Assalammu'alaikum...
 
Tadi malam, dipengajian RW kami yang diadakan sebulan sekali, dimulai format baru isi pengajian ini, yaitu acara pokoknya adalah Yasinan dan Tahlilan.
 
Dalam format baru ini, akan didatangkan seorang Ustadz atau Kyai atau Ulama lokal yang sering memberikan ceramah atau pengajian umum, tetapi pemimpin Yasinan dan Tahlilan hanya ada dua orang saja yang tetap, satu dari warga, satu orang lagi pengurus mesjid RW sebelah.
 
Tadi malam, disampaikan serba-serbi faedah dan tujuan Yasinan dan Tahlil, cukup menambah wawasan.
tetapi ketika saya dan jamaah lain bertanya (seperti biasa, pengajian ini selalu diakhiri dengan dialog antara jamaah dengan penceramah):
 
1. siapa yang menyusun urutan-urutan bacaan Tahlil yang dipakai oleh orang kebanyakan (bukunya sangat mudah didapat, bahkan banyak yang menjadikan buku Yasinan dan Tahlil ini sebagai kenang2an dari peringatan meninggalnya anggota keluarga)?
 
jawaban dari penceramah adalah:
Dia sendiri tidak tahu persisi, siapa yang menyusun. Tetapi urutan bacaan Tahlilan ini sudah ada sejak lama yang diwarisi dari para Ulama.
ketika saya tanyakan lagi; apakah di luar negeri juga ada Tahlilan dengan urutan seperti yang ada di masyarakat muslim Indonesia?
jawabannya: engga tahu. :)
berarti mungkin warisan dari ulama negeri sendiri...
 
2. kenapa dalam urutan 'hadiah fatehah' selalu disebut Syech Abdul Qodir Djaelani?
 
jawaban dari penceramah adalah:
karena Syech Abdul Qodir Djaelani adalah seorang wali Utama, bahkan bisa dikatakan beliau adalah Bapaknya para Wali.
jadi dengan mengirim 'hadiah' doa kepada beliau, seperti kita ber-wasilah dengan Wali Utama sebagai kekasih Alloh.
ketika ada jamaah yang bertanya:
"bagaimana dengan wali songo?" bukan kah mereka yang berjasa menyebarkan agama Islam di Nusantara? bukan kah lebih baik "hadiah fatehah dan do'a" ditujukan kepada mereka, karena mungkin saja kita semua Islam karena jasa beliau..?
jawaban dari Penceramah:
kedudukan tingkat atau jenjang Wali dari Syech Abdul Qodir lebih tinggi dari pada para wali songo.
 
3. kenapa dalam Tahlilan ini (yang diterangkan oleh penceramah bahwa arti Tahlilan intinya adalah membaca ayat-ayat Qur'an pilihan dan  membaca kalimat "LAA ILAAHA ILALLAH") justru jumlah bacaan kalimat "LAA ILAAHA ILALLAH" hanya dibatasi 40x, bahkan sering ada yang melakukan hanya 21x saja?
 
jawaban dari penceramah adalah:
tidak ada aturan pasti jumlah kalimat "LAA ILAAHA ILALLAH" yang harus dibaca. boleh 40x boleh lebih, boleh kurang.
karena di Qur'an hanya dikatakan "Dzikirlah sebanyak-banyaknya".
 
 
demikian, temans,
pengajian di RW kami, yang masih menyisakan pertanyaan-pertanyaan karena jawaban dari penceramah mau pun tambahan dari pengurus mesjid yang mimpin Tahlilan kurang memuaskan.
Bagaimana mungkin Tahlilan yang sudah sering dilaksanakan oleh kebanyakan umat Islam di Nusantara (bahkan banyak yang hapal)  masih menyisakan ketidakjelasan asal-usul dan alasan-alasan seperti 3 pertanyaan di atas?
 
apakah temans di milis ini mau menambahkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini?
silahkan, dan terima kasih sebelumnya.
 
salam
:)
-------------------------------------
     Bismillaahirrohmaanirrohiim
Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman
                    I0
-------------------------------------


Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke