Pers dan "Public Figure"

Oleh: KH. A. Mustofa Bisri

Konon di zaman jahiliyah, ketika sastra mendominasi kehidupan di Arab, penyair merupakan tokoh masyarakat yang sangat disegani, bahkan ditakuti. Barang siapa tidak disenangi -apabila berani melawan- penyair dia bisa kena hijaa si penyair bersangkutan. Dikecam atau ditelanjangi dalam syair-syairnya.

Dan sebentar kemudian seluruh negeri pun, tanpa ampun akan "menyanyikan" kecaman itu. Sebaliknya, barang siapa disenangi -kemudian dimadah dipuji-puji dalam syair- oleh penyair, sebentar saja seluruh negeri pun akan menyenandungkan pujian itu. Itulah sebabnya, Imri'il Qais, misalnya, penyair urakan yang kesohor di zaman itu, meski tidak disenangi karena kelakuannya, tetap saja disegani dan diperlakukan-walau hanya basa-basi-dengan manis, termasuk oleh para gadis-gadis yang sebenarnya jengkel karena sering digodanya.

Saya sering berfikir 'kedudukan' wartawan, atau barangkali tepatnya pers dewasa ini kayaknya kok persis atau miriplah dengan penyair zaman jahilliyah tempo doeloe. Paling tidak ada semacam 'kehati-hatian' masyarakat masa kini apabila menghadapi wartawan atau insan pers. Sebab kalau tidak hati-hati salah-salah -karena sentuhan pers- anda akan menjadi sanjungan seluruh negeri.

Mereka yang sering disebut-disebut termasuk public figure, apakah dari kalangan artis, kiai, cendikiawan, pejabat, atau yang lain, sebenarnya pun keturunan mereka bermula dari -dan dibangun oleh- andil besar pers. Seseorang boleh mengaku atau diakui tokoh, tapi tanpa campur tangan pers, siapa yang akan mengenalnya sebagai tokoh?

Tanyalah sekarang ini, misalnya di Indonesia ini, siapakah aktor paling hebat ? Siapakah cendekiawan paling piawai? Siapakah penyair paling ulung? siapakah pembaru paling baru? Tanyalah kepada orang paling terpelajar manapun, insya Allah anda akan mendapat jawaban nama-nama didiktekan oleh pers.

Padahal kalau agak lebih cermat kita berfikir, kecuali mengenai aktor dan pejabat yang jumlahnya terbatas, sewajarnyalah kita bertanya-tanya, benarkah yang 'didiktekan' pers itu ? Misalnya khusus tentang kiai paling alim itu kita tahu di kita ada ribuan kiai dan ratusan diantaranya yang -bila menggunakan 'ukuran standar', Al-Qur'an- seribu kali lebih alim dan lebih mulia dari pada semua nama kiai yang dikenal dan dikenalkan-atau diperkenalkan-oleh pers selama ini. Tidak percaya silahkan datang ke daerah-daerah dan bukalah Al-Qur'an!

Tapi apa mau dikata, itulah pers. Itulah opini yang 'diciptakannya'.

Begitulah, siapa saja-khususnya dari kalangan pemilik kepentingan- yang memahami dan menyadari kekuatan pers ini, rasanya tidak ada yang tidak tergiur untuk memanfaatkannya. Mulai dari pihak yang ingin mengajak membangun negara; mulai pihak yang ingin mengalahkan lawan politik sampai yang hanya sekedar mencemarkan nama baik seseorang yang tidak disukainya; mulai dari yang ingin mempopulerkan diri; semuanya bisa menggunakan jasa pers. Dan saya pikir, pemerintahlah pihak yang paling faham dan menyadari akan kekuatan pers ini, tentunya selain pihak pers sendiri.

Kearifan klise biasanya menamsilkan kekuatan dengan pedang atau senjata. Senjata di tangan yang benar, biasanya menjaga dan melindungi; sebaliknya ditangan yang salah, biasanya merusak dan menghancurkan. Demikian juga kekuatan pers. Kita bisa dan telah menyaksikan hal-hal positif bagi kehidupan bangsa dan negara yang merupakan sumbangan konkret dari pers kita. Namun di samping itu, kita pun tidak bisa menutup mata terhadap hal-hal negatif yang timbul akibat kelalaian pihak pers; seperti misalnya, kebingungan dan bahkan keresahan masyarakat yang disebabkan oleh pemutarbalikan fakta; pengekposan berita sensasional yang tidak jelas manfaatnya bagi kepentingan umum; pemberitaan-pemberitaan tendensius yang hanya memuaskan pihak-pihak tertentu dan masih banyak lagi.

Bagi mereka yang sudah terlanjur menjadi public figure atas jasa pers, kiranya perlu waspada. Satu dan lain hal karena merekalah biasanya yang menjadi incaran pertama insan-insan pers dan atau kemudian -sorotan masyarakat remeh-temeh mereka menjadi hal penting. Gurauan mereka bisa menjadi hal serius. Main-main mereka bisa menjadi sungguhan. Perilaku mereka diamati. Pertanyaan mereka dicatat. Bahwa omong kosong mereka bisa dianggap fatwa.

Saya memperoleh kesan -mudah-mudahan tidak benar- akhir-akhir ini mereka para public figure itu (apakah dari kalangan pejabat, artis, kiai, cendikiawan, budayawan atau lainnya) -seolah-olah tidak menyadari atau sengaja pura-pura tidak tahu- betapa, gara-gara pers, mereka telah menjadi mahluk-mahluk sangat memprihatinkan.

Terkesan mereka ngomong seenaknya (mungkin mengandalkan gampangnya mereka memperalat); termasuk ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan keagamaan atau kenegaraan yang oleh masyarakat dianggap penting bahkan gawat. Sehingga seringkali sulit membedakan mana mereka pintar dan mana yang bloon. Apalagi sepertinya telah menjadi trend, begitu seseorang sudah dinobatkan menjadi public figure, lalu merasa dari segalanya dan tahu segalanya. Tiba-tiba artis berbicara dan berlagak seperti kiai, kiai berbicara dan berlagak seperti pejabat, pejabat berbicara dan berlagak seperti pelawak, pelawak berbicara dan berlagak seperti cendikiawan, cendikiawan berbicara dan berlagak seperti artis atau sebaliknya.

Nah, kalau apa yang saya katakan masuk akal dan tidak berlebih-lebihan, yaitu bahwa pers begitu penting posisi dan peranannya, maka sudah sewajarnyalah apabila kita mengharap dari kalangan pers -lebih dari kalangan yang lain- untuk meningkatkan keakraban mereka dengan nurani-nurani mereka dan mengintensifkan dialog mereka dengan nurani-nurani mereka dan mengintensifkan dialog mereka dengan diri-diri mereka sendiri. Tak lebih dari pada itu. Kita percaya, tentang kode etik dan pers yang berbudaya; tentang integritas dan tanggung jawab mereka jauh lebih memahami dan mengerti.[]

__._,_.___

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.





SPONSORED LINKS
Single family home Family home finance Family home mortgage
Family home business Dan

Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Kirim email ke