Analisa: Bangkrutnya Lehman Brothers dan Nasib Perekonomian AS

Selasa, 16 Sep 08 22:58 WIB

Kirim teman
<http://www.eramuslim.com/berita/send/8916225047-analisa-bangkrutnya-leh
man-brothers-dan-nasib-perekonomian-as.htm> 

 Bangkrutnya Lehman Brothers, perusahaan sekuritas berusia 158 tahun
milik Yahudi ini menjadi pukulan berat bagi perekonomian AS yang sejak
beberapa tahun terakhir mulai goyah. Para analis menilai, bencana pasar
keuangan akibat rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar di
Negeri Paman Sam satu per satu, tinggal menunggu waktu saja. Inikah
tanda-tanda kehancuran sebuah imperium, negara adi daya bernama Amerika
Serikat?

Krisis Terburuk

Pernyataan bangkrutnya Lehman Brothers hari Senin kemarin, langsung
mengguncang bursa saham di seluruh dunia. Dalam pembukaan perdagangan
hari Selasa (16/9), bursa saham di kawasan Asia seperti di Jepang,
Hongkong, China, Asutralia, Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan,
mengalami penurunan antara 2 sampai 7 persen. Termasuk bursa saham di
kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara.
Tak terkecuali di AS sendiri, para investor di Bursa Wall Street
mengalami kerugian besar, bahkan surat kabar New York Times menyebutnya
sebagai kerugian paling buruk sejak peristiwa serangan 11 September
2001.

Mantan Kepala Federal Reserve Alan Greenspan mengatakan, krisis keuangan
yang terjadi di AS merupakan krisis keuangan terburuk yang pernah ia
saksikan dan masih berlangsung dalam jangka waktu lama. Ia meyakini
krisis ini akan makin mendalam yang bisa mengakibatkan resesi ekonomi di
AS. "Kemungkinan AS bisa lolos dari resesi ekonomi sangat kecil, di
bawah 50 persen, " kata Greenspan dalam wawancara dengan ABC News hari
Minggu kemarin.

Pernyataan Greenspan bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan
Presiden AS George W. Bush dan jajaran pejabat perekonomiannya. Bush
mengatakan, apa yang terjadi saat ini cuma penyesuaian kecil dan ia akan
bekerja keras untuk meminimalkan dampaknya guna mencegah terjadinya
kekacauan ekonomi.

"Saya percaya perekonomian negeri ini akan bergairah kembali. Dalam
jangka pendek, penyesuaian di pasar finansial akan terasa sangat
menyakitkan. Tapi dalam jangka panjang, saya percaya pasar modal kita
sangat fleksibel dan mampu menyesuaikan diri dengan penyesuaian ini, "
kata Bush yakin.

Sementara Menteri Keuangan AS Henry Paulson mengatakan, dirinya akan
bekerjasama dengan dewan legislatif AS dan otoritas keuangan di berbagai
negara untuk memulihkan "stabilitas dan ketertiban" di pasar modal AS
setelah krisis yang menimpa.

Namun para analis bersikap skeptis dengan optimisme Bush dan para
pejabat perekonomiannya. "Orang-orang di pemerintahan tidak paham apa
yang dialami rata-rata rakyat Amerika. "Mereka saat ini dalam kondisi
sangat tertekan. Rumah-rumah mereka sudah tidak ada harganya lagi,
mereka terlilih hutang kartu kredit, " kata Israel Adelman, seorang
trader dari perusahaan Fordham Financials di Wall Street.

Kepala ekonom di The Saudi British Bank (SBB), John Sfakianakis
mengatakan, krisis perbankan yang terjadi di AS menunjukkan bahwa tak
ada satu pun institusi finansial yang sempurna dan AS perlu segera
memperbaiki regulasinya.

Ia juga mengatakan bahwa sentimen negatif akibat krisis itu akan
berlanjut dan tantangan bagi insitusi keuangan adalah bagaimana mereka
menjaga kesehatan finansial perusahaannya."Waktu akan menunjukkan apakah
sebuah institusi keuangan bisa keluar dari krisis ini, " kata
Sfakianakis.

"Mereka yang pesimis meyakini situasi pasar modal akan lesu sampai tahun
2009 nanti dan baru akan bangkit kembali pada tahun 2010. Harus diakui,
menyeimbangkan antara kepanikan dengan kepercayaan pasar bukan hal yang
mudah. Sikap pemerintah AS yang menolak memberikan kucuran dana buat
Lehman menunjukkan bahwa otoritas AS tidak mau menolong
perusahaan-perusahaan yang bermasalah, " sambungnya.

Krisis keuangan yang terjadi saat ini juga memicu tanda tanya soal
moralitas para bankir dan pemegang saham. Ketika kondisi sedang bagus,
mereka jor-joran memberikan modal pada masyarakat kelas atas, menerima
gaji, bonus dan keuntungan yang sangat besar. Tapi ketika kondisi
keuangan sedang dilanda krisis, para bankir dan pemegang saham seolah
lepas tangan dan membebankan tanggung jawabnya pada pembayar pajak.

Dampak paling nyata dari bangkrutnya Lehman Brothers adalah meningkatnya
jumlah pengangguran di AS, bahkan di berbagai belahan dunia. Di seluruh
dunia, jumlah pegawai jaringan perusahaan Lehman Brothers mencapai
25.000 orang. Pada bulan Agustus 2008, Lehman sudah mengumumkan akan
memecat 5 persen dari jumlah pegawainya atau sekitar 1.500 orang.

Sebelum Lehman, sejumah perusahaan di AS sudah melakukan pemangkasan
karyawan. Misalnya perusahaan penerbitan koran Gannett Co. Inc.
menyatakan akan merumahkan 600 karyawannya dan Ford Motor Co. akan
megurangi 300 orang karyawannya. Para analis mempekirakan tingkat
pengangguran AS sampai pertengahan tahun 2009 akan meningkat dari 5, 7
persen menjadi 6, 5 persen. Bertambahnya pengangguran berarti
bertambahnya beban perekonomian pemerintah.

AS Diambang Kehancuran?

Setelah Lehman Brothers, kebangkrutan masih menghantui
perusahaan-perusahaan di Wall Street. Apalagi sejumlah perusahaan
finansial yang selama ini dipercaya kuat juga mengalami kesulitan
keuangan. Perusahaan pesaing Lehman, Merrill Lynch misalnya, sudah
diambil oleh pemerintah AS. Perusahaan raksasa lainnya, American
International Group (AIG)-salah satu perusahaan asuransi terbesar di
dunia-saat ini juga sedang mencari pinjaman sebesar 40 milyar dollar.

Sejumlah analis berpendapat, inilah detik-detik kehancuran ekonomi
negara adidaya AS. Negara yang menganut sistem ekonomi neo-liberal dan
menancapkan ekonomi imperialisnya ke berbagai belahan negara, akhirnya
ambruk juga.

"Esensinya, riwayat Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi global
sudah tamat, " kata Max Keiser, seorang analis pasar di Paris.

"Sejarah dollar AS sebagai mata uang cadangan dunia sudah selesai dan
kita akan melihat negara lain yang akan muncul sebagai kekuatan baru,
yang paling memiliki peluang besar adalah negara China, " papar Keiser.

Menurutnya, krisis keuangan yang menghantam AS sebenarnya sudah
diprediksi. AS yang menganut sistem keuangan neo-liberal secara bebas
memberikan kredit. Tiba-tiba, ketika kredit tak tersedia sejak musim
panas kemarin, bank-bank mulai kelimpungan.

Tapi, kata Keiser, skenario "kiamat" ini tidak akan terjadi di
negara-negara berkembang yang memiliki sumber minyak seperti di Timur
Tengah atau negara-negara yang masyarakatnya memiliki dana simpanan yang
besar, seperti di China.

"Skenario kiamat ini hanya akan terjadi di AS dan Inggris, di mana
masyarakatnya hidup dari uang pinjaman dari generasi ke generasi, "
tukas Keiser.

Hal serupa diungkapkan Andrew Critchlow, redaktur pelaksana Dow Jones
Timur Tengah yang berbasis di Dubai. "Saya pikir ini adalah saat-saat
yang menentukan bagi perekonomian dunia, bagi AS, bagi kita semua, yang
akan selalu diingat sepanjang hidup kita, " kata Andrew.

Ia menyamakan krisis keuangan di AS saat ini dengan kondisi era tahun
1920-an, ketika masyarakat dunia mengalami apa yang disebut Great
Depression. Secara teknis, bisnis perbankan dan keuangan sudah tidak
berjalan.

"Yang paling mengkhawatirkan jika kondisi ini benar-benar menghantam
perekonomian riil, menghantam orang-orang di jalan. Mereka tidak punya
uang lagi, tidak punya pekerjaan dan berpotensi akan kehilangan
rumah-rumah mereka juga, " sambung Andrew.

Allister Heath, editor surat kabar finansial London's City A.M
menambahkan, ketika bank-bank besar seperti Lehman mengalami
kebangkrutan, yang terkena dampaknya juga masyarakat kecil, termasuk
para pensiunan yang mempercayakan uang pensiunnya diinvestasikan di
bursa-bursa saham yang kebanyakan ditanamkan di sektor perbankan. Selain
itu, kata Heath, ribuan orang juga akan menjadi pengangguran.

Pada akhirnya, situasi ini akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat
pada lembaga keuangan termasuk pada pemerintah dengan sistem
perekonomian neo-liberalnya yang ternyata rapuh. Sebuah gambaran yang
tragis bagi sebuah imperium bernama AS, yang selalu sesumbar dengan
sistem perekonomian kapitalis yang disebarkannya ke seluruh dunia,
ternyata tak mampu menolong perekonomian di negerinya sendiri ketika
terancam kebangkrutan. Bagaimana, masih silau dengan gemerlapnya Amerika
Serikat?(ln/berbagai sumber)

<<bageri_d20080915120307265(1).jpg>>

Kirim email ke