*Assalamu 'alaikum* ustadz,

Terima kasih banyak sebelumnya kami ucapkan atas ilmu yang ustadz berikan
selama ini, saya sangat merasakan manfaatnya. Semoga ustadz selalu dalam
lindungan dan kasih sayang Allah, Amien

Begini ustadz, saya kok sering agak risih mendengar tudingan bid'ah dari
teman-teman saya sendiri, khususnya masalah bacaan *shadaqallahul
adzhim*setelah selesai mbaca Quran. Rasanya kok sampai segitunya ya,
mosok orang
mbaca gitu aja sampai masuk neraka sih, kayaknya gampang banget masuk
neraka.

Kira-kira menurut pak Ustadz gimana posisi kita nih, apa memang benar mbaca
lafadz itu kita dianggap menyalahi sunnah nabi, lalu menjadi ahli bid'ah dan
dhalalat (sesat), lalu kalau begitu semua orang di dunia ini juga masuk
neraka dong?

Mohon pak ustadz memberi pencerahan dalam masalah ini, biar kami-kami yang
awam ini tidak tambah bingung. Makin banyak ustadz kok kami jadi malah
tambah bingung dan tambah resah. Orang sudah baik-baik mbaca Quran kok ya
masih diancam-ancam gitu.

Yah, terima kasih pak Ustadz kalau berkenan menjawab pertanyaan ini. Membaca
seklias keterangan pak ustadz saya jadi minder juga, karena pertanyaan yang
antri sampai 13 ribu, buanyaaak banget.

*Wassalam*

Abdul Madjid Abdullah
Jawaban

*Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, *

Memang kita ini hidup di tengah masyarakat muslim yang sangat heterogen.
Baik dari sisi aqidah maupun dari sudut pandang syariat. Ada begitu banyak
paham yang berkembang, mulai dari yang paling *tasamuh* (memudahkan) hingga
yang paling *mutasyaddid *(ketat). Dan ada juga yang punya
kecenderungan *wasathiyah
*(pertengahan).

Semua itu memang tidak bisa kita hindari, apalagi diperangi. Karena
masing-masing kecenderungan itu lahir dari berbagai latar belakang yang
berbeda. Bahkan filosofi metode istimbath hukum juga ikut berpengaruh,
selain juga mazhab dan pola ushul fiqih.

*Perbedaan Hukum Membaca Lafadz Shadaqallahul 'Adzhim*

Sebagian kalangan ada yang memandang bahwa bila setelah membaca Al-Quran
Al-Kariem kita mengucapkan lafadz Shadaqallahul "Adzhiem, hukumnya bid'ah.

Sebab dalam pandangan mereka, hal seperti itu belum pernah dilakukan oleh
Rasulullah SAW. Buat mereka, karena tidak ada contoh dari beliau, maka
hukumnya menjadi terlarang alias bid'ah.

Dan begitu seterusnya kaidah yang mereka pakai dalam semua bentuk dan
praktek ibadah. Pokoknya, apa yang tidak ada contohnya secara langsung dari
Rasulullah SAW, bukan sekedar tidak dikerjakan, tapi hukumnya malah
terlarang dan layak mendapat gelarbid'ah

Misalnya, mereka mengatakan bahwa bersalaman setelah shalat pun juga bid'ah.
Karena tidak ada hadits yang secara spesifik menyebutkan bahwa Rasulullah
SAW bersalaman setelah shalat berjamaah.

Termasuk menambahkan jumlah rakaat pada shalat malam, juga bid'ah. Karena
dalam pandangan mereka, Rasulullah SAW tidak pernah menambahkan jumlah
rakaat shalat malam lebih dari 11 rakaat. Maka bila ada orang yang
menambahkan, dia dianggap telah melanggar sunnah Rasulullah SAW dan jadilah
dia ahli bid'ah.

Karena shalat malam yang 11 rakaat itu dianggapnya seperti ketentuan shalat
wajib yang 5 waktu, di mana jumlah rakaatnya sudah ditetapkan. Tidak boleh
lebih tidak boleh kurang. Harus tepat seperti itu, atau kalau tidak, maka
bid'ah hukumnya.

Gaya pendekatan fiqih semacam ini harus kita akui, memang ada dan beredar di
tengah masyarakat. Tentu saja sebagai sebuah pola pendekatan fiqih, kita
perlu menghormatinya, tanpa harus panik dan kebakaran jenggot dengan
kesimpulan-kesimpulannya yang terkesan agak kurang seperti yang biasanya
kita temui di negeri kita.

*Pendekatan Fiqih Yang Lain*

Di sisi lain, ada kalangan lain yang tidak memandang bahwa hal itu bid'ah.
Karena dalam pandangan mereka, meski tidak ada riwayat yang secara khusus
menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengucapkan lafadz itu selepas baca Quran,
namun tetap ada dalil yang bersifat umum tentang anjuran mengucapkan lafadz
itu.

Misalnya, ayat Quran berikut ini:

قُلْ صَدَقَ اللهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا-آل عمران: 95

*Katakanlah, "Shadaqallah" dan ikutilah millah Ibrahim yang lurus *(QS. Ali
Imrah: 95)

وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللهُ
وَرَسُولَهُ وَصَدَقَ اللهُ وَرَسُولُهُ - سورة الأحزاب: 22

*Dan tatkala orang-orang mu'min melihat golongan-golongan yang bersekutu
itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada
kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah
menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan*.(QS. Al-Ahzab: 22)

Ayat ayat ini tegas memerintahkan kita untuk mengucapkan lafadz itu,
sehingga menurut pendapat yang kedua, tidak pada tempatnya untuk melarang
para pembaca Al-Quran untuk mengucapkannya.

Di antara para ulama yang mendukung pengucapan lafadz *shadaqallahul
'adzhiem *selepas membaca ayat Al-Quran adalah Al-Imam Al-Qurthubi. Beliau
menuliskan dalam kitab tafsir fenomenalnya, *Al-Jami' li Ahkamil
Quran*bahwa Al-Imam At-Tirmizy mengatakan tentang adab membaca
Al-Quran. Salah
satunya adalah pada saat selesai membaca Al-Quran, dianjurkan untuk
mengucapakan lafadz *shadaqallahul a'dzhim *atau lafadz lainnya yang
semakna.

Pada jilid 1 halaman 27 disebutkan bahwa di antara bentuk penghormatan kita
kepada Al-Quran adalah membenarkan firman Allah SWT dan mempersaksikan
kebenaranya dari Rasulullah SAW. Misalnya ucapan berikut ini:

صدق الله العظيم وبلَّغ رسوله الكريم

*shaqadallahul 'adzhim wa ballagha rasuluhul karim*, artinya: Maha benar
Allah yang Maha Agung dan Rasul-Nya yang mulia telah menyampaikannya.

Contoh lafadz lainnya adalah:

صدقتَ ربنا وَبَلَّغَتْ رُسُلُك ونحن على ذلك من الشاهدين. اللهم اجعلنا من
شهداء الحق القائمين بالقِسْطِ

*Maha benar Engkau wahai Tuhan kami dan rasul-Mu telah menyampaikannya, dan
kami semua telah menjadi saksi atas hal itu. Ya Allah, jadikanlah kami
sebagai saksi yang hak yang menegakkan keadilan.*

*Hukum Membaca Shadaqallahul Adzhim di dalam Shalat*

Kalau ada pendapat yang tidak membid'ahkan bacaan *Shadaqallahul Adzhim *di
luar shalat, maka bagaimana hukumnya bila lafadz itu diucapkan di dalam
shalat?

Dalam kitab *Al-Fiqhu 'ala Madzahibil Arba'ah*, terbitan Kementrian Mesir,
telah disebutkan pendapat para ulama mazhab.

*1. Al-Hanafiyah*

Mazhab ini mengatakan apabila seorang shalat dan mengucapkan tasbih seperti
*shadaqallahul 'adzhim* setelah selesai dari membaca Quran, maka shalatnya
tidak batal.

Namun mereka mensyaratkan bahwa hal itu dilakukan dengan niat bahwa
tujuannya sekedar memuji, dzikir atau tilawah.

*2. Mazhab Asy-Syafi'iyah*

Mazhab ini sama dengan mazhab Al-Hanafiyah, bahwa siapa pun orang yang
shalat lalu mengucapkan lafadz *shadaqallahul 'adzhim*, tidak batal
shalatnya. Bahkan tanpa mensyaratkan apa pun.

*Kesimpulan:*

Kalau kita melihat dari pendapat-pendapat yang ada di atas, jelas sekali
bahwa ada kalangan yang membid'ahkan dan ada juga yang tidak membid'ahkan.
Bahkan termasuk para ulama mazhab sekalipun, mereka tidak mengatakan bahwa
shalat seseorang menjadi batal lantaran di dalam shalat membaca lafadz
semacam itu.

Maka setidaknya kita jadi tahu, bahwa memang masalah ini masalah khilafiyah
umat. Tidak ada nash yang secara tegas melarangnya tapi juga tidak ada nash
yang secara khusus memerintahkannya. Maka tidak tepat rasanya bila kita
menjadi saling bermusuhan untuk urusan yang tidak ada nash yang tegas dan
khusus.

Barangkali akan jauh lebih bermanfaat bila kita saling bertoleransi dengan
sesama muslim, ketimbang kita harus menyakiti dan saling menjelekkan dengan
saudara kita sendiri.

*Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, *

*Ahmad Sarwat, Lc*

Kirim email ke