Kesalehan Professional dan Kesalehan "Amateur" 



Apa pandangan kita terhadap kata Amateur? Mungkin Anda dengan cepat menjawab : 
seorang Amateur adalah orang yang tidak cukup skill terhadap keahlian tertentu, 
atau orang yang kemampuannya terbatas, seorang pemula, kurang pengalaman, awam. 
Dan kata Professional dewasa ini dikenal sebagai antonym dari kata Amateur, 
padahal sesungguhnya kata Amateur bermakna sangat indah, yaitu sebuah kata yang 
berasal dari kata latin "amator" yang bermakna "lover, devoted friend, devotee, 
enthusiastic pursuer of an objective". Kata Amateur sungguh teramat jauh 
bergeser dari makna aslinya. 







Robert Tyre Jones Jr. (1902 -1971), lebih dikenal dengan nama "Bobby Jones", ia 
adalah salah satu 'legenda' dalam olah-raga golf. Meski ia mempunyai bakat alam 
yang luar biasa, tetapi Bobby Jones tidak pernah bersedia untuk menjadi pegolf 
professional, ia hanya bersedia bertanding pada pertandingan-pertandingan 
amateur. Di lain pihak ia juga dikenal sebagai seorang insinyur, sastrawan dan 
pengacara. Ketika ditanya mengapa ia selalu menolak untuk menjadi seorang 
pegolf proffesional? Ia menjawab dengan tenang dan tersenyum bahwa ia mencintai 
golf dengan sungguh-sungguh, sebagaimana kata amateur itu akar-katanya ialah 
amore yang berarti 'cinta'. Dengan kata lain ia menyatakan tidak tergiur oleh 
kekayaan dari bertanding golf karena ia seorang yang cinta ("amateur") pada 
olah-raga golf. Kisahnya ini diangkat dalam sebuah Film dengan judul "Bobby 
Jones Stroke of Genius" yang dibintangi Jim Caviezel, (pemeran JC dalam film 
The Passion of the Christ). 

Seperti Bobby Jones, kita bisa melihat pada Alkitab, bahwa disana ada seorang 
tokoh yang dapat kita rujuk sebagai seorang penginjil "amateur", meski ia 
seorang ahli Kitab Suci, filsuf, dan penginjil yang hebat tak kenal lelah, ia 
pun memilih sebagai seorang "amateur" daripada menjadi seorang professional 
karena kecintaan yang sungguh-sungguh kepada Kristus. Ia adalah Rasul Paulus. 
Dalam 1 Korintus 9:12-18 ia menulis sikap pribadinya dan tujuan pribadinya 
dalam melayani Yesus Kristus yang ia cintai: 


* 1 Korintus 9:12-18 
9:12 Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, 
bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami tidak mempergunakan 
hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami 
mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus. 
9:13 Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat 
penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, 
mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? 
9:14 Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan 
Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu. 
9:15 Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satu pun dari hak-hak itu. Aku tidak 
menulis semuanya ini, supaya aku pun diperlakukan juga demikian. Sebab aku 
lebih suka mati dari pada ...! Sungguh, kemegahanku tidak dapat ditiadakan 
siapa pun juga! 
9:16 Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk 
memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku 
tidak memberitakan Injil. 
9:17 Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku 
berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku 
sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan 
kepadaku. 
9:18 Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh 
memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai 
pemberita Injil. 


Paulus melepaskan hak-haknya untuk menerima pemberian-pemberian dari 
jemaat-jemaatnya (ayat 15, 18), dan ia lebih suka menanggung segala sesuatu 
(ayat 12 bandingkan 1 Korintus 13:7), bahkan berjuang untuk menopang dirinya 
sendiri, ia tetap menjadi seorang pembuat kemah (Kisah 18:3), supaya ia jangan 
menjadi rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus (1 Korintus 4:11-13, Kisah 
20:34-35). Dengan demikian ia menggunakan kebebasannya sebagai pengikut 
Kristus, bahwa tak satupun boleh menghalang-halangi (ayat 23), bahwa Injil 
Kristus harus ditawarkan dengan cuma-cuma (ayat 18 bandingkan 2 Korintus 
11:7,9) sehingga tak seorangpun dapat menuduh bahwa Paulus mengajar untuk 
mendapatkan keuntungan pribadi (2 Korintus 6:3). 

Dalam ayat 15, Paulus menekankan bahwa ia tidak pernah mempergunakan satupun 
dari hak-hak seorang rasul/ pekabar Injil yang lazimnya menerima sesuatu dari 
jemaat untuk menyokong kehidupannya (1 Korintus 9:13), ia bahkan tidak menuntut 
upah atau dukungan materi dalam bentuk apapun (ayat 12). Paulus lebih memilih 
kemerdekaannya sehingga ia tidak pernah menjadi beban finansial bagi jemaatnya 
yang manapun (lihat 2 Korintus 11:7-11; 12:13; 1 Tesalonika 2:9, 2 Tesalonika 
3:8). 

Memberitakan Injil tanpa upah adalah pilihan Paulus untuk menjaga diri agar ia 
tetap murni dalam pelayanan yang mencintai ("amateur"), bukan karena profesi. 
Hal ini tentu saja bukan merupakan prinsip yang harus dikenakan kepada semua 
orang yang memberitakan Injil. Karena tindakan Paulus ini lebih merupakan sikap 
sukarela dari orang yang sekalipun berhak memperoleh sokongan, namun ia lebih 
memilih melayani Allahnya dengan cuma-cuma tidak menerima upah : 

"Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku 
tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil" (1 Korintus 9:18) 


Penolakan kepada "upah" adalah kegirangan bagi Paulus dalam mengabarkan Injil 
Kristus. Tuhan Yesus pernah mengatakan kepada murid-murid-Nya yang sedang 
bersiap-siap keluar melaksanakan misi mereka "...Kamu telah memperolehnya 
dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma" (Matius 10:8). 
Maka dalam hal ini sikap pribadi Rasul Paulus adalah sebagai cerminan bahwa ia 
menolak mengkompromikan Injil Kasih Karunia yang cuma-cuma itu dengan kegiatan 
pengabaran Injil yang menerima "upah". Sikap ini juga merupakan suatu 
penolakan/ ketidak-sukaannya terhadap suatu anggapan bahwa kesalehannya 
hanyalah kesalehan professional dimana seseorang menggantungkan nafkahnya dari 
situ. Maka ia melepaskan hak-haknya, dan ia memilih untuk menjadi seorang 
"amateur" dalam pekabaran Injil. Hal itu akan membuatnya lebih baik di mata 
banyak orang, dibandingkan para pengajar di zamannya, yaitu para filsuf moral 
yang mengajar dengan mendapat upah. 

Idealisme yang dimiliki Rasul Paulus, meski keras, dan tidak bisa diterapkan 
kepada semua pelayan Tuhan, namun sikapnya ini bisa kita lihat sebagai suatu 
teladan yang baik. Barangkali kita sering kagum terhadap artis-artis rohani 
yang pandai menyanyi, bermusik, menciptakan lagu, menjual CD mereka, giat 
berkeliling dari satu gereja ke gereja lain, dari satu KKR ke KKR lain, dan 
kita memandang mereka "saleh", namun apakah kesalehan itu pasti besifat 
"amateur" (mencintai Tuhan) atau sekedar tuntutan "dapur" (professional), 
demikian juga para pengkhotbah masa kini, yang menuntut ini itu jika diundang 
datang berkhotbah, ticket pesawat first/ business class, akomodasi yang lux, 
penentuan honor minimum, apakah mereka saleh secara "amateur" atau hanya 
"saleh" dalam ranah profesi? Ini sulit ditentukan, karena orang yang 
bersangkutan sendirilah yang bisa menilai. 

Sebagaimana Paulus yang juga memandang bahwa seorang penginjil mempunyai hak 
mendapat sesuatu untuk menopang kehidupannya (1 Korintus 9:13), maka seandainya 
ada diantara kita seorang penginjil yang secara profesi bergantung nafkah dari 
situ, ia harus menjadi seorang yang "professional amateur", yaitu seorang yang 
professional yang tetap mencintai pelayanannya kepada pekerjaan-pekerjaan 
Tuhan, sebagai hamba-hamba yang setia melayani "Tuan" kita di Surga. 

Namun, pekerjaan-pekerjaan "gerejawi" itu seringkali hanya merupakan urusan 
duniawi, yang digunakan sebagai cara untuk mendapatkan kedudukan, tujuan, 
ambisi kekuasaan, ambisi untuk tampil/ popularitas dan nafkah pribadi 
seseorang. Dalam keadaan kemikian mereka mengikat-diri pada pelayanan secara 
professional saja tanpa cinta. Jikalau demikian apakah itu boleh disebut 
sebagai suatu pelayanan yang meng-hamba?. Dari kegiatan Paulus dalam 
penginjilannya "yang menolak upah", maka Paulus dengan sangat merdeka tanpa 
beban, sehingga ia dapat mengajarkan suatu kebenaran untuk menyampaikan 
otokritik terhadap pelayan-pelayan Tuhan dimasanya yang disamping melayani 
Tuhan tetapi juga berambisi terhadap mamon, ia menegor orang-orang yang 
"menjajakan" Firman Allah (2 Koritus 2:17). Kesalehan mereka bukan "amateur" 
(yang mencintai), tapi sekedar kesalehan professional! 

Allah berkenan kepada seorang yang "amateur" yang sungguh mencintai-Nya dalam 
segala keadaan. Seperti pelayanan Paulus sebagai dampak suatu pertobatan yang 
total, setia dan menjadi "amateur" sampai mati (2 Timotius 4:7). 



Amin. 



Blessings in Christ, 
Bagus Pramono 
October 26, 2007


http://portal.sarapanpagi.org/renungan/kesalehan-professional-dan-kesalehan-amateur.html

<<heart.jpg>>

Kirim email ke