Sirkuit Jakarta!****

Oleh: Adhie M. Massardi****

Kamis, 12 Juli 2012 , 12:44:00 WIB****

 ****

PEMILIHAN gubernur (pilgub) DKI Jakarta periode 2012-2017 membuka sejarah
baru dalam rezim pemilu di Indonesia. Pertarungan 6 (enam) pasangan calon
gubernur justru ramai hanya di hari H. Tapi menyaksikan perhitungan cepat
(quick count) yang disiarkan langsung sejumlah stasiun TV nasional seperti
menonton pertarungan para racer otomotif di sirkuit balap. Kita hanya
melihat sang racer, pembalapnya, dan bukan merk kendaraan yang mereka
kendalikan.****


Memang, berbeda dengan pilkada di kota atau provinsi lain, di DKI Jakarta,
warna partai, kendaraan para kandidat, juga tokoh-tokohnya, nyaris tak
terdengar, atau tak diperhitungkan sama sekali. Makanya, hari-hari kampanye
sepanjang dua pekan (24 Juni - 8 Juli) berjalan seperti hari-hari biasa.
Tanda-tanda di Ibukota sedang digelar pilgub hanya tampak pada poster,
spanduk dan baliho yang 'mengotori' jalanan.****


Masyarakat Jakarta seperti tak peduli pada proses suksesi kepemimpinan di
daerahnya. Buktinya, kisruh DPT (daftar pemilih tetap), juga masalah dalam
proses pemilu lainnya, yang seharusnya disikapi secara kritis, mengingat di
Ibukota memiliki banyak tokoh dan pengamat pemilu, ternyata tetap berjalan
hingga hari penyoblosan (11 Juli).****


Namun, di luar dugaan, setelah detik-detik pemilihan berjalan di sejumlah
TPS (tempat pemungutan suara), publik, khususnya masyarakat Jakarta,
langsung memfokuskan perhatiannya ke hasil pilgub DKI Jakarta.****


Pilgub Jakarta ternyata memang menarik. Fenomenal. Pertama, karena jumlah
kandidatnya lumayan banyak: Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli (Partai Demokrat),
Hendarji Supandji - Achmad Riza Patria (independen), Joko Widodo - Basuki
'Ahok' Tjahja Purnama (PDIP - Gerindra), Hidayat Nurwahid - Didik J
Rachbini (PKS, PAN), Faisal Basri - Biem Benyamin (independen) dan Alex
Nurdin - Nono Sampono (Golkar, PPP, PDS).****


Faktor kedua, pilgub DKI Jakarta kali ini dimeriahkan oleh hampir semua
lembaga survei yang ada di negeri ini. Beberapa di antaranya ada yang
menghasilkan angka-angka kontroversial, seperti melawan arus publik yang
gandrung perubahan. Bahkan, ada lembaga survei yang yakin incumbent (Foke -
Nachrowi) bakal memenangi pilgub dalam sekali gebrak, satu putaran. Seolah
masyarakat tak mengharapkan Jakarta berubah setelah selama ini bergerak
mundur, terutama jika dibandingkan dengan kota-kota metropolitan di negara
lain.****


Tapi, hasilnya kini, meskipun belum benar-benar final, keinginan masyarakat
Ibukota tercermin dari hasil penghitungan cepat yang sudah dipublikasikan
di media-media massa. Pasangan Jokowi - Ahok mengungguli pasangan yang
dijagokan sejumlah lembaga survei.****


Dari hasil penghitungan sementara pilgub DKI ini, kita juga melihat
fenomena baru: iklan, rekayasa opini publik (survey), mobilisasi birokrasi,
manipulasi DPT, yang di tempat lain bisa sukses memenangi pemilu, di
Jakarta ternyata gagal total. Rakyat tetap menggunakan akal sehatnya dalam
memilih.****


Lebih dari itu, pilgub DKI Jakrta juga membawa kesadaran baru pada kita.
Mekanisme demokrasi dalam rekrutmen kepemimpinan politik seperti arena
balap di sirkuit. Pemilu seharusnya memang menjadi seperti sirkuit balap
otomotif. Artinya, partai politik adalah kendaraannya, sedangkan para
kandidat, baik legislatif, apalagi calon presiden, adalah racer,
pembalapnya.****


Jadi, partai politik yang baik adalah yang pandai memilih racer, menentukan
kandidatnya (baik untuk legislatif, bupati, walikota, gubernur, bahkan
presiden). Pilih yang benar-benar memahami medan, sanggup menukik di
tikungan-tikungan tajam. Pendek kata, sang kandidat tahu persoalan
bangsanya. Bukan kandidat yang sanggup membayar “mahar” paling mahal.****


Sebab, racer yang baik, apalagi kalau ternyata bisa memenangi pertarungan,
akan menaikkan citra (partai) yang dikemudikannya. Itulah sebabnya di dunia
olahraga otomotif, para pembalap (F-1) seperti Fernando Alonso, Sebastian
Vettel, Raikkonen, atau Jorge Lorenzo, Casey Stoner, Valentino Rossi di
dunia MotoGP, menjadi incaran perusahaan otomotif.****


Makanya, kalau pilpres mendatang juga kita jadikan sebagai Sirkuit
Indonesia, niscaya kita akan memiliki RI-1 yang benar-benar mumpuni.
Sehingga bisa bersaing di Sirkuit ASEAN atau di sirkuit internasional
lainnya. Bukan sekedar masinis yang menjalankan kereta sesuai aturan dan
perintah dari luar (asing), bukan atas kehendak rakyat dan perintah
konstitusi...! [***]****

 ****

Sumber:****

http://www.rmol.co/read/2012/07/12/70695/Sirkuit-Jakarta!-****



-- 
http://harian-oftheday.blogspot.com/

"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."

Kirim email ke