Menghubungkan Dua Kutub Yang Bersebrangan

".....Dalam keadaan apapun fikiran seseorang tidak akan pernah bisa kosong, 
bahkan orang yang mengosongkan fikiran sebenarnya sedang bekerja dengan 
berusaha keras merasakan bahwa fikirannya sedang kosong, padahal usahanya 
itupun hasil dari sebuah fikiran dalam meminimalkan visualisasi di kepala. 
Hidup itu penuh dengan rincian, apa yang kita fikirkan secara umum ternyata 
harus kita jalani secara bertahap dan terperinci. Perencanaan terhebat 
sekalipun tidak bisa merinci setiap gerak dan respon kita terhadap sesuatu. Ada 
Yang Maha Meliputi sedang bekerja mendisain setiap langkah kita, menuju 
kehendakNya..."

"..Tahun baru Islam diambil dari tahun hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke 
Madinah. Tidak ada rencana sebelumnya. Allah mengatur segalanya, lewat umpan 
makar kafir quraisy yang hendak membunuh Rasulullah. Mungkin kata yang tepat 
adalah di hijrahkan oleh Allah, karena hijrah tersebut bukanlah murni kehendak 
Rasulullah. Disisi lain posisi Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib adalah 
menyamakan kehendak tanpa pernah  bertanya "mengapa dan bagaimana " hijrah 
tersebut dilakukan, sebuah posisi tunduk terhadap kemauan Allah dan Rasulnya. 
Abu Bakar bertugas menemani Rasulullah dan Ali menggantikan posisi Rasulullah 
yang hendak di bunuh oleh  kafir quraisy..."

"Tunggu dulu pak saya mau tanya !" teriak seorang murid , memotong keterangan 
yang disampaikan oleh gurunya. " Silahkan " jawab sang guru. " Berarti 
sebenarnya kita ini berada dalam cengkraman taqdir dong, berpindah dari satu 
kehendak Allah kepada kehendak Allah yang lain, atau dari satu taqdir kepada 
taqdir Allah yang lain ?" tanya murid tersebut penasaran. Pak guru menarik 
nafas dalam-dalam, dia teringat dengan perdebatan panjang antara kaum jabariyah 
dan qadariyah. Masalah taqdir akan bersinggungan dengan keadilan, karena jika 
semua telah ditentukan untuk apalagi ada pertanggung jawaban kata kaum 
qodariyah, bukankah Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sebelum mereka 
merubah nasib mereka sendiri[1]. Dilain sisi banyak hadist-hadist shahih yang 
menunjukan kekuatan taqdir yang bersifat absolut, bahkan dalam salah satu 
hadist Nabi SAW dikatakan bahwa seseorang telah di taqdirkan masuk syurga atau 
neraka [2]. Mungkinkah kedua kutub ini bisa bertemu ?. Bisa,  asal dipahami 
secara menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong atau parsial.

" Semua memang telah di taqdirkan tetapi kita bisa mengusahakannya lewat doa " 
jawab Pak guru dengan singkat. Dia merujuk pada paham Ahlussunnah yang berada 
diantara dua sisi paham diatas yaitu Allah SWT telah menetapkan takdir atas 
manusia akan tetapi manusia tersebut bisa merubah takdirnya melalui izin Nya 
dengan usaha dan doa [3], paham inilah yang banyak dianut oleh mayoritas ummat 
islam saat ini. Merasa kurang puas dengan jawaban Pak guru, murid tersebut 
kembali bertanya " Pak bukankah usaha dan doa si hamba juga sudah di taqdirkan 
?" [4] 

" Sebenarnya istilahnya bukan di taqdirkan tapi telah tertulis di Lauh Mahfudz" 
jawab Pak guru sambil mengambil kapur tulis dan membuat sketsa di papan tulis , 
karena pastilah akan ada pertanyaan susulan yang akan di ajukan oleh 
murid-muridnya dengan jawabannya tadi. Banyak ulama yang menghindari masalah 
ini karena nalar kita sering kali berbenturan dengan dalil, padahal jika 
diungkapkan secara ilmiah, maka tidak ada yang berbenturan, hanya saja di 
perlukan kemampuan visualisasi dalam menggambarkan. Tetapi kebenaran hanyalah 
milik Allah semata, sebagai manusia kita hanya berusaha menjalani dan memamhami 
apa yang telah ditetapkan olehNya. " Apakah yang tertulis itu tidak semua di 
taqdirkan " sahut salah seorang murid.

"Bagi Allah ya , tetapi bagi kita belum. Masalahnya sederhana saja. Bukankah 
Allah terlepas dari dimensi ruang dan waktu. apa yang menurut kita kemaren, 
besok, lusa, seribu tahun lagi tidak berpengaruh apapun bagi Allah, karena 
Allah telah mengetahui apa yang akan kita kerjakan, pikirkan, rencanakan dan 
Allah telah mencatat dimuka  serinci-rincinya segala kejadian yang kita perbuat 
dari sejak kita lahir sampai meninggal dunia termasuk doa-doa yang kita 
panjatkan , ibaratnya Allah telah menyimpan keping DVD  kita , walaupun 
pemutarannya bagi kita baru berlangsung sekarang. itulah sebabnya mengapa umar 
menghindari desa yang terkena penyakit dan pilihan umar ini telah di tulis di 
muka oleh Allah sebagai sebuah keputusan bahkan sebelum Umar bin khattab RA di 
lahirkan [5]. Karena zaman pada waktu itu belum mengenal film atau drama maka 
Rasulullah kesulitan menggambarkan situasi ini tetapi hal ini sudah tersirat 
dari Hadis riwayat Ali ra [6]." Jawab Pak guru panjang lebar, seperti telah 
mempertemukan kutub yang selama ini selalu bersebrangan yaitu Jabariyah dan 
Qadariyah.

" Jika kita telah berusaha tapi kita gagal maka kegagalan itu murni karena 
hasil usaha kita atau bagian dari keputusan Allah ?" tanya sang murid seperti 
hendak mempertegas apa yang telah dia pahami dari penerangan Pak guru.
 " hampir sama seperti lagu, bahwa dunia ini hanyalah panggung sandiwara , kita 
hanya bermain, sedangkan  skenario utamanya dipegang oleh Allah, skenario utama 
itu seperti sakit dan sehat, hidup dan mati, berhasil dan gagal, perjodohan, 
keturunan atau anak dan sebagainya. Di wilayah itu Allah memerintahkan kita 
untuk berdoa. Dan untuk mengawal tadirNya Allah menetapkan sunnahNya di alam 
semesta agar alam selalu terkendali demi kepentingan manusia" jawab Pak guru 
mengahiri pelajaran hari itu mengenai Taqdir Allah.


Tentu tidak semua orang setuju dengan pendapatnya. Tapi Pak guru tersebut 
membiarkan muridnya berusaha mencari tahu sendiri sisanya jika waktunya telah 
tiba , selama tidak keluar dari kerangka Al Qur'an dan As Sunnah, sebagai 
pedoman utama ummat Islam. Kepada Allah lah kita kembalikan segala prasangka 
kita agar kita tidak terjebak dalam pengingkaran atas segala keadilanNya.

Salam

David Sofyan


Note :

[1] QS : Ar Ra'ad ayat 11
[2]1 Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata: 
Rasulullah saw. sebagai orang yang jujur dan dipercaya bercerita kepada kami: 
Sesungguhnya setiap individu kamu mengalami proses penciptaan dalam perut 
ibunya selama empat puluh hari (sebagai nutfah). Kemudian menjadi segumpal 
darah selama itu juga kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. 
Selanjutnya Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalamnya dan 
diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu: menentukan rezekinya, ajalnya, 
amalnya serta apakah ia sebagai orang yang sengsara ataukah orang yang bahagia. 
Demi Zat yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya salah seorang dari kamu 
telah melakukan amalan penghuni surga sampai ketika jarak antara dia dan surga 
tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga ia 
melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah ia ke dalam neraka. Dan 
sesungguhnya salah seorang di antara kamu telah melakukan perbuatan ahli neraka 
sampai ketika jarak antara dia dan neraka tinggal hanya sehasta saja namun 
karena sudah didahului takdir sehingga dia melakukan perbuatan ahli surga maka 
masuklah dia ke dalam surga. (Shahih Muslim No.4781)
[3] Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat 
menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang diharamkan rezeki 
baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya. (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)  
[4] Al An 'aam ayat 59 
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang 
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan 
di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya 
(pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak 
sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata 
(Lauh Mahfudz)" 
[5] Hadis riwayat Abdullah bin Abbas ra:  
" Bahwa Umar bin Khathab pergi ke Syam dan ketika telah tiba di sebuah dusun 
bernama Sarghi, beliau bertemu dengan penduduk Syam yaitu Abu Ubaidah bin 
Jarrah ra. dan para pengikutnya. Mereka memberitahukan bahwa telah berjangkit 
di Syam suatu wabah penyakit. Ibnu Abbas ra. berkata: Maka Umar berkata: Coba 
panggilkan sahabat muhajirin yang pertama. Maka aku panggil mereka lantas 
beliau meminta saran mereka dan memberitahukan kepada mereka bahwa wabah telah 
berjangkit di Syam. Ternyata mereka berselisih pendapat menanggapi berita itu. 
Sebagian di antara mereka berkata: Engkau pergi untuk suatu urusan besar dan 
kami tidak setuju jika engkau kembali. Sedangkan sebagian yang lain berkata: 
Bersama engkau masih banyak rakyat dan para sahabat dan kami tidak setuju bila 
engkau mengajak mereka menuju ke wabah tersebut. Umar berkata: Tinggalkan aku 
dan tolong panggilkan sahabat Ansar! Aku pun memanggil mereka. Ketika dimintai 
pertimbangan, mereka juga bersikap dan berbeda pendapat seperti halnya 
orang-orang Muhajirin. Umar berkata: Tinggalkan aku! Lalu ia berkata lagi: 
Tolong panggilkan sesepuh Quraisy yang dahulu hijrah pada waktu penaklukan dan 
sekarang berada di sini. Aku memanggil mereka. Ternyata mereka saling 
bersepakat dan berkata: Menurut kami sebaiknya engkau kembali bersama 
orang-orang dan tidak mengajak mereka mendatangi wabah ini. Umar lalu berseru 
di tengah-tengah orang banyak: Aku akan mengendarai tungganganku untuk pulang 
esok pagi. Lalu mereka pun mengikutinya. Abu Ubaidah bin Jarrah ra. bertanya: 
Apakah untuk menghindari takdir Allah? Umar menjawab: Kalau saja bukan engkau 
yang mengatakan itu, hai Abu Ubaidah! Umar memang tidak suka berselisih dengan 
Abu Ubaidah. Ya, kita lari dari satu takdir Allah ke takdir Allah yang lain. 
Apa pendapatmu seandainya engkau mempunyai seekor unta yang turun di suatu 
lembah yang memiliki dua lereng, yang satu subur dan yang satu lagi tandus, 
apakah jika engkau menggembalakannya di tempat yang subur itu bukan berarti 
engkau menggembalakanya karena takdir Allah? Begitu pun sebaliknya, kalau 
engkau menggembalakannya di tempat yang tandus, bukankah engkau 
menggembalakanya karena takdir Allah juga? Lalu datanglah Abdurrahman bin Auf 
yang absen karena suatu keperluannya lalu berkata: Sungguh aku mempunyai 
pengetahuan tentang masalah ini, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: 
Apabila kalian mendengar ada suatu wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian 
mendatanginya. Sebaliknya, kalau wabah tersebut berjangkit di suatu daerah 
sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar melarikan diri 
daripadanya. Ibnu Abbas berkata: Mendengar itu Umar bin Khathab memuji Allah 
kemudian pergi berlalu. (Shahih Muslim No.4114)
[6] Dari Ali bin Abi Tholib ra:
"Kami sedang mengiringi sebuah jenazah di Baqi Gharqad (sebuah tempat pemakaman 
di Madinah), lalu datanglah Rasulullah saw. menghampiri kami. Beliau segera 
duduk dan kami pun ikut duduk di sekeliling beliau yang ketika itu memegang 
sebatang tongkat kecil. Beliau menundukkan kepalanya dan mulailah membuat 
goresan-goresan kecil di tanah dengan tongkatnya itu kemudian beliau bersabda: 
Tidak ada seorang pun dari kamu sekalian atau tidak ada satu jiwa pun yang 
hidup kecuali telah Allah tentukan kedudukannya di dalam surga ataukah di dalam 
neraka serta apakah ia sebagai seorang yang sengsara ataukah sebagai seorang 
yang bahagia. Lalu seorang lelaki tiba-tiba bertanya: Wahai Rasulullah! Kalau 
begitu apakah tidak sebaiknya kita berserah diri kepada takdir kita dan 
meninggalkan amal-usaha? Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang telah 
ditentukan sebagai orang yang berbahagia, maka dia akan mengarah kepada 
perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan barang siapa yang telah ditentukan 
sebagai orang yang sengsara, maka dia akan mengarah kepada perbuatan 
orang-orang yang sengsara. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: Beramallah! 
Karena setiap orang akan dipermudah! Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai 
orang berbahagia, maka mereka akan dimudahkan untuk melakukan amalan 
orang-orang bahagia. Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang sengsara, 
maka mereka juga akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang sengsara. 
Kemudian beliau membacakan ayat berikut ini: Adapun orang yang memberikan 
hartanya di jalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang 
terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan 
adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan 
pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar. 
(Shahih Muslim No.4786)

Kirim email ke