BIOGRAFI
AL-HABIB AHMAD BIN HASAN AL-'ATTHAS (*)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
 
DAKWAH
 
Berdakwahlah dengan hikmah dan nasihat yang baik. Zaman ini adalah
zaman pemberian kabar gembira, bukan zaman untuk membuat orang lari.
Jika kau memberi nasihat kepada seseorang, ucapkanlah kepadanya, "Jika
kau menghadapkan diri kepada Allah, Allah akan memberimu ini dan kau
akan memperoleh kebaikan itu." Jangan kalian takut-takuti orang yang lalai
(ghofil), tapi ajaklah ia dengan lemah lembut dan bangkitkan minatnya
(targhib).
 
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kalian duduk di tiap-tiap jalan menakut-nakuti dan
menghalang-halangi orang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar
jalan Allah itu menjadi bengkok."
(QS Al-A'rof, 7:86)
 
"Oleh sebab itu, berikanlah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat."
(QS Al-A'la, 87:9) Yakni, berikanlah peringatan hanya di saat-saat mereka
mau mendengarkannya.
 
Dahulu Rasulullah saw memilih waktu untuk memberikan nasihat. Jika kalian
lihat mereka berpaling, atau sedang tidak berminat, maka diamlah. Jangan
sampai kau menjadi penyebab mereka berpaling atau mendustakan Allah
dan Rasul-Nya.
 
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kalian mencaci sesembahan-sesembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas tanpa pengetahuan."
(QS Al-An'am, 6:108)
 
Andaikata berkat dakwahmu masyarakat menjadi sadar akan keberadaan
Tuhan yang menciptakan mereka, nabi yang diutus kepada mereka, agama
yang menjadi pedoman mereka dalam beribadah kepada-Nya, lalu orang
yang memiliki kekurangan sadar bahwa ia memiliki kekurangan, dan yang
telah berusaha keras tidak kecil hati karena ia telah berusaha keras, maka
itu sudah cukup. Adapun untuk mendidik, mengajarkan adab dan hukum-
hukum furu', maka tidak mungkin dilakukan dalam waktu satu hari.
 
Habib Umar bin Abdurrahman Al-'Atthas selalu berdakwah keliling lembah
dan kota hingga sering terbebas dari kewajiban sholat Jumat. Beliau
berusaha mendekatkan masyarakat kepada Allah dan mendidik mereka.
 
Suatu hari murid beliau Syeikh Ali Baros berkata, "Ya Sayyidiy, betapa
sering engkau mendatangi lembah mi, tapi tidak ada seorang pun mengambil
manfaat darimu."
 
"Wahai Ali, jika mereka memandangku seperti engkau memandangku, tentu
dalam waktu sekejap aku dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Tapi
yang mereka lakukan hanya berkata: Habib sudah datang... Habib sudah
pergi. Jika datang kepadaku, mereka hanya minta hujan atau anak," jelas
Habib Umar.
 
Beginilah dahulu para salaf kita berdakwah, mereka bergaul dengan kaum
awam dengan sabar. Sedangkan kita enggan bergaul dengan mereka.
Dahulu, kakekku, Abdullah bin Ali Al-'Atthas seringkali mengingatkan
keluarganya, "Pandai-pandailah kalian membawa diri. Sebab, kalian tinggal
di tengah-tengah Nahid dan Sa'd, dua kabilah Arab pedalaman. Mereka
memegang kekuasaan, kalian tidak berada di tengah orang-orang Tarim
yang memakai qomis."
 
Habib Umar bin Abdurrahman Al-'Atthas berkata, "Masyarakat
mendatangiku dengan niat dan persiapan yang berbeda-beda. Akulah yang
menyalakannya (Habib Umar mengibaratkan, bahwa seseorang yang
berjalan menuju Allah seperti orang yang hendak membuat api. Ada yang
tidak membawa perlengkapan sama sekali. Namun, ada yang telah
membawa kayu bakar, minyak tanah dan korek api sehingga syeikhnya
dengan mudah dapat menuntunnya membuat api). Diantara mereka ada
yang mengambil bekal cukup untuk satu hari, ada yang mengambil bekal
untuk satu minggu, ada yang mengambil bekal untuk satu bulan dan ada
yang mengambil bekal untuk satu tahun."
 
Seorang sadah Alawiyin yang alim, saleh dan mulia datang ke Tarim dan
menghadiri sholat Jumat. Selesai sholat, ia berceramah, tapi mereka
melarang dan menghentikannya. Ia pun diam.
 
Ada lelaki Alawiyyin lain yang alim, saleh dan mulia datang ke Tarim. Ia
bertemu dengan sebagian besar warga kota Tarim, baik sadah maupun yang
lain. Mereka bersama-sama ziarah kubur. Selesai ziarah, ia minta ijin
kepada tokoh sadah untuk menyampaikan ceramah. Mereka
mengizinkannya. la pun lalu berceramah, dan mereka mendengarkan.
 
Setclah berceramah, ia bertemu dengan lelaki yang datang lebih awal tadi.
Lelaki itu berkata, "Engkau lelah ini membuat sunah yang buruk, yaitu
meminta izin untuk berceramah. Urusan amar makruf dan nahi munkar tidak
memerlukan izin."
 
"Aku minta izin untuk berceramah dan diizinkan. Mereka dapat mengambil
manfaat dari ceramahku. Sedang kau tidak minta izin, maka mereka
melarangmu," jawabnya.
 
Habib Sholeh bin Abdullah Al-'Atthas mendengar peristiwa ini. Beliau
berkata, "Tidak ada seorang pun yang pantas berbicara di depan tokoh-
tokoh ulama dan para wali di kota Tarim. Oh..., andaikan saja ia
berceramah, lalu masyarakat meninggalkannya sendiri."
 
Perhatikan bagaimana salaf menghargai tempat dan penghuninya. Ketika
orang yang memperoleh izin berceramah tadi kembali ke negaranya, seorang
lelaki saleh menemuinya. Ia mengucapkan selamat dan meminta izin untuk
membacakan sesuatu. Ia lalu membacakan kitab Al-'Uhud Al-
Muhammadiyah karya Imam Sya'rani. Dalam kitab itu tertulis: Kami terikat
oleh perjanjian, jika memasuki suatu kota dan hendak menyampaikan
ceramah kepada saudara-saudara kami, maka kami diharuskan meminta
izin.
 
Orang yang memperoleh izin berceramah lalu berkata, "Salinlah tulisan itu,
lalu kirimkan kepadanya."
 
Ada orang yang mau menerima dakwah jika disampaikan dengan
menimbulkan minat (targhib), ada yang harus dengan teror (ancaman atau
tarhib), ada yang dengan cara membangkitkan rasa rindu (tasywiq}, ada
yang dengan cara menyentuh perasaan (tadzwiq).
 
Perjalanan ruh (dalam mendekatkan diri kepada Allah) adalah dengan
kerinduan, perjalanan hati dengan kegembiraan (faroh) dan perjalanan
jasmani dengan mujahadah dan riyadhoh.
 
Ada tiga macam keadaan hati: hati yang hidup, hati yang lalai dan hati yang
mati. Untuk hati yang hidup pendekatan dakwahnya dengan menimbulkan
rasa rindu dan targhib. Untuk hati yang lalai pendekatan dakwahnya dengan 
memberikan  peringatan-peringatan. Sedang hati yang mati pendekatan
dakwahnya dengan ancaman dan harapan.
 
Majelis dakwah dan kisah kaum sholihin dapat menjadi air dan bahan
pembersih {detergent). Untuk hati yang kotor, majelis tadi akan menjadi
pembersihnya. Sedangkan untuk hati yang lunak dan hidup, majelis tadi
akan menjadi air yang menyirami dan membuatnya menjadi semakin hidup.
 
(Bersambung)
 
 
 
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
(*)
Diambil dari buku:
"Sekilas tentang Habib Ahmad bin Hasan al-'Atthas:
Riwayat hidup, Wasiat dan Nasihat, Kisah & Hikmah,
Do'a dan Amalan."
 
Oleh: al-Habib Novel bin Muhammad al-'Aydrus.
Penerbit: Putera Riyadi, Solo.


This message was checked by MailScan for PT. Duta Dwipa Tektona.
www.duta-furni.com

Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan.
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu.




YAHOO! GROUPS LINKS




Reply via email to