THE ISLAMIC INVASION Belakangan ini banyak pertanyaan diajukan mengenai beredarnya fotokopi buku Robert Morey: 'THE ISLAMIC INVASION, Confronting the World's Fastest Growing Religion' (Harvest House Publishers, Eugene, 1992). Pertanyaan juga diajukan oleh saudara/i dari kalangan Islam, karena itu rasanya perlu dibahas kembali di sini agar kita tidak diombang-ambingkan oleh buku yang bisa memanaskan situasi.
Dari judul buku itu sudah bisa diraba bagaimana isi buku itu, yaitu membuka konfrontasi menghadapi agama Islam yang disebutnya sebagai agama yang berkembang paling pesat di dunia dan sedang menyerbu negara-negara yang secara tradisional disebut Kristen seperti di Inggeris, negara-negara Eropah, dan masakini di Amerika Serikat. (Sebenarnya di Indonesia sebaliknyalah yang terjadi berbeda dengan negara-negara Barat yang telah mengalami 'post christian era'). Buku itu memberi kesan kuat adanya anggapan seakan-akan Barat = Kristen dan Arab = Islam, dan Islam = kultur Arab (h.20). Pemikiran yang bersifat stereotip terlihat dari beberapa kesimpulan Morey, yaitu: bahwa 'Arab sebagai keturunan Abraham melalui Ismael' adalah sebuah mitos dan rasisme Arab (h.23); Islam = tradisi kekerasan (h.38); Allah adalah murni istilah Arab berkaitan dengan dewa Arab (h.48) atau tepatnya Moon God (h.50). Kemudian Allah dibandingkan dengan 'the God of the Bible' (h.57), dan bahwa 'Allah' baru digunakan dalam Alkitab berbahasa Arab pada abad-9 setelah Alkitab selesai ditulis karena pada masa itu kekuatan Arab sudah mendominasi kawasan Timur Tengah sehingga para penerjemah Alkitab Arab tunduk pada tekanan politik dan agama dan menggunakan nama 'Allah' dalam Alkitab Arab (h.64). Sayang sekali Morey sekalipun mengutip banyak sumber kurang menulis buku itu dengan argumen ilmiah tetapi menulisnya secara singkat/fragmentaris dan banyak komentar tentang Islam diambil dari pembicaraan dengan para amatir seperti supir taxi, pendengar ceramah atau siaran TV-nya. Buku teologia Kristen dan Arab yang berlawanan dengan teorinya praktis tidak dibahas. Superioritas Barat atas Arab/Islam melekat kuat dalam diri Morey sehingga dalam tulisannya ia mengagungkan kultur Barat dan melecehkan kultur Arab. Ia lupa bahwa Arab sudah lama maju dan menerjemahkan karya filsafat Yunani yang membuka mata Barat melalui interaksi Perang Salib dimana naskah itu dikenal kembali oleh Eropah, bahwa Barat menggunakan angka yang dikembangkan orang Arab, dan banyak juga orang Arab yang beragama Kristen. Sayang Morey juga tidak membahas mengapa gereja Roma Katolik begitu sarat kultur Roma abad pertengahan (misalnya dengan hadirnya kurban misa, relikwi, patung, saturnalia) yang membungkus ibadat Kristen. Adanya masa kegelapan Eropah tentu tidak bisa dijadikan kesimpulan umum bahwa 'agama Kristen itu gelap', demikian juga kultur masa jahiliah tentu tidak bisa dijadikan kesimpulan umum bahwa agama 'Islam' itu identik dengan budaya jahiliah sekalipun ada pengaruhnya, padahal sumber Islam sendiri berbicara mengenai diimaninya kembali kepercayaan Hanif Abraham menggantikan dominasi jahiliah. Bahwa dalam sejarahnya agama Islam memiliki kultur kekerasan, itu tidak membuktikan bahwa agama Islam itu agama kekerasan, sebaliknya walau Alkitab Kristen berbicara mengenai kasih (PB) itu tidak menjamin bahwa kultur Kristen itu kasih. Indonesia menjadi mayoritas beragama Islam karena datangnya orang-orang Sufi Islam yang datang dengan damai sehingga menarik banyak orang, ini berbeda dengan kedatangan misi Kristen yang seiring dengan kolonialisme yang membawa senjata. Sejarah kultus Kristen tidak sepi kekerasan, sejak perebutan jabatan keUskupan/kePausan sampai perang Salib kita mengenal kekerasan dalam kultur Barat Kristen, demikian juga sejarah kontra Reformasi dengan inkwisisi dan perang hugenotnya menunjukkan bahwa kultur Barat Kristen bisa sadis juga. Kultur Barat Kristen tidak sepi kekerasan seperti para radikal dan teroris beragama Kristen yang melakukan terorisme di Amerika Latin, IRA di Irlandia, Basque di Spanyol, dan Karen di Birma. Perang Irak sekarang menunjukkan fakta aktual kenyataan kultur kristen. Sentimen anti Arab/Islam yang tebal membuat Morey kehilangan obyektivitasnya dan menganggap bahwa 'bangsa Arab' itu bukan keturunan Abraham dan sekedar mitos dan rasisme Arab. Sayang Morey menutup mata terhadap buku teologi klasik yang menyebutkan, bahwa: "orang Arab mencakup keturunan Aram (Kej.10:22), Eber (Kej.10:24-29), Abraham dari Keturah (Kej.25:1-4) dan dari Hagar (Kej.25:13-16). . . . Keturunan Yoktan (anak Eber) mencakup beberapa suku Arab (Kej.10:26-29)." (Interpreters Dictionary of the Bible, vol.I, h.182. Baca juga The New Bible Dictionary, h.54; Cyrill Glasse: Ensiklopedia Islam, h.49-50; dan Ensyclopaedia Britannica di bawah kata 'Arabia.'). Dari jalur keturunan ini kita mengerti bagaimana 'Allah' merupakan perkembangan dialek Arab untuk menyebut 'El Semitik'. Tulisan Morey bahwa Allah adalah murni istilah Arab berkaitan dengan dewa Arab atau Moon God, didasarkan anggapan bahwa Arab adalah clan yang terisolir, dan mengabaikan bahwa kata 'Arab' sendiri berarti 'nomad' (pengelana) sehingga hubungan dengan negara tetangga sudah lama terjadi baik dengan Babel, Mesir, maupun Palestina yang lebih dekat, demikian juga diabaikan bahwa Arab itu punya akar sejarah yang adalah Abrahamik, Hebraic, dan Semitic dimana nama Sesembahan yang pertama disebut El/Elohim dalam dialek Ibrani, Alaha dalam dialek Aram Siria (Peshita) dan Allah dalam dialek Arab. Ini ditolak demi menyudutkan masa jahiliah sebagai dasar agama Islam. Suku Ibrahimiyyah dan Ishmaliyyah masih memiliki orang 'hanif' yang mempercayai agama 'monotheisme Abraham' dan tidak terpengaruh penyembahan berhala masa jahiliah. Membesarkan pengaruh dewa Babel pada kultur Arab tetapi memutus hubungan dengan nenek moyangnya jelas tidak jujur. Morey menyebut lambang 'bulan sabit' menunjuk pada 'moon God' (h.51). Faktanya Sumber Islam menyebut bahwa Hubal (dewa bulan) dibawa dari Siria ke Arab pada zaman jahiliah, dan lambang bulan sabit baru muncul di Turki (bukan Arab) 800 tahun kemudian oleh penguasa Otoman yang mengadopsinya dari Byzantium. Di Byzantium bulan sabit merupakan lambang kemenangan karena kemunculannya yang tiba-tiba menyelamatkan Byzantium dari serangan mendadak musuh di malam gelap. Lambang ini kemudian digunakan pada bendera negara, diletakkan di atas kubah mesjid, dan dijadikan lambang 'red crescent' di Turki dan ditiru beberapa negara Islam lainnya. Bagi Islam, bulan sabit (hilal) adalah petunjuk ritme waktu. Muhammad mengatakan: "Wahai bulan sabit yang indah dan bulan sabit petunjuk, keyakinanku teguh kepada Dia yang telah menciptakanmu." (Glasse: Ensiklopedia Islam, h.64). Sejarah Ibrani sendiri tidak lepas dari kemerosotan agama, Elohim bahkan Yahweh pernah diidentikkan sebagai 'anak lembu emas' oleh Harun (Keluaran 32:1-5) dan dipopulerkan kembali oleh Yerobeam (I Raja 12:28). Tentu kemerosotan ini tidak perlu menghasilkan kesimpulan bahwa Yahweh berasal dari kultus 'lembu' Babel atau Mesir kuno. Kalau mau diperpanjang ceritanya, ada juga teori diajukan orang bahwa El bahkan Yahweh memiliki asal dewa kafir kuno Mesopotamia. Ingat kultur Ibrani baru berkembang seribu tahun sesudah kultur Babel dan Mesir berkembang. Morey menyebut bahwa "Bila Allah Alquran = God of the Bible, maka konsep mengenai God harus sama setiap butirnya." Ini menunjukkan pencampur-adukkan istilah Allah sebagai 'nama oknum' dan 'pengajaran mengenai Allah' itu. Kalau Allah Al-Quran dibandingkan dengan God Alkitab Inggeris tentu beda aqidahnya, tetapi kita harus membandingkan Allah Al-Quran dan Allah Al-kitab bahasa Arab, disitu kita akan melihat Allah yang sama (semitik, hebraik dan abrahamik) dibalik doktrin/pengajaran/aqidah yang berbeda, demikian juga Allah PL dan PB dapat juga dibandingkan yang jelas menunjukkan perbedaan yang mencolok. Ini tentu tidak otomatis membuktikan bahwa 'Allah PB' tidak sama dengan 'Allah PL' bukan? Pandangan yang menyebut bahwa kata 'Allah' dalam Alkitab Arab baru ditulis pada abad-9 karena tekanan Arab Islam tidaklah akurat, karena sebelum masa jahiliah, orang Kristen & Yahudi Arab, dan Arab Hanif sudah menggunakan istilah 'Allah' (El di Timur Tengah disebut dalam berbagai dialek sebagai Il, Ilu, Ilum, Ila, Ilah, Alaha, El, Elah, dll.) dan juga ditulis dalam inskripsi, dan di Al-Quran sendiri diakui bahwa Orang Yahudi & Kristen sama halnya orang Islam juga menyebut nama 'Allah' yang sama (QS.2:136;12:106,108). Al-Quran ditulis pada abad ke-7. Morey beberapa kali mengutip Ensyclopaedia Britannica, mestinya ia juga mengutip: "Allah. . . . The name's origin can be traced back to the earliest Semitic writings in which the word for god was Il or El, the latter being an Old Testament synonim for Yahweh. Allah is the standard Arabic word for "God" and is used by Arab Christians as well as by Muslims." (di bawah kata 'Allah'). Perlu disadari bahwa ketiga agama Samawi (Semitik: Yahudi, Kristen, Islam) menyembah oknum sesembahan 'El/Allah Abraham' (Idul Adha adalah salah satu ritual Islam yang penting), namun ini tidak berarti bahwa konsep/ajaran/aqidah ketiganya mengenai 'El/Allah' itu sama. Agama Yahudi memiliki konsep mengenai 'El/Allah' itu berdasarkan wahyu & perjanjian yang mereka terima melalui Abraham, Ishak, & Yakub yang tercakup dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kristen memiliki konsep mengenai 'El/Allah' sesuai keyakinan Yahudi, dan juga penggenapannya dalam Tuhan Yesus Kristus yang tercakup dalam Alkitab Perjanjian Baru (Yahudi menolak PB), sedangkan agama Islam mempercayai wahyu sampai perjanjian kepada Abraham ditambah tradisi melalui Ismael dan wahyu kepada Muhammad yang tercakup dalam Alquran. Baik agama Yahudi maupun Kristen menolak klaim Wahyu ini. Umat Kristen di Indonesia jangan sampai terjebak sentimen rasisme yang ditaburkan oleh Robert Morey, seorang fundamentalis kristen Amerika, dalam bukunya 'The Islamic Invasion,' tetapi justru kesamaan nama sesembahan Islam dan Kristen bisa menjadi titik tolak yang baik untuk dialog, bukan untuk menyamakan keduanya, tetapi demi kehidupan bersama yang rukun di Indonesia, sekaligus kesempatan kesaksian mengenai keunikan 'Allah Abraham itu yang digenapi dalam Tuhan Yesus Kristus' menurut keyakinan Kristiani. Akhirnya, misi Kristiani bukanlah untuk melecehkan 'nama Allah' Islam dan pengajarannya (Yang menunjukkan kekurang-tahuan bahasawi, dan bisa menjadi boomerang bagi Kristen Arab & Indonesia. Sampai sekarang ada tujuh versi Alkitab dalam bahasa Arab dan semuanya menggunakan nama Allah untuk menyebut El PL dan Theos PB, dan selama 4 abad Alkitab Indonesia juga menggunakan istilah yang sama karena sudah menjadi kosakata Indonesia. Tanakh dalam bahasa Arab menerjemahkan Elohim sebagai Allah sebaliknya Al-Quran dalam bahasa Ibrani menerjemahkan Allah menjadi Elohim dan tidak ada orang Yahudi, Kristen dn Islam berbahasa Arab yang mempersoalkan), tetapi bagaimana kita mengabarkan 'El/Allah yang sama' itu yang menyatakan diri dalam Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan perjanjian yang diturunkan melalui Abraham, Ishak, Yakub dan yang digenapi dalam Yesus, seperti yang diajarkan dalam Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Itulah kesaksian Kristiani yang tepat di dunia Islam.