"Sumringahe ati kuwi kareppe Gusti, sumringahe pikir kuwi kareppe rogo."

Kalimat itu yang dinasehatkan kepada saya dua malam yang lalu, entah karena 
kondisi hati saya saat itu atau karena tulisan catatan nasehat-nasehat kakak 
R.A. Kartini yang saya baca, saya kurang tahu tapi mungkin keduanya. Yang jelas 
apa yang dinasehatkan itu membuat saya lebih memahami kondisi saya dan tulisan 
tsb.

Nasehat itu disampaikan dalam bahasa Jawa, terjemahan bebas dalam bahasa 
Indonesia adalah:

"Keceriaan hati adalah yang dikehendaki Allah Swt, keceriaan pikiran adalah 
tuntutan raga / badan."

Di sini ada hati, pikiran dan badan, tiga ornamen yang ada pada kita yang mana 
keadaan ketiganya saling berhubungan erat satu dengan lainnya. Jika satu saja 
sedang bermasalah, maka dua yang lain ikut merasakannya.

Tetapi yang paling berperan adalah hati, apapun keadaan hati akan berpengaruh 
pada pikiran dan jasad.

Hati yang sering dipakai untuk membenci orang lain yang tidak sejalan dengan 
kita maka akan membuat pikiran kita senantiasa berprasangka buruk pada orang 
tsb. Apa yang dia lakukan selalu kita anggap buruk, padahal semuanya pekerjaan 
pikiran kita yang sudah tidak suka padanya. Kalau hati dan pikiran sudah 
begini, maka tangan, mulut, mata, kaki akan mewujudkan apa yang kita pikirkan 
dan apa yang kita rasakan. Mulut mudah mencela, tangan mudah menuding bahwa dia 
buruk, mata melirik sinis, kaki melangkah menjauhinya dsb.

Orang yang sering benci, marah, su'udzon, iri dengki dsb akan lebih mudah lelah 
bahkan sakit. Terbukti ada orang yang check-up ke dokter karena merasakan sakit 
pada badannya, tapi ketika diperiksa normal. Dokter paham ini akibat dari beban 
pikiran dari pasien tsb. Apapun obat yang diberikan tidak akan membantunya 
sebab dia tidak menjaga pikirannya dari memikirkan hal-hal yang tidak 
bermanfaat baginya.

Badan sehat jika pikiran tenang dan ceria. Pikiran yang tenang dan ceria 
diperoleh dengan menjaga hati agar ceria dan senantiasa berbaik sangka.

Ketika keadaan tsb berhasil kita dapati maka kita akan mudah untuk beribadah 
seperti shodaqoh kita tambah ikhlas dsb. Jika orang seperti ini berdakwah maka 
dakwahnya akan diikuti masyarakat karena masyarakat mendapat manfaat darinya 
lewat perkataan dan sikapnya yang lembut serta ke-ringan-tangan-annya membantu 
masyarakat sehingga terkurangi beban masalah mereka. Masyarakat pun mengambil 
ilmu darinya tanpa paksaan, semua senang ketika hati kita senang. Hati yang 
ceria tidak membutuhkan balasan dari apa yang dilakukannya, tidak ada pamrih, 
hanya memberi saja.

"Nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasorake."

-----------
http://majlismajlas.blogspot.com

Kirim email ke