Al Qiyadah Kejar Pengikut yang Keluar

TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Aliran Al Qiyadah Al Islamiyah tidak
rela jika ada pengikutnya yang insaf dan keluar dari aliran ini. Yoki
Irawan (19 tahun), mahasiswa semester tiga jurusan teknik industri di
Akademi Komputer (AKAKOM) Yogyakarta mengaku pengikut aliran Alqiyadah
terus mengejar dirinya ketika memutuskan tak aktif lagi.

Pemuda yang mengaku ikut pertemuan hingga 20 kali dalam sepanjang
Oktober-Desember 2006 ini akhirnya memutuskan keluar. "Saya sampai
takut tinggal di kos karena mereka terus mengejar saya ," kata Yoki
kepada Tempo di Yogyakarta pada Jumat (2/11) .

Setiap hari, kata dia, pengikut Al Qiyadah terus memaksa dirinya
mengikuti aliran ini. Padahal dia menjelaskan dirinya tak sepaham
dengan aliran ini. Ketaksepahaman itu, kata Yoki, karena aliran ini
tidak mewajibkan salat pada pengikutnya.

Sebagai penggantinya, mereka diwajibkan salat tahajud. Menurut mereka,
salat bisa dilakukan di mana-mana dan tidak perlu harus menghadap
kiblat. "Kabah adalah batu,
maka kalau menyembah Kabah dianggap musyrik," ujarnya.

Ketika pertama kali bergabung, Yoki diwajibkan mengikuti
TKBK (Tarbiyatul Khos Bil Khos) yakni pendidikan khusus di jenjang
pemula untuk menuju jenjang berikutnya. Seorang yang mengikuti aliran
ini harus mengikuti TKBK karena sebagai syarat untuk diangkat menjadi
pimpinan.

Pemimpin tertinggi dalam aliran ini disebut mawaul ula. "Ketika
seorang menjadi mawaul ula, semua perintahnya harus ditaati dan tidak
boleh ditolak," ujar Yoki.

Menurut Yoki, pengikut aliran ini biasanya bertemu di kawasan Monjali
yang disebut sebagai misbah. Letaknya di pelosok. "Tapi rumahnya
besar," katanya. Yoki juga menyebutkan daerah di belakang Jogja
Economic Center (JEC).

Dosen agama Islam di Akademi Komputer (AKAKOM), Ahmad Saifudin yang
menelusuri aliran ini sejak setahun lalu mengatakan, umumnya misbah
aliran Alqiyadah terletak di pelosok-pelosok. "Masyarakat bahkan tidak
tahu aktivitas aliran ini," katanya.

Lokasi di pelosok-pelosok itu, katanya, karena fase yang dilakukan
oleh aliran ini adalah fase sirron atau dakwah secara
sembunyi-sembunyi. "Terus terang mereka cukup berhasil menjalankan
fase ini," ujarnya. Setiap
fase berlangsung selama enam tahun. Bernada Rurit 

Kirim email ke