Kasih Ibu Tiada Tara

Oleh : Andrie Wongso 


Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan 
anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu sering 
meratapi nasibnya memikirkan anaknya yang mempunyai tabiat sangat buruk yaitu 
suka mencuri, berjudi, mabuk, dan melakukan tindakan-tindakan negatif lainnya. 
Ia selalu berdoa memohon, "Tuhan, tolong sadarkan anak yang kusayangi ini, 
supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia 
bertobat sebelum aku mati." Tetapi, si anak semakin larut dengan perbuatan 
jahatnya. 

Suatu hari, dia dibawa kehadapan raja untuk diadili setelah tertangkap lagi 
saat mencuri dan melakukan kekerasan di rumah penduduk desa. Perbuatan jahat 
yang telah dilakukan berkali-kali, membawanya dijatuhi hukuman pancung. 
Diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan di depan rakyat desa keesokan 
harinya, tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.

Berita hukuman itu membuat si ibu menangis sedih. Doa pengampunan terus 
dikumandangkannya sambil dengan langkah tertatih dia mendatangi raja untuk 
memohon anaknya jangan dihukum mati. Tapi keputusan tidak bisa dirubah! Dengan 
hati hancur, ibu tua kembali ke rumah. 

Keesokan harinya, di tempat yang sudah ditentukan, rakyat telah berkumpul di 
lapangan pancung. Sang algojo tampak bersiap dan si anak pun pasrah menyesali 
nasib dan menangis saat terbayang wajah ibunya yang sudah tua.

Detik-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Namun setelah lewat lima menit dari 
pukul 06.00, lonceng belum berdentang. Suasana pun mulai berisik. Petugas  
lonceng pun kebingungan karena sudah sejak tadi dia menarik tali lonceng tapi 
suara dentangnya tidak ada. Saat mereka semua sedang bingung, tibatiba dari 
tali lonceng itu mengalir darah. Seluruh hadirin berdebar-debar menanti, apa 
gerangan yang terjadi? Ternyata di dalam lonceng ditemui tubuh si ibu tua 
dengan kepala hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul dan menggantikannya 
dengan kepalanya membentur di dinding lonceng.

 

Si ibu mengorbankan diri untuk anaknya. Malam harinya dia bersusah payah 
memanjat dan mengikatkan dirinya ke bandul di dalam lonceng, agar lonceng tidak 
pernah berdentang demi menghindari hukuman pancung anaknya. 

Semua orang yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan meneteskan air mata. 
Sementara si anak meraung-raung menyaksikan tubuh ibunya terbujur bersimbah 
darah. Penyesalan selalu datang terlambat!

Pembaca yang budiman,

Kasih ibu kepada anaknya sungguh tiada taranya. Betapun jahat si anak, seorang 
ibu rela berkorban dan akan tetap mengasihi sepenuh hidupnya. Maka selagi ibu 
kita masih hidup, kita layak melayani, menghormati, mengasihi, dan 
mencintainya. Perlu kita sadari pula suatu hari nanti, kitapun akan menjadi 
orang tua dari anak-anak kita,  yang pasti kita pun ingin dihormati, dicintai 
dan dilayani sebagaimana layaknya sebagai orang tua. 

Bila hidup diantara keluarga ataupun sebagai sesama manusia jika kita bisa 
saling menghargai, menyayangi, mencintai, dan melayani, niscaya hidup ini akan 
terasa lebih indah dan membahagiakan.
 
http://www.cybermq.com/index.php?kolom/detail/3/452/kolom-452.html


salam
budi   085229407712
http://groups.yahoo.com/group/dunia_santri


      Get your new Email address!
Grab the Email name you've always wanted before someone else does!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

Kirim email ke