---------- Forwarded message ----------
From: Yanti <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Dec 14, 2006 12:08 PM
Subject: Fw:  Api Lapindo Berlafal Allah dan Kuda Laut
To: "[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>, ardy <[EMAIL PROTECTED]>, arya <
[EMAIL PROTECTED]>, vici anggara <[EMAIL PROTECTED]>, faisal <
[EMAIL PROTECTED]>, pandawa <[EMAIL PROTECTED]>, yordan <
[EMAIL PROTECTED]>, dito <[EMAIL PROTECTED]>, agus <
[EMAIL PROTECTED]>


----- Original Message -----
From: "Citra Andin" <[EMAIL PROTECTED]>
To: "NIA" <[EMAIL PROTECTED]>; "Marisca" <[EMAIL PROTECTED]>; "OKI"
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; "Uffie"
<[EMAIL PROTECTED]>; "Yanti" <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, December 14, 2006 11:29 AM
Subject: Api Lapindo Berlafal Allah dan Kuda Laut




Api Hijaz dan Lumpur Sidoarjo
Tak satupun pakar gelologi tahu kapan lumpur Lapindo berhenti. Toh, kita
semua tak pernah mengambil pelajaran berharga darinya

oleh Dzikrullah

http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3928&Itemi
d=59


Catatan Sejarah kota Madinah: Selasa, malam Rabu, 3 Jumadil Akhir 654
Hijriyah. Enam abad lebih sesudah Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa
sallam wafat. Dini hari sudah menjelang habis, tapi subuh masih agak jauh,
ketika warga kota Madinah dibangunkan dari tidurnya karena ada suara
menggelegar, yang disusul terjadinya gempa besar mengguncangkan tanah,
dinding, atap, kayu, dan pintu. Kejadian itu berlangsung selama 3 hari
berturut-turut sampai hari Jumat tanggal 5 bulan tersebut.

Kemudian muncul api raksasa di Harrah dekat Quraizah, di pinggiran
Madinah.
Orang-orang yang tinggal di pusat kota bisa melihat api yang mengamuk itu
dari rumahnya, seakan ada di samping mereka, karena begitu dekatnya. Lidah
apinya lebih besar dari tiga buah menara. Api itu kemudian dilaporkan
mengalir ke wadi (oase) Syahza seperti air yang mengalir di sungai, dan
akhirnya api itu menghentikan aliran air di wadi Syahza sehingga tidak
mengalir lagi.

Sesudah api menyebar tiba-tiba gunung-gunung batu di sekitar Madinah
berubah
menjadi lautan api, sehingga menutup Herat yang merupakan jalur haji dari
arah Iraq. Api itu terus merambat sampai ke Herat dan berhenti, lalu api
itu
kembali menjalar ke arah timur. Dari tengah-tengah api muncul bukit-bukit
api yang melahap batu-batu.

Seorang 'alim Madinah pada masa itu, Abu Syamah, atau nama lengkapnya Imam
al-'Allamah al-Hafizh Syihab ad-Din Abu Syamah al-Maqdisi menulis sebuah
catatan yang dua abad kemudian dikutip oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya
Al-Bidayah wan-Nihayah:

"..dari api itu muncul oase api seluas 12 mil, panjang 4 mil, dan
dalamnya
1,5 kaki. Api itu menjalar di muka bumi dan memunculkan  bukit-bukit
kecil,
dan merambat di permukaan tanah sehingga batu-batu  meleleh.."

Abu Syamah menutup catatannya yang sangat panjang dengan kalimat ini..

"..Ada keanehan-keanehan yang tak dapat saya jelaskan kepadamu secara
detil. Matahari dan bulan mengalami gerhana sampai sekarang. Saat surat
ini
ditulis, api sudah terus menyala selama sebulan, dan tetap di  tempatnya,
tidak maju, tidak mundur..."

Sahabat Abu Syamah, seorang hakim di Madinah yang juga hidup di masa itu,
memiliki catatannya sendiri tentang peristiwa dahsyat itu. Beliau bernama
Syeikh Syams ad-Din ibn Sinan ibn Abd al-Wahhab ibn Namilah al-Husaini.
Begini catatan beliau:

"Aku pergi menemui Emir (walikota) Madinah dan berkata kepadanya,  "Kita
telah dikepung azab. Kembalilah kepada ALLAH! Bebaskan semua
milik-milik-Nya dan kembalikan harta-harta mereka!" Ketika Emir  melakukan
hal itu, aku berseru, "Turunlah bersama kami saat ini ke  (makam) Nabi
SAW!"
Lalu ia turun dan kami bermalam pada malam  Sabtu bersama semua pria,
wanita, dan anak-anak. Tak seorangpun di  desa atau di Madinah kecuali
berada di samping Nabi SAW. Kemudian api  merambat sampai ke lembah
Ajilain
dan menutup jalan...

Surat ini dibuat pada tanggal 5 Rajab (sebulan lebih 2 hari sejak api itu
muncul).."

Catatan lain yang dipetik Abu Syamah berasal dari seorang tokoh Bani
al-Kasyani, suatu kabilah di Madinah. Mereka menulis:

".. Orang-orang berdatangan ke Masjid Nabawi. Mereka berkumpul  semuanya
dan
berpasrah diri kepada ALLAH... Pada saat itu orang-orang  sudah yakin akan
turunnya azab. Pada malam itu manusia semuanya  shalat, membaca Al-Qur'an,
ruku' dan sujud, berdoa kepada ALLAH,  menyesali dosa-dosanya,
beristighfar
dan bertaubat..�

Seorang 'alim di Basrah, Syam, bernama Shadr ad-Din Ali ibn Abu al-Qasim
at-Tamimi al-Hanafi, ketika peristiwa besar ini terjadi baru berusia 12
tahun. Kelak ia menjadi 'alim terkemuka di Damaskus. Ia menulis, "Aku
mendengar seorang badui memberitakan kepada ayahku di Basrah pada
malam-malam tersebut, bahwa mereka melihat punuk-punuk unta yang terkena
cahaya api yang muncul di tanah Hijaz."

Banyak ulama di masa itu dan sesudahnya berkesimpulan, bahwa api raksasa
yang muncul di Hijaz begitu besarnya sampai menerangi punuk-punuk unta di
Basrah, yang jaraknya sekitar 2 bulan perjalanan dengan unta, adalah salah
satu kebenaran kabar yang pernah disampaikan Rasulullah SAW.

Shahabat beliau Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu meriwayatkan, bahwa
Rasulullah SAW bersabda,

"Kiamat tidak akan terjadi sampai keluar api dari tanah Hijaz, menerangi
punuk-punuk unta di Basrah." (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

"Umar Sulayman al-Asyqar, seorang 'alim yang hingga kini masih aktif
mengajar dan produktif menulis di Damaskus, memasukkan "Api Hijaz"
sebagai
salah satu dari empat tanda kiamat yang sudah terjadi dan tidak akan
terulang lagi (Keempat tanda itu: diutus dan wafatnya Rasulullah SAW.;
terbelahnya bulan; api di Hijaz yang menerangi punuk-punuk unta di Basrah,
dan; terhapusnya jizyah atau pajak untuk orang kafir dzimmi, yang tidak
memerangi Islam).

Sekarang kita beralih ke Sidoarjo. Enam bulan yang lalu, tepatnya 29 Mei
2006, sebuah sumur gas yang sedang dieksplorasi di kecamatan Porong,
menyemburkan lumpur panas-beracun. "Judulnya rakus," kata seorang ahli
perminyakan, mengomentari kelakuan PT Lapindo Brantas yang sudah tahu ada
lapisan lumpur masif tapi memaksakan alatnya hendak menjangkau kandungan
gas
ratusan meter di bawah lumpur. Sekitar 1500 warga desa Renokenongo segera
dievakuasi karena lumpur itu membanjiri rumah dan tanah mereka. Dalam
jangka
waktu 12 hari jalan tol paling vital di Jawa Timur, kilometer 8 ruas
Gempol-Sidoarjo yang merupakan jalur utama pengangkutan barang dari
kawasan
Selatan menuju pelabuhan Tanjung Perak ditutup karena diluberi lumpur.
Pada
akhir bulan Juni 2006 warga yang terpaksa mengungsi sudah berjumlah 6138
jiwa. Sesudah itu, tanggul demi tanggul yang dibuat untuk menahan luapan
lumpur jebol. Puncaknya pekan lalu, tanggul yang menahan lumpur agar tak
luber lagi ke jalan tol jebol lagi. Bahkan, pipa gas pertamina yang ada di
sisi jalan tol patah dan meledak dahsyat. Belasan orang, baik petugas
maupun
pengguna jalan tol, tewas. Sebagian tenggelam oleh 'tsunami' lumpur.

Tim gabungan ITB, UGM, dan ITS (pusat-pusat kehebatan teknologi manusia
Indonesia) bulan Agustus lalu menyimpulkan, lumpur itu berasal dari
pegunungan lumpur (mud mountain) yang ada di bawah Porong. Pegunungan itu
lebarnya 20 km dan panjangnya 200 km. Puncak pegunungan lumpur itu
berkisar
antara 600-1000 meter di bawah permukaan tanah Porong. Tidak ada profesor
geologi manapun di Indonesia yang tahu kapan lumpur itu akan berhenti
menyembur. Pertama kali menyembur, lumpur itu keluar 5000 meter kubik per
hari. Pada akhir tahun ini, diperkirakan volume banjir lumpur akan
melebihi
10 juta meter kubik. Dua kali lebih banyak dari volume kubah lava puncak
Merapi. Kabarnya juga, setelah diteliti, usia lumpur panas dan beracun itu
lebih tua daripada usia pulau Jawa yang sudah jutaan tahun. Hebatnya lagi,
ternyata pegunungan lumpur seperti di Porong, Sidoarjo ini masih terdapat
di
6 titik lain lagi yang tersebar di seluruh Jawa Timur.

Jawa Timur pelan-pelan melemah, mungkin akan lumpuh. Porong akan
tenggelam,
mungkin akan amblas. Sidarjo dilanda kecemasan.

Win Hendrarso, bupati Sidoarjo, kabarnya sudah berkali-kali menolak dukun
yang menawari jasa mistik dengan bayaran tertentu untuk menghentikan
lumpur
panas-beracun. Beberapa orang ada yang melempar sesajen, entah untuk
siapa,
dengan mantra-mantra syirik ke dalam sumber lumpur.

Bagus, Bupati Hendrarso menolak kemusyrikan, tapi sayangnya, kalimat
tauhid
itu belum lengkap. Menolak segala bentuk ilah, seperti kepercayaan mistik
dan teknologi, sudah mencapai separo kebenaran. Itu akan sepenuhnya
sempurna
benar jika dilanjutkan dengan, hanya meng-ilah-kan ALLAH. Kalimat Bupati
Hendrarso baru sampai, "Laa ilaaha... Tidak ada ilah.." Seyogyanya
disempurnakan dengan, "illaLLAAH... kecuali ALLAH.."

Bertaubat. Memenuhi dada dengan istighfar. Menghentikan semua korupsi dan
penipuan terhadap rakyat. Membagikan semua kekayaan, terutama yang di luar
hak kita. Membuang semua keyakinan kecuali yang bersumber dari ALLAH.
Merevisi semua hukum yang berlawanan dengan tuntunan ALLAH. Mentaati semua
perintah ALLAH. Menghentikan semua kemaksiatan. Merintih kepada ALLAH.
Mengakui bahwa kita tak mampu apa-apa tanpa pertolongan ALLAH.

Peristiwa api Hijaz memberi pelajaran penting. Kita sudah dilibas tsunami
di
Aceh, Sumatera Utara, juga Pangandaran. Kita sudah digentarkan Merapi.
Kita
sudah dihajar gempa di Jogja-Klaten. Kita sudah digelontor banjir bandang
dan longsor mengerikan di Sinjai dan Jember. Banyak lagi. Semua musibah
dan
azab itu spontan. Sebentar sesudahnya kita lupa dan hidup seenaknya lagi.
Mungkin di mata ALLAH bangsa ini dianggap "murid SLB" yang harus diberi
pelajaran agak pelan dan lama, dengan terapi khusus. Maka lumpur panas dan
beracun disemburkan pelan-pelan melahap kebanggaan-kebanggaan kita, sampai
kita tersungkur bersujud.

Tiada daun yang jatuh ke bumi yang kita diami ini yang di luar kendali
ALLAH. Jika kita sudah enggan bersikap tawadhu dan mentaati ALLAH, silakan
kita pergi dari bumi ALLAH, dan carilah tuhan selain ALLAH. *





__________ NOD32 1918 (20061212) Information __________

This message was checked by NOD32 antivirus system.
http://www.eset.com


Kirim email ke