Fardu Kifayah

Hari itu hujan rintik-rintik, pengumuman dari masjid terdengar bahwa salah satu 
warga RT sebelah ada yang meninggal dunia. Karena rumah tidak jauh dari masjid 
saya sempatkan untuk turut serta mensholatkan mayit. Terlihat pak Hendi sedang 
asyik bermain dengan anaknya, " Pak Hendi mau kemasjid sama saya ?"  tanya 
saya, kebetulan payung yang saya bawa agak lebar, " Terimakasih pak, gak usah,  
kan yang sholatin udah banyak jadi kewajibannya sudah gugur toh, salam aja sama 
yang lain ya " serunya dari balik pintu.

Mayoritas ulama memang sepakat menetapkan sholat jenazah sebagai fardu kifayah. 
 Secara garis besar makna fardu kifayah adalah  suatu perkara wajib yang harus 
dilakukan oleh sekelompok orang (masyarakat umum), apabila perbuatan itu 
dilaksanakan oleh sebagian orang dari kelompok masyarakat itu maka gugurlah 
kewajiban atas masyarakat lain disekitarnya. Jika kita lihat makna dasar 
sesuatu yang wajib atau fardu yaitu di kerjakan berpahala dan di tinggalkan 
berdosa maka sebenarnya istilah ini menjadi tampak rancu jika pengetahuan atau 
informasi telah sampai.

Jika kita telah mengentahui bahwa ada orang lain yang mengerjakan fardu kifayah 
 maka tentu hukumnya bukan lagi bersifat wajib atau fardu bagi kita jika kita 
melaksankannnya tetapi jadi sunnah, dengan kata lain kewajiban itu jatuh ketika 
kita tidak mengetahui keberadaan orang yang akan melaksanakannya, dan 
pertanyaan lanjutan apakah sama posisi meninggalkannya secara sengaja dengan 
meninggalkannya tanpa sengaja ? 

Islam tidak pernah mempersulit ummatnya dalam menjalankan perintah agama, akan 
tetapi mencari-cari jalan termudah juga bukanlah cara bijaksana. Di beberapa 
artikel sebelum ini pernah saya kutip ucapan Ustadz Najib, guru tempat saya 
menggali secuil ilmu dan kali ini saya coba mengutip kembali bahwa manusia itu 
di hijab oleh dua hal yang pertama oleh ego atau hawa nafsunya yang kedua oleh 
pengetahuan atau akalnya

Rasulullah SAW pernah bersabada "Tidak ada kemelaratan yang lebih parah dari 
kebodohan dan tidak ada harta (kekayaan) yang lebih bermanfaat dari 
kesempurnaan akal. Tidak ada kesendirian yang lebih terisolir dari ujub (rasa 
angkuh) dan tidak ada tolong-menolong yang lebih kokoh dari musyawarah. Tidak 
ada kesempurnaan akal melebihi perencanaan (yang baik dan matang) dan tidak ada 
kedudukan yang lebih tinggi dari akhlak yang luhur. Tidak ada wara' yang lebih 
baik dari menjaga diri (memelihara harga dan kehormatan diri), dan tidak ada 
ibadah yang lebih mengesankan dari tafakur (berpikir), serta tidak ada iman 
yang lebih sempurna dari sifat malu dan sabar". (HR. Ibnu Majah dan 
Ath-Thabrani) 

Salam  

David 
www.sebuahtitik.blogspot.com 

Kirim email ke