Pak Talim Farido,

Kenapa saya hanya mengcopy paste dan tidak berusaha menjelaskan 
sendiri?

Itu karena keterbatasan ilmu yg saya punya, terus terang saya belum 
berani membahas masalah ini berdasarkan pemahaman saya sendiri, akan 
lebih aman buat saya dan saudara2 semua jika yg menjelaskan masalah 
ini adalah orang yg memang paham dan mempelajarinya. Kenapa pula 
saya berani memforward tulisan saudara Abdullah bin Taslim? Itu 
karena saya melihat tulisan beliau cukup Ilmiah, kita bisa 
mempelajari pernyataan2 yg disampaikannya melalui kitab2 rujukan 
yang disebutkannya. 

Demikian alasan saya meng-copy-paste... :) Terimakasih kepada Bapak 
Arland yg telah membagikan ilmunya.


--- In keluarga-islam@yahoogroups.com, talim farido 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> pak nceps...
>   saya lebih sejuk membaca postingan pak arland, karena 
penjelasannya tidak copy paste. Insya Allah ilmu pak arland 
bermanfaat.
>    
>   wassalamu'alaikum
> 
> Arland <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
>             ----- Original Message ----- 
>   From: wandysulastra 
>   To: keluarga-islam@yahoogroups.com 
>   Sent: Monday, January 02, 2006 2:44 PM
>   Subject: [keluarga-islam] Salafi --> was : Re: Bersikap 
Pertengahan dalam Asma' dan Sifat Allah Ta'ala
>   
> 
>   Mengenai Masalah Salafi, ada makalah dari saudara kita Abdullah 
bin 
> Taslim yang saat ini masih belajar di Islamic University of 
Medina, 
> Saudi Arabia,  menanggapi masalah dakwah salafiyah. Dalam 
mensikapi 
> suatu Manhaj yang mungkin baru kita kenal atau dengar, sebaiknya 
> terlebih dahulu kita pelajari, apa dan bagaimana sebenarnya 
Manhaj, 
> Harakah, Faham,  Gerakan itu, dari sumber yang jelas. Sehingga 
kita 
> tidak tergiring dan termasuk kepada orang2 yg suka menebar fitnah. 
> Bukan berarti tulisan ini adalah 100% benar, tetapi paling tidak 
> tulisan saudara kita ini bisa kita jadikan bahan masukan dalam 
> berdiskusi masalah ini.
> 
> 
>   Assalamu 'alaikum wr. wb.
>    
>   Memang benar, untuk mengetahui sesuatu kita harus mencari tahu 
dari sumber yang jelas.
>   supaya tidak terjadi informasi yang bersifat fitnah belaka.
>   Selama ini kan sudah banyak website-website salafi wahabi di 
dunia maya, dan dari sanalahlah banyak orang mengetahui sumber-
sumber yang jelas tentang faham wahabi itu.
>   Boleh jadi, Abdullah bin Taslim belum pernah membaca website2 
salafi di internet, sehingga beliau mengatakan sesuatu yang bias 
dari kenyataan yang sesungguhnya.
>   Seperti yang dikatakan oleh KnC : "Wahabi " menjadi lebih 
sejuk , walaupun belum
> merubah isi content sesungguhnya yang terefleksi dari kenyataan di
> lapangan 
>    
>   Perlu anda ketahui, bahwa tidak semua penduduk kota Madinah itu 
berfaham wahabi, malahan menurut pengamatan saya di Madinah itu 
masih cukup banyak juga ahlul bait (keturunan) Rosululloh SAW yang 
notabene melakukan Maulid Nabi SAW, dan mereka kebanyakan bukan 
berfaham wahabi, tapi salafiah aswaja (Al-asy-ariyah), sama seperti 
kebanyakan habaib2 di negeri kita.
>   Kecuali di Makkah, di Makkah memang pengikut wahabinya lebih 
banyak, terutama para generasi muda yang usianya di bawah 40 tahun, 
namun tidak kesemuanya ; ada juga yang bukan berfaham wahabi.
>    
>   Syekh Al-Khuzaifi, Imam besar Masjid Nabawi beberapa waktu yang 
lalu pernah di penjara kerajaan Saudi Arabia oleh sebab pada khutbah 
jum'at beliau mengkritik pemerintahan wahabi dan faham2 wahabi. Tapi 
setelah dipenjara beberapa bulan lamanya akhirnya beliau dilepas 
lagi setelah membuat pernyataan di atas segel bahwa tak akan 
mengulangi kritiknya lagi, disamping juga mendapatkan jaminan 
tertulis dari ulama-ulama yang berseberangan dengan faham wahabi.
>    
>   Kalau anda kurang yakin akan informasi ini, anda dapat 
menanyakan kepada rekan Abdullah bin Taslim, apakah benar beberapa 
bulan yang lalu Syekh Al-Khuzaifi pernah menghilang selama beberapa 
bulan dan tidak menjadi Imam rawatib di Masjid Nabawi lagi, maka 
pada waktu itulah beliau sebetulnya di penjara oleh pemerintahan 
wahabi, dan tak ada satupun surat kabar dalam negeri yang berani 
untuk memberitakan tentang penahanan tersebut.
>    
>   Jadi maksud saya, rekan Abdullah bin Taslim sudah sedikit 
mengaburkan antara faham salafi itu seolah-olah adalah faham wahabi, 
padahal itu tidak identik.
>   Kalau faham wahabi itu ada kesamaan dengan faham salafus-sholeh, 
Ya, itu memang benar.Tapi kalau faham wahabi identik dan sebangun 
dengan faham salafus-sholeh, saya kira itu kurang tepat atau bahkan 
mengaburkan sama sekali. Apalagi sampai mengkalim salafus sholeh = 
wahabi, itu sangat tidak ilmiah.
>    
>   Semua pemahaman akidah ahlus-sunnah wal jama'ah itu bermuara 
pada pemahaman salafus-sholeh, yaitu suatu generasi yang mendapat 
jaminan terbaik dari Rosululloh SAW.
>   Tapi bukan berarti Rosululloh SAW menjamin tentang faham Wahabi 
yang sekarang.
>   Dan yang terselamatkan dari kesesatan itu adalah Ahlus-sunnah 
wal jama'ah bukan Wahabi.
>    
>   Begitu juga tentang kota Najd, itu sudah dikaburkan maknanya 
menurut kepentingan orang-orang yang berfaham wahabi yang 
mengartikannya sebagai Madinah atau Irak.
>   Padahal menurut hemat saya Najd itu maksudnya adalah kota Riyad, 
bukan Irak bukan juga Madinah. Riyad adalah kota sentral 
pemerintahan wahabi, disana juga banyak maksiat dan orang-orang 
kafir yang berseliweran bahkan sampai membangun pangkalan militer 
Amerika untuk membunuh orang2 muslim juga, yaitu muslim sunni d 
Irak, itu maknanya disanalah 2 tanduk setan itu berada, sebagai 
corong pembunuhan muslim di jazirah arab.
>    
>   Kalau Najd diartikan sebagai Madinah, seperti yang difahami 
Abdullah bin Taslim, tentu Rosululloh SAW tidak akan hijrah dari 
Makkah ke Madinah, kan...? untuk apa hijrah ke suatu negeri yang 
sudah Beliau SAW ketahui ada 2 tanduk setan???
>    
>   Anda harus tahu, bahwa untuk memasuki kota Riyad itu tidak 
gampang bagi turis, apalagi turis dari Asia tenggara, disana 
pemeriksaannya berlapis-lapis pos jaga militer (saya dapat informasi 
sampai 8 lapis), tidak semudah seperti kita berkunjung ke kota-kota 
di Indonesia. Kalau Visa anda statusnya turis biasa, jangan berharap 
anda bisa masuk ke Riyad. Tapi bule-bule kafirun disana bebas keluar 
masuk kota. Saya juga ga ngerti kenapa wahabi seperti itu.
>    
>   Ada lagi keheranan saya, mengapa Raja Fadh yang baru-baru ini 
wafat, tidak dimakamkan di Madinah atau di Makkah, tapi dimakam di 
Riyad.
>   Padahal semua muslim didunia berharap dapat dikubur di Makkah 
atau Madinah, karena menurut salah satu hadits berbunyi : "Man mata 
bimakkata faka annama mata fissamaid dun-ya" artinya kira-kira : 
Barang siapa mati di Mekkah, maka seolah-olah ia mati dilangit 
dunia, ini  pengertiannya bahwa (dari yang pernah saya baca dari 
syarah) kota ini konon tidak akan mengalami guncangan yang hebat 
seperti negeri lain pada waktu hari kiyamat nanti. dan di dalam Al-
qur'an juga banyak disebut nama-nama Makkah seperti al-balad dsb, 
kalau tidak salah ada terdapat 9 ayat, itu maksudnya adalah kota 
Makkah.
>    
>   Mengenai kota Madinah ada hadits yang berbunyi : "Awwalu  man 
asy-fa'u lahu yaumal qiyamati min ummati  ahlul madinati wa-ahluth 
tho-ifi" yang artinya kira-kira : Pertama kali manusia yang aku 
berikan Syafa'at baginya pada hari qiyamat dari ummatku yaitu ahli 
Madinah dan ahli Thoif.
>   Ada lagi hadits yang berbunyi "Manistatho'a  ayyamuta bil 
madinati falyamut biha fa  inni asyfa'u limayyamutu biha" (Rowahu 
Ibnu Umar Ra) yang artinya kira-kira : Barang siapa yang dapat  mati 
di Madinah maka hendaklah  ia mati  padanya, bahwasanya aku memberi 
syafa'at bagi  orang  yang mati di Madinah.
>    
>   Lalu mengapa sejak dulu keluarga kerajaan tidak mau memakamkan 
seorang raja ataupun keluarga kerajaan di Makkah atau di Madinah, 
padahal kedua kota itu  yang sangat menjadi dambaan setiap muslim di 
seantero dunia.??? dan Rosululloh SAW sudah memberitahukan 
keistimewaan 2 tanah haram ini melalui banyak riwayat hadits.
>    
>   Jadi untuk sementara ini saya memahami bahwa NAjd yang di maksud 
Rosululloh SAW adalah Riyad, bukan irak apalagi Madinah.
>   Karena dari kota Riyad-lah terbentuk kerja sama antara Sykeh 
Muhammad Abdul Wahab dengan As-su'ud untuk memberontak kekhalifahan 
islam waktu itu, dan kini berdirilah kerajaan Arab Saudi dan 
kemudian menguasai Makkah dan Madinah dengan pertumpahan darah 
ribuan manusia.
>    
>   Kemudian mengani kota yaman yang diungkapkan dalam sebuah 
hadits, itu sudah benar kota yaman yang sekarang, yaitu hadromout, 
dimana hingga hari ini disana banyak sekali ahlul bait Rosululloh 
SAW yang menetap turun menurun semenjak pembunuhan karbala, terlebih 
setelah pemerintahan wahabi menggusur mereka dari Makkah Madinah.
>   Lalu kenapa harus dikaburkan hanya untuk kepentingan wahabi?? 
seakan-akan yaman yang dimaksud hadits bukan yaman yang sekarang??
>    
>   Perlu anda tahu bahwa semenjak jaman Rosululloh SAW hingga hari 
ini, ka'bah itu memiliki 4 buah sudut yang masing-masing memiliki 
nama yang berbeda-beda, salah satu sudut Ka'bah itu ada yang 
namanya "rukun Yamani", ada juga sudut rukun Iraqi, rukun syami dan 
sudut hajarul aswad.
>   sudut rukun yamani itu adalah satu sudut yang menandakan sudut 
mata angin yang mengarah ke negeri Yaman yang sekarang, bukan negeri 
lain seperti yang dikatakan oleh rekan Abdullah bin Taslim. Begitu 
juga rukun iraqi itu mengarah ke irak, dan rukun syami itu mengarah 
ke syam/mesir, arah mata angin kota-kota ini tak pernah berubah 
sejak jaman dari Rosululooh SAW hingga hari ini, karena ka'bahnya 
tetap masih kokoh berdiri hingga sekarang.
>    
>   Apakah rekan Abdullah bin Taslim tidak pernah melihat peta dan 
arah mata angin kearah mana sudut2 ka'bah yang bernama rukun yamani 
itu sehingga menyimpulkan bahwa negeri yaman yang dimaksud 
Rosululloh SAW adalah bukan hadromout/yaman  yang sekarang?
>    
>   Mohon maaf bila ada kekeliruan, dan silahkan dikoreksi bila ada 
yang salah dalam pemahaman saya.
>    
>   wassalam,
> 
>   
> Bismillahirrohmaanirrohiim
> 
> Menanggapi tulisan dan pertanyaan al akh Kurniadi, menurut ilmu 
saya 
> yang sangat terbatas, saya ingin memberikan jawaban sebagai 
berikut :
> Istilah "salafi" atau dalam bentuk majemuknya "salafiyun" adalah 
> penisbatan kepada generasi salaf, yaitu generasi para sahabat 
> Rasulullah shollallahu'alaihiwasallam, tabi'in (pengikut para 
> sahabat) dan tabi'ut tabi'in (pengikut tabi'in), yang mereka ini 
> telah dijamin kebenaran pemahaman dan pengamalan agama mereka oleh 
> Allah dan Rasul-Nya shollallahu'alaihiwasallam, Allah 
> subhanahuwata'ala berfirman:
> 
> "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) 
di 
> antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang 
> mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah 
> menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di 
> dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah 
kemenangan 
> yang besar" (QS. At Taubah: 100).
> Dan Rasulullah shollallahu'alaihiwasallam bersabda :
> "Sebaik-sebaik (generasi) di umatku ini adalah generasiku (para 
> sahabat), kemudian orang-orang yang datang setelah mereka 
(tabi'in), 
> dan kemudian orang-orang yang datang setelah mereka (tabi'ut 
> tabi'in)" (HSR Bukhari dan Muslim).
> Istilah lain dari "salafi" adalah "Ahlus sunnah wal jama'ah", 
> artinya orang-orang yang mengikuti sunnah Rasulullah 
> shollallahu'alaihiwasallam dan pemahaman al jama'ah (para sahabat 
> Rasulullah shollallahu'alaihiwasallam rodhiallahu'anhum `ajma'iin) 
> dalam beragama, hal ini ditunjukkan dalam hadits yang shahih, 
ketika 
> Rasulullah shollallahu'alaihiwasallam memberitakan tentang 
> perpecahan umat ini menjadi 73 golongan, Beliau 
> shollallahu'alaihiwasallam bersabda : "Semua golongan itu masuk 
> neraka kecuali satu golongan, yaitu Al Jama'ah", dalam riwayat 
lain 
> Beliau shollallahu'alaihiwasallam sendiri yang menafsirkan makna 
Al 
> Jama'ah dalam hadits ini dengan sabda Beliau 
> shollallahu'alaihiwasallam : 
> "Mereka adalah orang-orang yang mengikuti petunjukku dan petunjuk 
> para sahabatku" (HR Ahmad, Abu Dawud, Ad Darimi, Al Hakim dll, 
> dinyatakan shahih oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi, 
juga 
> oleh syaikh Al Albani, lihat "Zhilal al jannah" hal. 33).
> Dalam hal ini, harus dibedakan antara "salaf" dengan orang yang 
> mengaku sebagai "salafi" atau "salafiyun", karena "salaf" telah 
> dijamin kebenarannya, adapun orang yang mengaku "salafi" tidak ada 
> jaminan baginya, kecuali jika dia benar-benar mengikuti pemahaman 
> dan pengamalan generasi salaf. Dan tidak semua orang yang 
> mengucapkan kata-kata yang benar, ucapan tersebut sesuai dengan 
> kenyataannya. Sebagaimana slogan yang diucapkan oleh orang-orang 
> khawarij ketika mereka keluar untuk memberontak di jaman 
kekhalifaan 
> Ali bin Abi Thalib rodhiallahu'ahu, mereka mengatakan: "tidak ada 
> hukum selain hukum Allah", maka Ali bin Abi Thalib rodhiallahu'ahu 
> menanggapi slogan tersebut dengan ucapan beliau yang 
> terkenal: "(slogan mereka itu adalah) kalimat yang (tampaknya) 
> benar, tetapi dimaksudkan untuk kebatilan" HSR Imam Muslim 
(2/749). 
> Sebagai contoh nyata dalam hal ini adalah apa yang al akh Kurniadi 
> sebutkan sendiri tentang kelompoknya ust. Muhammad Umar As Sewed, 
> tentang sikap mereka yang terlalu keras terhadap orang-orang yang 
> berbeda pendapat (dalam masalah-masalah yang bukan merupakan 
prinsip 
> dasar ahlu sunnah) dengan mereka, bahkan sampai menggunakan kata-
> kata yang keji dan tidak pantas untuk diucapkan. Kalau kita 
> bandingkan sikap mereka ini dengan sikap para ulama besar yang ada 
> di Arab saudi (yang mereka telah diakui sebagai ulama yang benar-
> benar mengikuti pemahaman dan pengamalan generasi salaf) dalam 
> menyikapi perbedaan pendapat, kita akan dapati perbedaan yang 
sangat 
> jauh sekali antara keduanya, seperti perbedaan antara langit dan 
> bumi! Saya dan teman-teman yang – alhamdulillah - belajar di 
Islamic 
> University of Medina, Saudi Arabia, selama sekitar 6 tahun 
> (mengambil master -ed) (bahkan ada yang sudah 9 tahun - mengambil 
> doctor -ed) kami tinggal di kota Nabi shollallahu'alaihiwasallam, 
> kami menghadiri ceramah-ceramah para ulama di Arab Saudi dan 
melihat 
> langsung sikap mereka dalam masalah ini, kami dapati sikap mereka 
> yang sangat lemah lembut dan jauh dari sikap kasar apalagi 
> mengucapkan kata-kata yang keji. Mereka yang pernah kami jumpai 
> bersikap seperti ini di antaranya: Syaikh Muhammad bin Shaleh 
> Al `Utsaimin, Sykh Shaleh Al Fauzan, Syaikh `Abdul `Aziz Alu Asy 
> Syaikh (Mufti negara Arab Saudi saat ini), Syaikh Shaleh Alu Asy 
> Syaikh, Syaikh Abdul Muhsin Al `Abbad (ulama yang paling senior di 
> Madinah), kemudian yang lebih muda dari mereka di antaranya: 
Syaikh 
> Rabi' Al Madkhali, Syaikh Muhammad Jamil Zainu, Syaikh Shaleh As 
> Suhaimi, kemudian Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili, Syaikh Abdur Razzak, 
> Syaikh Tarhib Ad Dausari (penulis kitab "Al Quthbiyyah hiyal 
> fitnah"), demikian juga para ulama yang mengikuti manhaj salaf 
dari 
> luar Arab Saudi, seperti murid-murid Syaikh Al Albani yang berada 
di 
> Yordania, yaitu Syaikh Ali Hasan, Syaikh Salim Al Hilali, Syaikh 
> Mashur Hasan Salman, Syaikh Muhammad Musa Nashr dll. Sikap lemah 
> lembut ini pun jelas kita dapati pada dua ulama besar jaman ini, 
> yang terkenal sangat gigih dalam mendakwahkan dan membela manhaj 
> salaf, yaitu Syaikh Bin Baz dan Syaikh Al Albani, melalui ceramah-
> ceramah dan fatwa-fatwa yang mereka sampaikan.
> Mungkin juga perlu diketahui, saya sendiri (penulis makalah ini) 
> dulu pernah menjadi santri angkatan pertama ust. Muhammad Umar As 
> Sewed dan ust. Ja'far Umar Thalib di Ponpes Ihya us Sunnah, Jln. 
> Kaliurang km 15, Degolan, Yogyakarta, dan sedikit banyak tentunya 
> saya terpengaruh dengan sikap-sikap keras mereka, tapi kemudian - 
> alhamdulillah – setelah saya belajar di Madinah dan membandingkan 
> sikap mereka ini dengan sikap para ulama di Arab Saudi, saya 
merubah 
> diri dan meninggalkan sikap-sikap keras tersebut.
> Kemudian, bukan berarti dengan makalah ini saya menghukumi bahwa 
> kelompoknya ust. Muhammad Umar As Sewed telah keluar dari manhaj 
> salaf/ahlus sunnah, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap orang-
> orang yang berbeda pendapat dengan mereka, karena yang saya 
> bicarakan dalam makalah ini adalah kesalahan mereka dalam 
menyikapi 
> perbedaan pendapat, bukan masalah manhaj secara keseluruhan.
> Juga ingin saya ingatkan kepada al akh Kurniadi, untuk lebih 
berhati-
> hati dalam menilai dan menghukumi, apalagi jika yang dinilai itu 
> pemahaman salaf/ahlus sunnah wal jama'ah, yang telah dijamin 
> kebenarannya oleh Allah subhanahuwata'ala dan Rasul-Nya 
> shollallahu'alaihiwasallam dalam banyak ayat al Qur an dan hadits 
> yang shahih, di antaranya ayat dan hadits yang saya sebutkan di 
> atas. Maksud saya, jangan hanya dikarenakan kesalahan 
> seseorang/kelompok yang menisbatkan diri kepada pemahaman salaf, 
> lantas menjadikan kita menyalahkan atau minimal, meragukan 
kebenaran 
> pemahaman salaf!, Apalagi sampai menyebutkan dua orang syaikh 
besar 
> yang telah disepakati keimaman mereka berdua dan kuatnya mereka 
> dalam berpegang teguh, membela dan mendakwahkan manhaj salaf, 
yaitu 
> syaikh Bin Baz dan syaikh Al Albani, silahkan baca kitab-kitab 
> mereka dan dengar kaset-kaset ceramah mereka untuk membuktikan hal 
> ini.
> Demikian juga penilaian terhadap apa yang disebut sebagai 
> faham/gerakan wahabi, yang hanya berdasarkan hadits-hadits yang 
> bersifat umum, yang dipahami dengan keliru (insya Allah akan saya 
> jelaskan). Seharusnya untuk menilai benar/tidaknya faham ini, yang 
> kita lakukan adalah membaca langsung buku-buku tulisan Syaikh 
> Muhammad bin Abdul Wahhab, agar kita dapat menilai apakah betul 
> pemahaman beliau seperti pemahaman khawarij, apakah beliau suka 
dan 
> mudah membid'ahkan dan mengkafirkan sesama muslimin, seperti yang 
> dikatakan oleh al akh Kurniadi? Saya pribadi telah membuktikan 
bahwa 
> pemahaman dan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah 
sesuai 
> dengan pemahaman dan dakwah salaf/ahlus sunnah wal jama'ah dan 
> sangat jauh dari pemahaman khawarij yang mudah mengkafirkan kaum 
> muslimin. Atau barangkali al akh Kurniadi punya bukti yang jelas 
> tentang penyimpangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan dakwah 
> beliau dalam kitab tulisan beliau? Kalau memang ada, tolong 
> disebutkan meskipun satu saja!.
> Di antara bukti nyata yang menunjukkan hal ini, sikap para ulama 
> besar pengikut manhaj salaf yang ada di arab saudi, yang disebut 
> oleh al akh Kurniadi sebagai ulama-ulama sunni wahabi mutakhirin, 
> mereka sangat keras dalam menentang pemahaman khawarij yang mudah 
> mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum muslimin tanpa alasan 
yang 
> benar, dan sangat lembut dalam menyampaikan perbedaan pendapat 
> (dalam masalah-masalah yang bukan merupakan pokok-pokok agama), 
yang 
> semua ini kami dengarkan dan saksikan langsung selama kami belajar 
> di arab saudi.
> Adapun pertanyaan al akh Kurniadi tentang makna hadits shahih yang 
> diriwayatkan oleh imam Bukhari tentang penolakan Nabi 
> shollallahu'alaihiwasallam untuk mendoakan Najd, maka hadits ini 
> telah dijelaskan maknanya oleh para ulama terdahulu yang 
menjelaskan 
> makna hadits-hadits kitab shahih Bukhari, shahih Muslim dll, dan 
> para ulama ini semuanya wafat jauh sebelum lahirnya Syaikh 
Muhammad 
> bin Abdul Wahhab (tahun 1115 H, ada juga yang mengatakan tahun 
1111 
> H), jadi mereka sama sekali bukan termasuk pengikut wahabi. Ada 
> sekitar enam kitab syarah (penjelasan) hadits-hadits shahih 
Bukhari 
> dan satu kitab syarah hadits-hadits shahih Muslim yang sempat saya 
> baca, dengan izin Allah subhanahuwata'ala, tentang makna hadits 
ini, 
> kitab-kitab tersebut: A'lamul Hadits (jld 4/hal. 2330, cet. Ummul 
> Quro, Mekkah) karya Al Khaththabi (wafat tahun 388 H), Syarh Ibnu 
> Baththaal (10/44, cet. Maktabah Ar Rusyd) karya `Ali bin Khalaf 
Ibnu 
> Baththaal (wafat 444/449 H), Al Kawakib Ad Darari (24/168, cet. 
Dar 
> ihya at turats al arabi) karya Muhammad bin Yusuf Al Kirmani 
(wafat 
> 786 H), Fathul Baari (13/58-59, cet. Dar as salam, Riyadh) karya 
Al 
> Hafizh Ibnu Hajar Al `Asqalani (wafat tahun 852 H), `Umdatul qaari 
> (24/200, cet. Dar al fikr, Beirut) karya Badrudiin Al `Aini (wafat 
> 855 H), Irsyadus saari (10/41, cet. Dar al kutub al `ilmiyah) 
karya 
> Ahmad bin Muhammad Al Qusthallani (wafat 923 H) dan Syarah Shahih 
> Muslim (18/238-239, cet. Dar al ma'rifah) karya Imam An Nawawi 
> (wafat 686 H). Semua kitab tersebut menjelaskan bahwa makna "Najd" 
> dalam hadits tersebut adalah wilayah timur Madinah, yang meliputi 
> wilayah Irak dan sekitarnya. Imam Abu Sulaiman Al Khaththabi 
ketika 
> menjelaskan makna hadits ini berkata: "Najd adalah di sebelah 
timur, 
> dan orang yang tinggal di Madinah `Najd'nya adalah pedalaman Irak 
> dan sekitarnya. Arti kata `Najd' sendiri secara etimologi adalah 
> tanah (dataran) tinggi, berbeda dengan kata `Al Ghaur' yang 
berarti 
> tanah (dataran) rendah…" (kitab A'lamul Hadits 4/2330), ucapan 
Imam 
> Al Khaththabi ini dinukil dan dibenarkan oleh Al Kirmani, Al 
> Qusthallani, Badruddin Al `Aini dan Ibnu Hajar Al `Asqalani.
> Bahkan sebelum para ulama di atas, Imam Bukhari dan Imam Muslim 
> sendiri telah mengisyaratkan makna tersebut di atas, buktinya, 
Imam 
> Bukhari membawakan hadits ini dan hadits-hadits yang semakna 
> dengannya dalam kitab shahihnya dalam bab: "Fitnah itu (muncul) 
dari 
> arah timur" (Shahih Bukhari – Fathul Bari 13/57). Adapun Imam 
> Muslim, setelah membawakan hadits-hadits yang semakna dengan 
hadits 
> di atas, beliau mengakhiri bab tsb dengan sebuah atsar (riwayat) 
> dari seorang Tabi'in senior Salim bin Abdullah bin Umar bin Al 
> Khaththab, dia berkata: Wahai penduduk Irak! Betapa seringnya 
kalian 
> menanyakan tentang dosa kecil, padahal kalian selalu melakukan 
dosa 
> besar! Aku pernah mendengar ayahku Abdullah bin Umar 
> rodiallahu'anhuma berkata bahwa Rasulullah 
> shollallahu'alaihiwasallam bersabda: "Sungguh fitnah itu akan 
muncul 
> dari arah ini", sambil Beliau shollallahu'alaihiwasallam menunjuk 
ke 
> arah timur, "dari arah munculnya dua tanduk setan", dan sebagian 
> dari kamu memukul leher (membunuh) sebagian yang lain …" (Shahih 
> Muslim 4/2229). Atsar ini menunjukkan bahwa Tabi'in senior ini 
> memahami hadits tsb seperti makna yang saya sebutkan di atas, 
karena 
> dia menujukan dan menyampaikan hadits tersebut di hadapan penduduk 
> Irak.
> Kemudian, untuk memperjelas keterangan di atas, saya coba merujuk 
> kepada kitab-kitab yang memuat keterangan tentang nama-nama 
> wilayah/negeri, saya sempat membaca dua kitab: "Al Ansab" karya As 
> Sam'ani (wafat 562 H) dan "Mu'jamul buldan" karaya Yaqut Al 
Hamawi, 
> kedua kitab tersebut menjelaskan pengertian wilayah "Najd" kurang 
> lebih sama seperti keterangan yang saya sebutkan di atas. 
> Penjelasan ini sama sekali tidak bertentangan dengan apa yang 
> dikatakan oleh al akh Kurniadi bahwa Irak merupakan dataran rendah 
> (meskipun hal ini perlu diteliti kembali kepastiannya), karena 
makna 
> wilayah Irak sebagai `Najd' (dataran tinggi) adalah jika 
> dibandingkan dengan wilayah Madinah yang lebih rendah, karena 
semua 
> wilayah yang tanahnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan 
wilayah 
> setelahnya, dinamakan `Najd', sedangakan wilayah yang tanahnya 
lebih 
> rendah dinamakan `Gaur', sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu 
Hajar 
> dalam Fathul Bari (13/59).
> Hal lain yang mungkin perlu diketahui disini, bahwa nama-nama 
> wilayah/negeri yang disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah 
> shollallahu'alaihiwasallam janganlah dipahami dengan nama-nama 
> negara yang ada saat ini, misalnya saja: wilayah `Yaman' yang 
banyak 
> disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah 
> shollallahu'alaihiwasallam, batas wilayahnya bukan hanya wilayah 
> negara republik Yaman yang ada sekarang, tapi jauh lebih luas dari 
> pada itu, demikian pula wilayah Irak.
> Demikian pula bukan berarti dengan kita menetapkan bahwa wilayah 
> Iraklah yang dimaksud dalam hadits tersebut di atas sebagai tempat 
> munculnya fitnah, bukan berarti semua kegiatan keagamaan yang 
> dilakukan di sana itu salah dan semua tokoh-tokoh islam yang 
berasal 
> dari sana mempunyai penyimpangan dalam agama, bahkan kita dapati 
> banyak ulama besar ahlus sunnah yang berasal dari sana atau pernah 
> menetap di sana untuk menyebarkan agama islam yang benar, seperti 
> sahabat yang mulia `Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas'ud 
> rodiallahu'anhuma, demikian pula para ulama besar ahlu sunnah 
> setelah mereka seperti Hasan Al Bashri, Muhammad bin Sirin, 
Qotadah, 
> Al A'masy, Sufyan Ats Tsauri, Ahmad bin Hambal, Al Khatib Al 
> Baghdadi dll, Imam Asy Syafi'i juga pernah tinggal di sana sebelum 
> kemudian pindah ke Mesir.
> Sebagaimana tidak mesti karena cikal bakal Khawarij yang bernama 
> Dzul khuwaisirah dari Bani Tamim, maka semua orang yang nasabnya 
> sampai kepada Bani Tamim, seperti Syaikh Muhammad bin Abdul 
Wahhab, 
> lantas dianggap berpemahaman Khawarij! Bahkan ini merupakan cara 
> mengambil kesimpulan yang sangat aneh dan jauh dari tuntunan 
ajaran 
> islam yang selalu mengajarkan untuk selalu bersangka baik kepada 
> sesama muslim kecuali jika ada bukti nyata dan jelas yang 
> mengharuskan kita bersangka buruk kepadanya. Apakah karena Fir'aun 
> itu berasal dari Mesir maka semua orang yang berasal dari Mesir 
kita 
> curigai sebagai pengikut Fir'aun? Atau apakah karena gembong besar 
> penentang dakwah Rasulullah shollallahu'alaihiwasallam seperti Abu 
> Lahab dan Abu Jahal cs berasal dari suku Quraisy maka semua orang 
> yang berasal dari suku Quraisy dianggap sama seperti mereka?, Juga 
> perlu diketahui bahwa Bani Tamim adalah salah satu Qabilah Arab 
yang 
> sangat besar dan darinya bercabang banyak Qabilah-qabilah lainnya, 
> Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berasal dari Qabilah Bani Sinan. 
> Para Sahabat Rasulullah shollallahu'alaihiwasallam 
> rodhiallahu'anhum `ajma'iin sendiri banyak di antara mereka yang 
> berasal dari Bani Tamim dan dikenal berislam dengan baik sampai 
> mereka wafat, seperti Khabbab bin Al Aratt, Al Aqra' bin Habis, Al 
> Ahnaf bin Qais dll, demikian pula ulama-ulama besar ahlus sunnah 
> yang nasabnya sampai kepada Bani Tamim, seperti Fudhail bin 
`Iyadh, 
> Yahya bin Yahya (salah seorang guru imam Muslim yang terkenal), 
> Ibnu `Abdil Bar dll.
> Juga sebagai himbauan kepada al akh Kurniadi agar dalam memahami 
> ayat-ayat Al Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah 
> shollallahu'alaihiwasallam hendaknya selalu merujuk kepada para 
> ulama ahli tafsir dan ahli hadits, karena memang mereka itulah 
yang 
> membidangi masalah ini, supaya nantinya tidak timbul kerancuan dan 
> kesalahpahaman dalam memahaminya. Jangan terburu-buru dipahami 
> dengan akal sendiri! Bukankah Allah subhanahuwata'ala berfirman: 
> "Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika 
kamu 
> tidak mengetahui", (QS. An Nahl: 43). 
> Kalau dalam masalah-masalah dunia kita selalu merujuk kepada orang 
> yang ahli di bidangnya, seperti kalau sakit kita ke dokter dll, 
maka 
> mestinya dalam urusan agama yang menyangkut keselamatan kita di 
> akhirat nanti kita harus lebih berhati-hati lagi dan hanya merujuk 
> kepada ulama ahlus sunnah wal jama'ah.
> Terakhir, saya ingin menanggapi masalah persatuan dan perpecahan 
> umat yang disinggung oleh al akh Kurniadi. Memang benar, Allah 
> subhanahuwata'ala memerintahkan dan mewajibkan kaum untuk bersatu 
> dan melarang mereka berpecah belah, tapi persatuan yang 
dimaksudkan 
> disini adalah persatuan yang dilandasi kebenaran, yaitu kembali 
> kepada Al Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman generasi salaf, 
> bukan persatuan yang hanya sekedar berkumpul bersama-sama tanpa 
> berkomitmen untuk berpegang teguh kepada kebenaran.
> Allah subhanahuwata'ala Berfirman:
> "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan 
> janganlah kamu bercerai-berai (berpecah belah)" (Ali `Imran: 103), 
> dan Allah subhanahuwata'ala mencela orang-orang Yahudi dan 
Nashrani 
> yang berpecah belah setelah datangnya kebenaran dan petunjuk Allah 
> subhanahuwata'ala kepada mereka, Allah subhanahuwata'ala 
Berfirman: 
> "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan 
> berselisih sesudah datang keterangan yang jelas (petunjuk Allah) 
> kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang 
> berat", (QS. Ali `Imran: 105).
> Maka persatuan dan ukhuwah (persaudaran) islam yang benar sama 
> sekali tidak bertentangan dengan kewajiban amar ma'ruf dan nahi 
> munkar serta saling menasehati dengan cara yang benar dan lemah 
> lembut di antara kaum muslimin, bahkan persatuan dan ukhuwah islam 
> yang benar tidak akan tegak tanpa adanya saling menasehati, karena 
> bagaimana mungkin kita mencintai saudara kita, lalu kita 
membiarkan 
> dia melakukan kesalahan dalam memahami dan mengamalkan agama ini 
> tanpa kita berusaha menegur dan meluruskannya? Padahal Rasulullah 
> shollallahu'alaihiwasallam bersabda: "Seorang (muslim) tidaklah 
> dikatakan beriman sampai dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya 
> (sesama muslim) sebagaimana dia mencintai (kebaikan itu) untuk 
> dirinya sendiri" (HSR Bukhari dan Muslim). Dalam hadist shahih 
> lainnya, dari Anas bin Malik rodhiallahu'anhu, Rasulullah 
> shollallahu'alaihiwasallam bersabda: "Tolonglah saudaramu sewaktu 
> dia berbuat kezhaliman dan sewaktu dia dizhalimi!", maka ada 
sahabat 
> yang bertanya: wahai Rasulullah shollallahu'alaihiwasallam, kami 
> akan menolong saudara kami sewaktu dia dizhalimi, tapi sewaktu dia 
> yang berbuat zhalim bagaimana kami menolongnya? Rasulullah 
> shollallahu'alaihiwasallam menjawab: "Kamu mencegah dia dari 
> perbuatan zhalim tersebut, itulah bentuk pertolonganmu kepadanya" 
> (HSR Bukhari).
> Maka persatuan yang benar ini jelas sangat berbeda dengan 
persatuan 
> (?) yang digembar-gemborkan oleh sebagian kelompok-kelompok dakwah 
> saat ini, yang hanya menitikberatkan pada upaya menghimpun dan 
> mengumpulkan massa sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan 
perbedaan 
> pemahaman bahkan perbedaan aqidah dan keyakinan di antara mereka, 
> dan tanpa berusaha untuk membenahi dan meluruskan aqidah dan 
> pemahaman tersebut. Maka persatuan (?) model ini justru pada 
> hakikatnya adalah perpecahan, karena tidak dibangun di atas 
> kebenaran. Dalam sebuah atsar yang shahih Abdullah bin Mas'ud 
> rodhiallahu'anhu berkata: "Al jama'ah (persatuan) itu adalah apa 
> yang sesuai dengan kebenaran meskipun kamu sendirian" (Riwayat 
> Ibnu `Asakir dalam "Tarikh Dimasyq" dengan sanad yang shahih). 
Jadi 
> jelas sekali bahwa yang menjadi barometer adalah sesuai tidaknya 
> dengan kebenaran, bukan hanya sekadar mengutamakan jumlah yang 
> banyak. Dalam Al Qur'an Allah subhanahuwata'ala mencela persatuan 
> yang tidak dilandasi kebenaran, bahkan Allah subhanahuwata'ala 
> menegaskan bahwa persatuan tersebut pada hakikatnya adalah 
> perpecahan, Allah subhanahuwata'ala berfirman:
> "Kamu kira mereka itu bersatu padahal hati mereka berpecah 
> belah.Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum 
yang 
> tiada mengerti" (QS. Al Hasyr:14).
> Semoga Allah subhanahuwata'ala selalu memberikan petunjuk-Nya 
kepada 
> kita semua untuk selalu istiqamah di atas jalan yang benar sampai 
> kita menghadap-Nya kelak. Dan khususnya kepada al akh Kurniadi 
saya 
> benar-benar mohon maaf jika ada kata-kata saya yang kurang 
berkenan 
> di hati, Allah subhanahuwata'ala Maha Mengetahui bahwa saya tidak 
> menghendaki kecuali kebaikan untuk kita semua. Dan sebagai penutup 
> saya ingin mengatakan kepada al akh Kurniadi: saya mencintai anda 
> karena Allah subhanahuwata'ala.
> 
> Madinah, Ahad, 24 Rajab 1426 H/ 28 agustus 2005 
> - Abdullah bin Taslim 
> 
> --- In keluarga-islam@yahoogroups.com, "Arland" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> >
> > Assalamu 'alaikum wr. wb.
> > Rekan-rekan KI Mania,
> > Dibawah ini adalah pendapat; seperti yang pernah saya sebut 
> sebagai  
> > pemahaman Tauhid ala "salafi wahabiah", bukan salafiah aswaja.
> > kalau pemahaman salafiah aswaja justru memandang sifat-sifat 
yang 
> > wajib diketahui dan di i'tiqodkan oleh mukmin adalah 20 sifat 
> seperti 
> > wujud, qidam, baqo, mukholafatu lil hawadish, Al Ilmu, Al 
Qudrah, 
> Al 
> > Iradah, Al Kalam, Al Hayat, As Sam'u dan Al Bashar dll.
> > Ini sebagai contoh saja bahwa walaupun sama-sama salafiah namun 
> > terjadi perbedaan dalam memandang sifat-sifat Alloh SWT.
> > yang terpenting Asalkan jangan menyebut SESAT satu dengan 
lainnya.
> > 
> > Siapa mau komentar...? :))
> > 
> > wassalam,
> > 
> > 
> > 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala 
kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, 
salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu 
kepada yang membutuhkan. 
> Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah 
Subhanahu wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, 
beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta 
petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang engkau mampu. 
> 
> 
>     
> ---------------------------------
>   YAHOO! GROUPS LINKS 
> 
>     
>     Visit your group "keluarga-islam" on the web.
>     
>     To unsubscribe from this group, send an email to:
>  [EMAIL PROTECTED]
>     
>     Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of 
Service. 
> 
>     
> ---------------------------------
>   
> 
> 
> 
> __________________________________________________
> Apakah Anda Yahoo!?
> Lelah menerima spam?  Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik 
terhadap spam  
> http://id.mail.yahoo.com
>








Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh 
manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya 
adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. 
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu 
wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang 
tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas 
yang engkau mampu. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/keluarga-islam/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke