http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=297432

*Bersyukur setelah Baca Suami Batal Kawin Lagi

*

Ketika Buku Antipoligami Membikin Kader PKS "Terbelah"
Seorang anggota Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang disegani
menulis buku Bahagiakan Diri dengan Satu Istri. Karya itu langsung disambut
gembira jutaan kader wanita PKS. Namun, sebaliknya, para kader pria yang
sudah atau akan berpoligami mereaksi dengan keras.

RIDLWAN HABIB, Jakarta

RUANGAN Kantor Hilal al Ahmar di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, siang
itu terasa gerah. Bukan karena cuaca Jakarta terik. Juga bukan disebabkan
pendingin ruangan tidak berfungsi. Tapi, karena buku yang ditulis Cahyadi
Takariawan itu memicu kontroversi yang panas.

"Buku ini memang harus segera ditarik. Hati saya membara membacanya," ujar
Wakil Bendahara Umum DPP PKS Didin Amarudin kepada Jawa Pos. Saat itu lelaki
beristri tiga itu datang pada acara dengan ditemani empat orang pengurus DPP
yang lain.

Menurut Didin, sejak buku itu terbit, istri-istrinya menjadi gelisah.
"Bahkan, istri kedua saya menghubungi temannya yang juga dipoligami dan
bikin bedah buku khusus untuk ini," katanya.

Pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, itu mengakui buku Cahyadi Takariawan
itu mengubah paradigma umum di kalangan wanita PKS yang selama ini mendukung
poligami. "Kalau yang menulis orang luar atau orang yang sekuler, saya tidak
heran. Tapi, ini yang menulis adalah ustad yang kredibilitasnya sangat
diakui di Majelis Syura PKS," kata Didin.

Majelis syura adalah elemen tertinggi di partai yang berdiri sejak 1998
(awalnya bernama Partai Keadilan). Anggota majelis hanya 99 orang yang
dipilih dari jutaan kader PKS di seluruh Indonesia.

Didin mengatakan, para qiyadah (pimpinan) partai gelisah karena buku itu
dijadikan simbol perlawanan terhadap suami yang akan menikah lagi. "Rumah
saya satu kompleks dengan Pak Tifatul (Tifatul Sembiring, presiden PKS,
Red). Beliau juga khawatir, tapi selama ini memang memilih diam," ujar bapak
tujuh putra itu. Tifatul Sembiring juga beristri dua. Sekretaris Jenderal
PKS Anis Matta juga berpoligami. Bahkan, istri kedua Anis berkebangsaan
asing.

"Buku Pak Cah (Cahyadi Takariawan) itu hanya menonjolkan sisi-sisi negatif
dari poligami, seakan-akan ribet banget, padahal tidak benar," katanya.

Didin lalu melanjutkan kisah "sukses" poligami dirinya. Istri pertama Didin
dinikahi pada 1990. Lalu, istri kedua pada 2001. Terakhir, Didin menikahi
akhwat (kader PKS) menjadi istri ketiga pada 2002. "Memang, biasanya dari
istri pertama ke yang kedua itu lama pendekatannya, Mas. Baru yang ketiga
lancar," tuturnya.

Manajemen keluarganya, kata Didin, malah terbantu ketika dirinya
berpoligami. "Kalau kita berhitung secara matematis, anak tujuh dirawat dan
dididik tiga istri kan lebih baik," ujarnya.

Dia khawatir buku Cahyadi akan menimbulkan pro-kontra di kalangan rumah
tangga muslim masing-masing kader. "Ada jutaan akhwat di Indonesia. Beberapa
di antara mereka janda. Lantas, apakah mereka kita biarkan," katanya dengan
nada bertanya.

Taufik Bahtiar, direktur Hilal al Ahmar, menambahkan bahwa ada beberapa
logika yang tidak tepat dan dicantumkan dalam buku ber-cover merah jambu
itu. "Misalnya, tentang cinta lelaki yang tidak bisa dibagi, itu salah.
Contohnya, saya. Kalau dengan istri pertama 100 persen, dengan istri kedua
juga 100 persen," ujarnya, lalu tersenyum.

Taufik juga berpoligami. Istri pertama meminta cerai ketika Taufik hendak
menikah kali ketiga. Sekarang janda Taufik itu diperistri sahabatnya yang
juga anggota Majelis Syura PKS sebagai istri kedua.

Buku terbitan Era Intermedia, Solo, tersebut telah dicetak hingga
10.000eksemplar. Buku setebal 278 halaman itu mengupas sisi-sisi lain
dari
keluarga yang berpoligami.

Si penulis Cahyadi Takariawan kepada Jawa Pos mengatakan bahwa dirinya kaget
melihat reaksi "jamaahnya" terhadap buku itu. "Padahal, di halaman awal buku
itu saya sudah jelaskan tidak berbicara tentang hukum poligami, tapi bicara
tentang mereka yang gagal berpoligami karena persiapannya kurang," katanya.

Alumnus Fakultas Farmasi UGM itu mengibaratkan poligami dengan salat. "Siapa
yang membantah kalau salat itu wajib. Tapi, pada praktiknya, banyak yang
salat, tapi tetap korupsi. Banyak yang salat, tapi menipu, mencuri, dan
kejahatan yang lain. Apakah yang salah salatnya?" katanya.

Demikian juga, poligami. Melalui bukunya, suami Ida Nur Laila itu ingin
"meluruskan" para pelaku poligami. "Bukan untuk mengampanyekan
antipoligami," kata suami yang bertahan dengan satu istri itu.

Cahyadi mengaku mendapat banyak sekali keluhan dari ummahat (ibu-ibu istri
ikhwan alias kader PKS) yang mengalami masalah gara-gara suaminya menikah
lagi. "Kebetulan, saya juga konsultan keluarga. Selain datang langsung,
mereka juga menelepon dan mengirim SMS," kata ketua Wilayah Dakwah (Wilda)
III DPP PKS itu. Sebagai ketua Wilda, Cahyadi bertanggung jawab pada
ekspansi PKS di Sulawesi dan Papua.

Karena keluhan-keluhan itu datang bertubi-tubi, Cahyadi berusaha meramunya
dalam tulisan. Misalnya, keluhan tentang kebohongan-kebohongan suami yang
menikah lagi. Juga masalah finansial yang membuat pernikahan menjadi tidak
harmonis.

"Yang menyedihkan, ada suami yang buru-buru poligami hanya karena dikompori
komunitasnya yang semuanya sudah menikah lagi. Padahal, dia belum siap.
Akhirnya, yang terbengkalai adalah keluarganya," bebernya. Padahal,
seharusnya poligami justru membawa keberkahan.

Sebelum menulis buku Bahagiakan Diri dengan Satu Istri, Cahyadi telah
menulis 20 judul buku yang lain. Mayoritas tentang tema pernikahan. "Saya
tidak bermaksud melukai hati para lelaki yang berpoligami. Karena itu, saya
malah minta Bu Sri Rahayu Tifatul Sembiring sebagai istri pertama menulis
kata sambutan," katanya.

Dalam bedah buku yang dilakukan hampir tiap minggu, Cahyadi juga menolak
dipanelkan dengan aktivis antipoligami. "Saya yakin masalah ini akan
hipersensitif karena kebanyakan yang membaca dipenuhi dengan emosi pribadi.
Jadi, tidak jernih lagi," ujarnya.

Seorang pembaca bahkan komplain langsung ke penerbit. Pembaca itu merasa
rahasia rumah tangganya ditulis Cahyadi. "Buku ini harus segera ditarik dari
peredaran," kata Cahyadi menirukan ikhwan yang emosi itu. Padahal, dirinya
belum pernah kenal. "Jadi, dia sendiri yang merasa bahwa apa yang saya tulis
dalam buku itu cocok," jelas pria yang juga berprofesi sebagai apoteker itu.


Getah pahit, kata Cahyadi, juga nyasar ke teman-temannya yang ikut
mempromosikan buku. "Misalnya, Mbak Neno Warisman. Gara-gara Mbak Neno aktif
mengirimkan SMS soal buku ini, beliau dikomplain, terutama oleh kader-kader
wanita yang sudah mempunyai madu," ungkapnya. Neno Warisman adalah salah
seorang aktris sekaligus penyanyi yang sekarang aktif di PKS.

Apakah akan membuat buku baru lagi sebagai jawaban atas komplain? Cahyadi
mengaku akan melakukan beberapa revisi. "Saya menghargai nasihat para
asatidz (ulama) yang meminta redaksionalnya diperbaiki," katanya.

Meski begitu, lelaki kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah, 11 Desember 1965,
itu tetap menganggap bukunya tidak kontroversial. "Kalau saya menulis
Sengsarakan Istri dengan Satu Istri, itu baru masalah. Kalau bahagia, kan
semua ingin begitu," tegasnya.

Namun, keyakinan Cahyadi tetap berbenturan dengan realita di lapangan. Di
Jawa Timur, misalnya, Ketua Dewan Syariah DPW PKS Jatim Ustad Mudhofar
mengaku mendapat keluhan terkait buku itu. "Ada seorang akhwat yang
skripsinya mendukung poligami, bertahun-tahun kader wanita ini bicara dalam
diskusi-diskusi agar poligami didukung, tapi begitu membaca Pak Cah,
langsung berbalik 180 derajat," paparnya kepada Jawa Pos.

Kuatnya buku itu, kata Mudhofar, karena track record penulisnya. "Pak
Cahyadi selama ini dikenal sebagai ulama yang ahli dalam keluarga. Wajar
kalau ada yang jadi ragu karena tulisannya," tuturnya.

Mudhofar menganggap dalil-dalil yang dipakai Cahyadi agak dipaksakan.
"Misalnya, soal perbandingan umur Rasulullah saat sebelum poligami dan
setelah poligami. Tidak ada ulama yang menggunakan patokan itu," jelasnya.
Cahyadi menulis, Muhammad SAW menikah lagi setelah bermonogami selama 25
tahun bersama Khadijah.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Rofi' Munawar menambahkan, dirinya
membatalkan meneruskan membaca buku itu sampai tuntas. "Saya juga dapat
hadiah dari beliau (penulis buku) saat rapat majelis syura. Tapi, begitu
saya baca, tidak saya lanjutkan karena kok ada yang nggak sreg," akunya.

Berbeda dengan kader-kader lelaki PKS, beberapa orang kader wanita yang
dihubungi Jawa Pos justru sangat bersyukur atas terbitnya tulisan Cahyadi
itu. "Suami saya menjadi ragu-ragu. Sebenarnya saya sudah akan mengizinkan,
tapi setelah membaca, saya diskusi lagi, dan alhamdulillah batal (menikah
lagi)," kata seorang kader yang meminta identitasnya disamarkan.

Alumnus Universitas Airlangga Surabaya itu melanjutkan, di kalangan internal
kader wanita, buku itu seakan menjadi buku wajib. "Dalam setiap pertemuan
mingguan, ada diskusi untuk membahas buku itu bab demi bab," katanya. Kader
PKS biasanya mengadakan taklim rutin sehari dalam setiap pekan. Tempatnya
bergantian di rumah masing-masing kader atau tempat lain yang disepakati.

Seorang akhwat lain menambahkan, dirinya menjadi lebih siap untuk menikah
setelah membaca buku Cahyadi. "Tidak ada lagi rasa khawatir calon suami saya
akan poligami. Nanti kalau dia memaksa, akan saya pertemukan langsung dengan
Pak Cah," ujarnya. (*)

Kirim email ke