Menuai Hikmah lewat Dongeng****

** **

[image: 029.jpg]****

** **

Judul                : Pesantren Dongeng: Melipur Hati, Menikmati Kisah,
Mendulang Hikmah****

Penulis             : Awang Surya****

Penerbit            : Zaman****

Cetakan            : I, 2011****

Tebal                : 224 Halaman****

ISBN                 : 978-979-024-270-8****

Peresensi          : Ahmad Suhendra****


Saat kecil, di antara kita mungkin sering atau pernah dibacakan dongeng
sebelum tidur oleh orang tua. Bahkan, mungkin dongeng itu masih tersimpan
dalam telinga kita sampai sekarang. Namun, anak-anak sekarang sudah jarang
atau bahkan tidak ada yang menikmati dongeng. Kemajuan teknologi membuat
anak-anak terlena dengan permainan produk kemajuan teknologi. Mungkin
dongeng sudah dianggap kuno, sehingga eksistensi dongeng dalam kancah dunia
anak-anak sudah mulai terkikis.****


Tradisi dongeng yang sudah hampir terkikis tampaknya ingin dipopulerkan
kembali oleh penulis buku ini. Awang Surya menyodorkan sosok tokoh-tokoh
yang lugu dan lucu. Dari keluguan ketiga santri kiai Sholeh itu, justru
yang membuat buku ini menarik untuk dibaca. Keempat tokoh tersebut tinggal
di suatu kampung yang bernama Bulusari.****


Di dalam buku ini sebenarnya mbah Sholeh merupakan orang biasa. Dia bukan
ustadz apalagi kiai yang mempunyai beribu-ribu jamaah atau yang memiliki
pesantren dengan ratusan santri. Tapi mbah Sholeh hanya memiliki santri
tiga orang yang selalu hadir untuk shalat berjamaah dengannya. Dan untuk
mendengarkan dongeng yang diutarakan mbah Sholeh. Jadi yang memanggil kiai
kepada laki-laki tua yang hidup sendirian itu hanya tiga orang itu.****


Untuk menyampaikan pesan-pesan dongengnya, mbah Sholeh memiliki mushala di
dekat rumahnya sebagai tempat berdakwahnya. Terkadang warga kampung ikut
berjamaah di sana, tapi di waktu lain para warga berjamaah di masjid desa
Bulusari. Di mushala kecil itulah para santri mengaji kepada mbah Sholeh.
Pengjian yang diajarkanpun bukan ngaji sharaf, nahwu, bahasa Arab-Inggris,
fiqh, ataupun kitab kuning seperti halnya pesantren. Tiga santri itu hanya
mendengarkan dongeng yang disampaikan mbah Sholeh.****


Para santri khusyu’ mendengarkan dongeng setiap selepas shalat magrib.
Ketika mbah Shaleh merasa perlu menyampaikan dongeng kepada para santrinya
maka pengajian dongeng dilaksanakan setelah shalat selain waktu biasanya.
Di tengah asyiknya melantunkan dongeng, para santri terkadang bertengkar
saling beradu omong atau bahkan saling meledek, terutama Sarimin yakni
salah satu santri yang paling ngeyel.****


Satu hal yang mungkin agak mengganjal ketika membaca buku ini adalah cerita
yang terpotong-potong. Walaupun demikian, penulisnya bermaksud
mengedepankan dongeng dibandingkan dengan kisah keempat tokoh yang ada
dalam bukunya.****


Di antara kita mungkin mengira dongeng merupakan cerita fiktif atau mitos
belaka. Namun, dibalik itu terdapat segudang pelajaran atau hikmah yang ada
di dalamnya. Begitu juga dengan dongeng-dongeng yang dituangkan oleh Surya.
Penyuguhan dongeng yang tak lepas dari aktivitas keseharian dalam
bermasyarakat maupun bernegara. Pembaca diajak memahami hidup, dan menuai
banyak hikmah yang harus direalisasikan dalam dongeng yang penuh inspiratif
ini.****


Buku karya Awang Surya ini memberikan percikan energi kehidupan yang
diselingi dengan humor, sehingga pesantren dongeng ini tidak terkesan
menggurui. Di aspek lain, secara tidak langsung karya berjudul ‘Pesantren
Dongeng’ ini mengajak untuk menghidupkan dan melestarikan dunia dongeng di
belantara Nusantara. Dengan demikian, buku ini layak dibaca oleh masyarakat
luas, untuk semua usia.****


* Alumni Fak. Ushuluddin UIN Suka Yogyakarta dan staf pengajar PP.
al-Kamiliyyah, tinggal di Bogor.****



-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/

"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

<<image001.jpg>>

Reply via email to