ke-geeran, 
insya Allah, he he he. "Saya ke toilet dulu ya". "Nanti saya pengen ngobrol 
boleh Ustadz?" "Saya buru-buru loh. Tentang apaan sih?". "Saya bosen jadi 
satpam Pak Ustadz". Sejurus kemudian saya sadar, ini Allah pasti yang 
"berhentiin" saya.

Lagi enak-enak tidur di perjalanan, saya terbangun pengen pipis. Eh nemu pom 
bensin. Akhirnya ketemu sekuriti ini. Berarti barangkali saya kudu bicara 
dengan dia. Sekuriti ini barangkali "target operasi" dakwah hari ini. Bukan 
jadwal setelah ini. Begitu pikir saya. Saya katakan pada sekuriti yang mulia 
ini, "Ok, ntar habis dari toilet ya".

***

"Jadi, pegimana? Bosen jadi satpam? Emangnya ga gajian?", tanya saya membuka 
percakapan. Saya mencari warung kopi, untuk bicara-bicara dengan beliau ini. 
Alhamdulillah ini pom bensin bagus banget. Ada minimart nya yang dilengkapi 
fasilitas ngopi-ngopi ringan. "Gaji mah ada Ustadz. Tapi masa gini-gini aja?"
"Gini-gini aja itu, kalo ibadahnya gitu-gitu aja, ya emang udah begitu. Distel 
kayak apa juga, agak susah buat ngerubahnya". "Wah, ustadz langsung nembak aja 
nih". Saya meminta maaf kepada sekuriti ini umpama ada perkataan saya yang 
salah.

Tapi umumnya begitu lah manusia. Rizki mah mau banyak, tapi sama Allah ga mau 
mendekat. Rizki mah mau nambah, tapi ibadah dari dulu ya begitu-begitu saja. 
"Udah shalat ashar?" "Barusan Pak Ustadz. Soalnya kita kan tugas. Tugas juga 
kan ibadah, iya ga? Ya saya pikir sama saja". "Oh, jadi ga apa-apa telat ya? 
Karena situ pikir kerja situ adalah juga ibadah?" Sekuriti itu senyum aja. 
Disebut jujur mengatakan itu, bisa ya bisa tidak. Artinya, sekuriti itu bisa 
benar-benar menganggap kerjaannya ibadah, tapi bisa juga ga. Cuma sebatas 
omongan doangan. Lagian, kalo nganggap kerjaan-kerjaan kita ibadah, apa yang 
kita lakukan di dunia ini juga ibadah, kalau kita niatkan sebagai ibadah.

Tapi, itu ada syaratnya. Apa syaratnya? Yakni kalau ibadah wajibnya, tetap 
nomor satu. Kalau ibadah wajibnya nomor tujuh belas, ya disebut bohong dah tuh 
kerjaan adalah ibadah. Misalnya lagi, kita niatkan usaha kita sebagai ibadah, 
boleh ga? Bagus malah. Bukan hanya boleh. Tapi kemudian kita menerima tamu 
sementara Allah datang. Artinya kita menerima tamu pas waktu shalat datang, dan 
kemudian kita abaikan shalat, kita abaikan Allah, maka yang demikian masihkah 
pantas disebut usaha kita adalah ibadah?

Apalagi kalau kemudian hasil kerjaan dan hasil usaha, buat Allah nya lebih 
sedikit ketimbang buat kebutuhan-kebutuhan kita. Kayaknya perlu dipikirin lagi 
tuh sebutan-sebutan ibadah. "Disebut barusan itu maksudnya jam setengah limaan 
ya? Saya kan baru jam 5 nih masuk ke pom bensin ini", saya mengejar. "Ya, 
kurang lebih dah". Saya mengingat diri saya dulu yang dikoreksi oleh seorang 
faqih, seorang 'alim, bahwa shalat itu kudu tepat waktu. Di awal waktu. Tiada 
disebut perhatian sama Yang Memberi Rizki bila shalatnya tidak tepat waktu.

Aqimish shalaata lidzikrii, dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku. Lalu, kita 
bersantai-santai dalam mendirikan shalat. Entar-entaran. Itu kan jadi sama saja 
dengan mengentar-entarkan mengingat Allah. Maka lalu saya ingatkan sekuriti 
yang entahlah saya merasa he is the man yang Allah sedang berkenan mengubahnya 
dengan mempertemukan dia dengan saya. "Gini ya Kang. Kalo situ shalatnya jam 
setengah lima, memang untuk mengejar ketertinggalan dunia saja, jauh tuh. Butuh 
perjalanan satu setengah jam andai ashar ini kayak sekarang, jam tiga kurang 
dikit.

Bila dalam sehari semalam kita shalat telat terus, dan kemudian dikalikan sejak 
akil baligh, sejak diwajibkan shalat, kita telat terus, maka berapa jarak 
ketertinggalan kita tuh? 5x satu setengah jam, lalu dikali sekian hari dalam 
sebulan, dan sekian bulan dalam setahun, dan dikali lagi sekian tahun kita 
telat. Itu baru telat saja, belum kalo ketinggalan atau kelupaan, atau yang 
lebih bahayanya lagi kalau bener-benar lewat tuh shalat? Wuah, makin jauh saja 
mestinya kita dari senang".

Mudah-mudahan sekuriti ini paham apa yang saya omongin. Dari raut mukanya, 
nampaknya ia paham. Mudah-mudahan demikian juga saudara-saudara ya? He he he. 
Belagu ya saya? Masa omongan cetek begini kudu nanya paham apa engga sama lawan 
bicara? Saya katakan pada dia. Jika dia alumni SMU, yang selama ini telat 
shalatnya, maka kawan-kawan selitingnya mah udah di mana, dia masih seperti 
diam di tempat. Bila seseorang membuka usaha, lalu ada lagi yang buka usaha, 
sementara yang satu usahanya maju, dan yang lainnya sempit usahanya, bisa jadi 
sebab ibadah yang satu itu bagus sedang yang lain tidak.

Dan saya mengingatkan kepada Anda sekalian untuk tidak menggunakan mata 
telanjang untuk mengukur kenapa si Fulan tidak shalat, dan cenderung jahat lalu 
hidupnya seperti penuh berkah? Sedang si Fulan yang satu yang rajin shalat dan 
banyak kebaikannya, lalu hidupnya susah. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan 
seperti ini cukup kompleks. Tapi bisa diurai satu-satu dengan bahasa-bahasa 
kita, bahasa-bahasa kehidupan yang cair dan dekat dengan fakta. Insya Allah ada 
waktunya pembahasan yang demikian.

Kembali kepada si sekuriti, saya tanya, "Terus, mau berubah?" "Mau Pak Ustadz. 
Ngapain juga coba saya kejar Pak Ustadz nih, kalo ga serius?" "Ya udah, deketin 
Allah dah. Ngebut ke Allah nya". "Ngebut gimana?" "Satu, benahin shalatnya. 
Jangan setengah lima-an lagi shalat asharnya. Pantangan telat. Buru tuh rizki 
dengan kita yang datang menjemput Allah. Jangan sampe keduluan Allah". Si 
sekuriti mengaku mengerti, bahwa maksudnya, sebelum azan udah standby di atas 
sajadah. Kita ini pengen rizkinya Allah, tapi ga kenal sama Yang Bagi-bagiin 
rizki.

Contohnya ya pekerja-pekerja di tanah air ini. Kan aneh. Dia pada kerja supaya 
dapat gaji. Dan gaji itu rizki. Tapi giliran Allah memanggil, sedang Allah lah 
Tuhan yang sejatinya menjadikan seseorang bekerja, malah kelakuannya seperti ga 
menghargai Allah. Nemuin klien, rapih, wangi, dan persiapannya masya Allah. Eh, 
giliran ketemu Allah, amit-amit pakaiannya, ga ada persiapan, dan tidak 
segan-segan menunjukkan wajah dan fisik lelahnya. Ini namanya ga kenal sama 
Allah. "Yang kedua," saya teruskan. "Yang kedua, keluarin sedekahnya". Saya 
inget betul. Sekuriti itu tertawa. "Pak Ustadz, pegimana mau sedekah, hari gini 
aja nih, udah pada habis belanjaan. Hutang di warung juga terpaksa dibuka 
lagi,. Alias udah mulai ngambil dulu bayar belakangan".

"Ah, ente nya aja kali yang kebanyakan beban. Emang gajinya berapa?" "Satu koma 
tujuh, Pak ustadz".
"Wuah, itu mah gede banget. Maaf ya, untuk ukuran sekuriti, yang orang sering 
sebut orang kecil, itu udah gede". "Yah, pan kudu bayar motor, bayar kontrakan, 
bayar susu anak, bayar ini bayar itu. Emang ga cukup Pak ustadz". "Itu kerja 
bisa gede, emang udah lama kerjanya?" "Kerjanya sih udah tujuh taon. Tapi gede 
gaji bukan karena udah lama kerjanya. Saya ini kerjanya pagi siang sore malem, 
ustadz".
"Koq bisa?" "Ya, sebab saya tinggal di mess. Jadi dihitung sama bos pegimana 
gitu sampe ketemu angka 1,7jt". "Terus, kenapa masih kurang?" "Ya itu, sebab 
saya punya tanggungan banyak". "Secara dunianya, lepas aja itu tanggungan. 
Kayak motor. Ngapain juga ente kredit motor? Kan ga perlu?" "Pengen kayak 
orang-orang Pak Ustadz". "Ya susah kalo begitu mah. Pengen kayak orang-orang, 
motornya. Bukan ilmu dan ibadahnya. Bukan cara dan kebaikannya. Repot". 
Sekuriti ini nyengir. Emang ini motor kalo dilepas, dia punya 900 ribu.

Rupanya angsuran motornya itu 900 ribu. Ga jelas tuh darimana dia nutupin 
kebutuhan dia yang lain. Kontrakan saja sudah 450 ribu sama air dan listrik. 
Kalo ngelihat keuangan model begini, ya nombok dah jadinya. "Ya udah, udah 
keterlanjuran ya? Ok. Shalatnya gimana? Mau diubah?" "Mau Ustadz. Saya benahin 
dah". "Bareng sama istri ya. Ajak dia. Jangan sendirian. Ibarat sendal, lakukan 
berdua. Makin cakep kalo anak-anak juga dikerahin. Ikutan semuanya ngebenahin 
shalat". "Siap ustadz". "Tapi sedekahnya tetap kudu loh". "Yah Ustadz. Kan saya 
udah bilang, ga ada". "Sedekahin aja motornya. Kalo engga apa keq". "Jangan 
Ustadz. Saya sayang-sayang ini motor. Susah lagi belinya. Tabungan juga ga ada. 
Emas juga ga punya".

Sekuriti ini berpikir, saya kehabisan akal untuk nembak dia. Tapi saya akan 
cari terus. Sebab tanggung. Kalo dia hanya betulin shalatnya saja, tapi 
sedekahnya tetap ga keluar, lama keajaiban itu akan muncul. Setidaknya menurut 
ilmu yang saya dapat. Kecuali Allah berkehendak lain. Ya lain soal itu mah. 
Sebentar kemudian saya bilang sama ini sekuriti, "Kang, kalo saya unjukin bahwa 
situ bisa sedekah, yang besar lagi sedekahnya, situ mau percaya?". Si sekuriti 
mengangguk. "Ok, kalo sudah saya tunjukkan, mau ngejalanin?". Sekuriti ini 
ngangguk lagi. "Selama saya bisa, saya akan jalanin," katanya, manteb. "Gajian 
bulan depan masih ada ga?" "Masih. Kan belum bisa diambil?" "Bisa. Dicoba 
dulu". "Entar bulan depan saya hidup pegimana?" "Yakin ga sama Allah?" "Yakin". 
"Ya kalo yakin, titik. Jangan koma. Jangan pake kalau". Sekuriti ini saya 
bimbing untuk kasbon. Untuk sedekah. Sedapetnya. Tapi usahakan semua. Supaya 
bisa signifikan besaran sedekahnya. Sehingga perubahannya berasa. Dia janji 
akan ngebenahin mati-matian shalatnya. Termasuk dia akan polin shalat 
taubatnya, shalat hajatnya, shalat dhuha dan tahajjudnya. Dia juga janji akan 
rajinin di waktu senggang untuk baca Al Qur'an.
Perasaan udah lama banget dia emang ga lari kepada Allah. Shalat Jum'at aja 
nunggu komat, sebab dia sekuriti. Wah, susah dah. Dan itu dia aminin. Itulah 
barangkali yang sudah membuat Allah mengunci mati dirinya hanya menjadi 
sekuriti sekian tahun, padahal dia Sarjana Akuntansi! Ya, rupanya dia ini 
Sarjana Akuntansi. Pantesan juga dia ga betah dengan posisinya sebagai 
sekuriti. Ga kena di hati. Ga sesuai sama rencana. Tapi ya begitu dah hidup. 
Apa boleh buta, eh, apa boleh buat. Yang penting kerja dan ada gajinya.

Bagi saya sendiri, ga mengapa punya banyak keinginan. Asal keinginan itu 
keinginan yang diperbolehkan, masih dalam batas-batas wajar. Dan ga apa-apa 
juga memimpikan sesuatu yang belom kesampaian sama kita. Asal apa? Asal kita 
barengin dengan peningkatan ibadah kita. Kayak sekarang ini, biarin aja harga 
barang pada naik. Ga usah kuatir. Ancem aja diri, agar mau menambah 
ibadah-ibadahnya. Jangan malah berleha-leha. Akhirnya hidup kemakan dengan 
tingginya harga,. Ga kebagian.
***
Sekuriti ini kemudian maju ke atasannya, mau kasbon. Ketika ditanya buat apa? 
Dia nyengir ga jawab. Tapi ketika ditanya berapa? Dia jawab, Pol. Satu koma 
tujuh. Semuanya. "Mana bisa?" kata komandannya. "Ya Pak, saya kan ga pernah 
kasbon. Ga pernah berani. Baru ini saya berani". Komandannya terus mengejar, 
buat apa? Akhirnya mau ga mau sekuriti ini jawab dengan menceritakan 
pertemuannya dengan saya. Singkat cerita, sekuriti ini direkomendasikan untuk 
ketemu langsung sama ownernya ini pom bensin. Katanya, kalau pake jalur formal, 
dapet kasbonan 30% aja belum tentu lolos cepet. Alhamdulillah, bos besarnya 
menyetujui. Sebab komandannya ini ikutan merayu, "Buat sedekah katanya Pak", 
begitu kata komandannya.

Subhaanallaah, satu pom bensin itu menyaksikan perubahan ini. Sebab cerita si 
sekuriti ini sama komandannya, yang merupakan kisah pertemuannya dengan saya, 
menjadi kisah yang dinanti the end story nya. Termasuk dinanti oleh bos nya. 
"Kita coba lihat, berubah ga tuh si sekuriti nasibnya", begitu lah pemikiran 
kawan-kawannya yang tahu bahwa si sekuriti ini ingin berubah bersama Allah 
melalui jalan shalat dan sedekah.

Hari demi hari, sekuriti ini dilihat sama kawan-kawannya rajin betul shalatnya. 
Tepat waktu terus. Dan lumayan istiqamah ibadah-ibadah sunnahnya. Bos nya yang 
mengetahui hal ini, senang. Sebab tempat kerjanya jadi barokah dengan adanya 
orang yang mendadak jadi saleh begini. Apalagi kenyataannya si

sekuriti ga mengurangi kedisiplinan kerjaannya. Malah tambah cerah muka nya. 
Sekuriti ini mengaku dia cerah, sebab dia menunggu janjinya Allah. Dan dia tahu 
janji Allah pastilah datang. Begitu katanya, menantang ledekan kawan-kawannya 
yang pada mau ikutan rajin shalat dan sedekah, asal dengan catatan dia berhasil 
dulu.

Saya ketawa mendengar dan menuliskan kembali kisah ini. Bukan apa-apa, saya 
demen ama yang begini. Sebab insya Allah, pasti Allah tidak akan tinggal diam. 
Dan barangkali akan betul-betul mempercepat perubahan nasib si sekuriti. Supaya 
benar-benar menjadi tambahan uswatun hasanah bagi yang belum punya iman. Dan 
saya pun tersenyum dengan keadaan ini, sebab Allah pasti tidak akan 
mempermalukannya juga, sebagaimana Allah tidak akan mempermalukan si sekuriti.

Suatu hari bos nya pernah berkata, "Kita lihatin nih dia. Kalo dia ga kasbon 
saja, berarti dia berhasil. Tapi kalo dia kasbon, maka kelihatannya dia gagal. 
Sebab buat apa sedekah 1 bulan gaji di depan yang diambil di muka, kalau 
kemudian kas bon. Percuma". Tapi subhaanallah, sampe akhir bulan berikutnya, si 
sekuriti ini ga kasbon.

Berhasil kah? Tunggu dulu. Kawan-kawannya ini ga melihat motor besarnya lagi. 
Jadi, tidak kasbonnya dia ini, sebab kata mereka barangkali aman sebab jual 
motor. Bukan dari keajaiban mendekati Allah. Saatnya ngumpul dengan si bos, 
ditanyalah si sekuriti ini sesuatu urusan yang sesungguhnya adalah rahasia 
dirinya. "Bener nih, ga kasbon? Udah akhir bulan loh. Yang lain bakalan gajian. 
Sedang situ kan udah diambil bulan kemaren".

Sekuriti ini bilang tadinya sih dia udah siap-siap emang mau kasbon kalo ampe 
pertengahan bulan ini ga ada tanda-tanda. Tapi kemudian cerita si sekuriti ini 
benar-benar bikin bengong orang pada. Sebab apa? Sebab kata si sekuriti, pasca 
dia benahin shalatnya, dan dia sedekah besar yang belum pernah dia lakukan 
seumur hidupnya, yakni hidupnya di bulan depan yang dia pertaruhkan, trjadi 
keajaiban. Di kampung, ada transaksi tanah, yang melibatkan dirinya. Padahal 
dirinya ga trlibat secara fisik. Sekedar memediasi saja lewat sms ke pembeli 
dan penjual. Katanya, dari transaksi ini, Allah persis mengganti 10x lipat. 
Bahkan lebih.

Dia sedekah 1,7jt gajinya. Tapi Allah mengaruniainya komisi penjualan tanah di 
kampungnya sebesar 17,5jt. Dan itu trjadi begitu cepat. Sampe-sampe bulan 
kemaren juga belum selesai. Masih tanggalan bulan kemaren, belum berganti 
bulan. Kata si sekuriti, sadar kekuatannya ampe kayak gitu, akhirnya dia malu 
sama Allah. Motornya yang selama ini dia sayang-sayang, dia jual! Uangnya 
melek-melek buat sedekah. Tuh motor dia pake buat ngeberangkatin satu-satunya 
ibunya yang masih hidup. Subhaanallaah kan? Itu jual motor, kurang. Sebab itu 
motor dijual cepat harganya ga nyampe 13 juta. Tapi dia tambahin 12 juta dari 
17jt uang cash yang dia punya. Sehingga ibunya punya 25 juta. Tambahannya dari 
simpenan ibunya sendiri.
Si sekuriti masih bercerita, bahwa dia merasa aman dengan uang 5 juta lebihan 
transaksi. Dan dia merasa ga perlu lagi motor. Dengan uang ini, ia aman. Ga 
perlu kasbon. Mendadak si bos itu yang kagum. Dia lalu kumpulin semua 
karyawannya, dan menyuruh si sekuriti ini bercerita tentang keberkahan yang 
dilaluinya selama 1 bulan setengah ini. Apakah cukup sampe di situ perubahan 
yang trjadi pada diri si sekuriti?
Engga. Si sekuriti ini kemudian diketahui oleh owner pom bensin tersebut 
sebagai sarjana S1 Akuntansi. Lalu dia dimutasi di perusahaan si owner yang 
lain, dan dijadikan staff keuangan di sana. Masya Allah, masya Allah, masya 
Allah. Berubah, berubah, berubah. Saudara-saudaraku sekalian. Cerita ini bukan 
sekedar cerita tentang Keajaiban Sedekah dan Shalat saja. Tapi soal tauhid. 
soal keyakinan dan iman seseorang kepada Allah, Tuhannya. Tauhid, keyakinan, 
dan imannya ini bekerja menggerakkan dia hingga mampu berbuat sesuatu. Tauhid 
yang menggerakkan!
Begitu saya mengistilahkan. Sekuriti ini mengenal Allah. Dan dia baru sedikit 
mengenal Allah. Tapi lihatlah, ilmu yang sedikit ini dipake sama dia, dan 
diyakini. Akhirnya? Jadi! Bekerja penuh buat perubahan dirinya, buat perubahan 
hidupnya. Subhaanallaah, masya Allah. Dan lihat juga cerita ini, seribu kali si 
sekuriti ini berhasil keluar sebagai pemenang, siapa kemudian yang mengikuti 
cerita ini? Kayaknya kawan-kawan sepom bensinnya pun belum tentu ada yang 
mengikuti jejak suksesnya si sekuriti ini. Barangkali cerita ini akan lebih 
dikenang sebagai sebuah cerita manis saja. Setelah itu, kembali lagi pada 
rutinitas dunia.
Yah, barangkali tidak semua ditakdirkan menjadi manusia-manusia pembelajar. 
Pertanyaan ini juga layak juga diajukan kepada Peserta KuliahOnline yang saat 
ini mengikuti esai ini? Apa yang ada di benak Saudara? Biasa sajakah? Atau mau 
bertanya, siapa sekuriti ini yang dimaksud? Di mana pom bensinnya? Bisa kah 
kita bertemu dengan orang aslinya? Berdoa saja. Sebab kenyataannya juga buat 
saya tidak gampang menghadirkan testimoni aslinya. Semua orang punya prinsip 
hidup yang berbeda. Di antara semua peserta
KuliahOnline saja ada yang insya Allah saya yakin mengalami keajaiban-keajaiban 
dalam hidup ini.

Sebagiannya memilih diam saja, dan sebagiannya lagi memilih menceritakan ini 
kepada satu dua orang saja, dan hanya orang-orang tertentu saja yang memilih 
untuk benar-benar terbuka untuk dicontoh. Dan memang
bukan apa-apa, ketika sudah dipublish, memang tidak gampang buat seseorang 
menempatkan dirinya untuk menjadi contoh. Yang lebih penting buat kita sekarang 
ini, bagaimana kemudian kisah ini mengisnpirasikan kita semua untuk kemudian 
sama-sama mencontoh saja kisah ini. Kita ngebut engebut2nya menuju Allah. Yang 
merasa dosanya banyak, sudah, jangan terus-terusan meratapi dosanya.

Kejar saja ampunan Allah dengan memperbanyak taubat dan istighfar, lalu 
mengejarnya dengan amal saleh. Persis seeperti yang kemaren-kemaren juga 
dijadikan statement esai penutup.

Kunjungi juga wisahati.com untuk kuliah online tentang berbagai ilmu Agama.



http://fahry.com/rahasia-sedekah.htm

Kirim email ke