Buah Kebajikan

 

Pada tengah hari tahun 1957, saya ingat bahwa saat itu berada di rumah karena 
hari itu adalah hari Minggu. anak-anak tidak pergi ke sekolah. Tidak jauh dari 
rumah saya, diujung jalan terdapat barak persemaian kacang.

 

Orang berteriak bahwa ada seorang anak yang jatuh ke dalam sumur dekat barak 
tersebut. Anak-anak dan orang dewasa semua bergegas datang ke tempat itu. 
Anak-anak saya juga pergi melihat. Mereka kembali dan bercerita kepada saya, 
bahwa seorang anak perempuan telah jatuh ke sumur dan segera bisa ditolong. 
Sumur itu digunakan untuk mengairi barak persemaian kacang, seseorang melihat 
anak itu terjatuh dan segera menolongnya. keluarga anak itu telah memberikan 
pertolongan pertama, tetapi anak itu tetap tidak sadar. Saya minta istriku 
untuk datang ke tempat itu, barangkali ia dapat memberikan pertolongan.

 

Tidak lama kemudian istriku kembali dan bercerita bahwa mereka tidak dapat 
menolong anak itu. Saya katakan bahwa mereka harus segera membawa anak itu ke 
Rumah Sakit secepat mungkin. Istriku segera memberitahu keluarga itu dan mereka 
setuju. Jadi saya perintahkan sopirku untuk membawa anak itu bersama 
keluarganya ke Rumah Sakit Anak-Anak secepatnya.

 

Namun saya menerima kabar sedih kemudian. Dokter di Rumah Sakit itu tidak 
berdaya menyelamatkan anak itu. Anak itu meninggal sebelum tiba di Rumah Sakit. 
Sebab waktu telah terbuang ketika keluarga anak itu berusaha memberikan 
pertolongan. Terlambat untuk menolong anak tersebut. Saya tidak dapat 
membayangkan betapa sedihnya bila hal ini terjadi pada anakku.

 

Selama Perang Dunia II, setelah Ibukota dibom, satu keluarga dengan banyak anak 
seperti yang saya miliki selalu berusaha demi keselamatan anak-anak. Kami telah 
meninggalkan daerah militer dan pusat kota. Saya mempunyai seorang kawan dekat 
yang cukup dermawan. Ia mengundang keluargaku untuk tinggal bersamanya.

 

Rumahnya memang jauh dari pusat kota berada di luar kabupaten. Saya sangat 
gembira dan berterima kasih. Kami telah memutuskan untuk pindah ke rumah 
temanku secepatnya. Saya senang seperti di rumah sendiri. Namun keluarga saya 
merupakan keluarga besar dengan banyak anak dan istriku tidak mau mengganggu 
ketentraman keluarga temanku itu, meskipun keluarga tersebut dengan 
anak-anaknya sangat senang bila kami bisa tinggal bersama.

 

Saya berpikir peperangan tidak akan cepat berakhir, jadi saya berharap bisa 
membeli sebidang tanah untuk membangun rumah sendiri. Saya minta temanku untuk 
bantu mencarikan tanah itu. Temanku dan keluarganya berusaha membujuk kami agar 
tetap bersama mereka. Saya sampaikan alasannya mengapa saya harus membangun 
rumah sendiri. Akhirnya mereka sepakat untuk mencarikan sebidang tanah.

 

Pada waktu itu tidak sukar untuk membeli tanah. Saya dapat sebidang tanah 
dengan harga murah karena bekas tanah sawah. Tanah itu tidak begitu jauh dari 
rumah temanku. Ketika rencana telah masak, saya urug tanah itu dan dipadatkan. 
Dengan maksud mendapatkan tanah urug yang banyak, kami gali sebuah lubang besar 
berukuran 10 x 15 x 3 meter pada tanah sawah itu. Ketika tanah telah siap, 
sebuah rumah lengkap dengan air dan listrik kemudian dibangun dan siap untuk 
kami. Saya sekeluarga pindah dari rumah temanku ke rumah sendiri tanpa ada 
hambatan.

 

Saya begitu ingat dengan apa yang terjadi kemudian. Hari itu Minggu siang pukul 
3.00. Saatnya untuk juru masak menyiapkan makan siang. Untuk pergi ke dapur, 
orang harus melewati jalan di pinggir kolam. Juru masak lewat di jalan itu dan 
melihat sebuah baju putih terapung di permukaan kolam. Ia berpikir sebuah baju 
telah terjatuh dri tali jemuran. Ia merasa heran sebab semua jemuran telah 
diikat pada tali jemuran agar tidak jatuh ke dalam kolam. Ia menjadi curiga dan 
cepat meraih sebatang tongkat untuk mengait baju itu dari tengah kolam sambil 
berdiri di atas jalan.

 

Segera setelah tongkat menyentuh baju tersebut dan memutar air juru masak 
berteriak ketakutan. Sebab bukan hanya sehelai baju anak, tapi baju dengan 
anaknya juga. Ketika tongkat menyentuh baju, ia melihat rambut anak tersebut. 
Ia berteriak sekuat-kuatnya. Ketika istriku mendengar ada anak tenggelam, ia 
teringat kepada anaknya. Ia begitu takut dan tergesa-gesa sehingga tidak dapat 
menemukan pintu keluar. Ketika ia berada di luar, ia berteriak seperti orang 
yang rumahnya kebakaran. Para tetangga terkejut dan bergegas datang ke rumah 
kami.

 

Seseorang melompat ke kolam dan meraih anak tenggelam itu. Ia menghela anak 
itu, yang ternyata anakku di atas punggungnya dan membawanya ke halaman 
mengeluarkan dari dari perut anak tersebut. Nasi bersama air keluar dari mulut 
anak itu yang menandakan bahwa pencernaannya tidak bekerja. Hal itu menunjukkan 
bahwa anak itu baru saja makan. Beruntung sekali, salah seorang teman adalah 
perawat. Ia membuat pertolongan pernafasan buatan dan berusaha memberikan 
perawatan sedapat-dapatnya.

 

Kawan-kawan dan tetangga berkumpul di rumahku. Semua telah membantu kami dengan 
rela. Sedangkan saya waktu itu tidak ada di rumah. Seorang kawan dengan 
mengendarai mobil mencari saya di kota sampai bertemu. Ketika saya mengetahui 
apa yang terjadi, segera saya memanggil seorang dokter.

 

Ketika saya sampai di rumah, anakku telah sadar tapi tetap belum bisa membuka 
matanya. Kata pertama yang keluar dari mulutnya ialah “ayah”, ketika itu saya 
belum sampai di rumah. Seorang teman yang ada di rumahku, memangku anakku dan 
mengaku sebagai ayah, menggantikan saya. Ia dapat menghilangkan ketakutan anak 
itu sedikit demi sedikit. Ketika saya sampai, saya melihat semua kawan-kawan 
yang saya cintai berkumpul di dalam rumahku. Semua menunjukkan kekhawatiran 
seolah anaknya sendiri atau cucunya sendiri. Saya sangat brterima kasih sekali 
kepada mereka. Saya sangat bahagia melihat anakku telah mendapatkan 
kesadarannya.

 

Dokter itu memberikan suntikan kepada anak itu untuk mendorong kerja jantungnya 
dan memperoleh istirahat yang baik agar dapat segera pulih kembali. Semua 
teman-temanku yang melihat kejadian itu gembira bahwa anak tersebut dapat lolos 
dari bahaya. Semuanya tersenyum gembira.

 

Kemudian semua kembali seperti biasa. Anak laki-laki yang tenggelam itu adalah 
anakku yang keempat. Ia baru berusia 4 atau 5 tahun. Kami mengetahui kemudian 
bahwa anak itu setelah selesai makan pergi untuk mencuci tangan di kolam. 
Ketika meniti di tangga ia terjatuh ke dalam kolam. Setelah itu ia tak sadarkan 
diri. Bilamana saya perhitungkan waktunya sejak ia selesai makan kira-kira 
pukul 12.30 sampai ia dijumpai pukul 3.00, berarti itu telah lebih dari 2 jam, 
tapi ia tidak mati.

 

Istriku sangat takut dimarahi karena telah melalaikan tugasnya, tetapi saya 
tidak pernah mengatakan sesuatu kepadanya. Sebab semua kejadian telah selesai 
dan menjadi pelajaran bagi kami. Disamping itu, kolam tersebut berada di 
belakang rumah dan biasanya anak-anak bermain di depan.

 

Selesai makan, biasanya semua anak-anak lalu pergi tidur siang. Dalam satu 
minggu saya memanggil guru untuk membantu pelajaran anak-anakku. Anak-anak para 
tetangga juga datang bersama-sama. Tetapi pada kejadian itu jatuh pada hari 
minggu.

 

Saya tidak habis pikir mengapa anakku jatuh ke kolam dan bisa tetap hidup. Lalu 
saya teringat dengan satu kejadian, ketika saya berusia 25 tahun, saya bersama 
istri sedang bercakap-cakap dekat sebuah saluran air.

 

Pusaran air terlihat pada air di bawah jembatan. Sambil bercakap-cakap mataku 
tertuju pada arus air. Tiba-tiba saya melihat sebuah tangan kecil muncul dari 
dalam air lalu tenggelam lagi dalam pusaran air. Secara naluriah saya berpikir 
seorang anak telah tenggelam. Saya melompat ke dalam saluran air dan mencari 
anak yang tenggelam itu. Beruntung sesaat kemudian saya dapat menemukannya. 
Saya pegang erat-erat dan berenang membawa anak itu ke tepi saluran. Saya 
girang mendapatkan anak itu masih hangat dan masih bernafas. Ketika saya tiba 
di tepi saluran, saya girang mendapatkan anak itu masih hangat dan masih 
bernafas. Ketika saya tiba di tepi bersama anak itu, orang banyak berkumpul. 
Saya serahkan anak itu kepada orang yang mau membantu agar anak tersebut 
diserahkan kepada polisi supaya di berikan kepada orang tuanya. Sedangkan saya 
setelah tugas itu selesai, saya kembali ke rumah untuk mengganti pakaian yang 
basah kuyup. Siapa nama anak itu, dimana ia tinggal saya tidak berusaha
 mencari tahu dan sampai saat ini saya tidak mengetahuinya.

 

Saya berpikir bahwa perbuatan baik menyelamatkan hidup anak itu menyebabkan 
anakku juga menjadi selamat ketika terjatuh ke dalam kolam. Bilamana perkiraan 
saya salah, saya mohon maaf. Kepada teman-teman yang telah menolong saya, saya 
sampaikan penghargaan yang sedalam-dalamnya.

 

Selain dari hal tersebut di atas, saya tidak akan melupakan temanku yang telah 
memberikan perlindungan kepadaku sekeluarga selama perang berlangsung. Semoga 
generasi keluarga saya akan selalu ingat, saya memberikan nama penghargaan 
kepada temanku : TUAN PENOLONG.

 

Dikutip dari : “ Titian Dhamma II oleh Bhante Subalaratano”



__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Has someone you know been affected by illness or disease?
Network for Good is THE place to support health awareness efforts!
http://us.click.yahoo.com/UwRTUD/UOnJAA/i1hLAA/b0VolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

** Kunjungi juga website global Mabindo di www.mabindo.org ** 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/MABINDO/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke