Mg Biasa XXVI: Yeh 18:25-28; Flp 2:1-11; Mat 21: 28-32 “Anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga”. Pada umumnya ketika orang mengucapkan atau mengikrarkan janji, dengan penuh semangat dan antusias mengatakannya, misalnya: janji baptis, janji perkawinan, janji imamat/kaul, janji pegawai atau pelajar, sumpah jabatan, dst.. Namun dalam perjalanan waktu di dalam menghayati panggilan atau melaksanakan tugas perutusan, karena harus menghadapi aneka tantangan dan hambatan serta godaan, apa yang dijanjikan dengan mantap, tegas dan antusias tersebut mengalami erosi alias yang berjanji tidak melaksanakan janji yang telah diucapkannya. Janji-janji tinggal janji, tidak pernah dihayati dan dengan demikian hanya bersifat formal atau liturgi saja. Hidup beragama hanya dihayati secara liturgis atau formal; para pelajar atau mahasiswa belajar hanya menjelang ujian atau ulangan umum saja, para pegawai/pekerja hanya disiplin mengisi absensi dan tidak bekerja sebagaimana dijanjikan melainkan ngobrol atau omong-omong saja pada jam kerja, para pejabat yang berjanji melayani dan memperhati-kan rakyat menjadi pemeras dan penindas rakyat, dst.. Sebaliknya mereka yang tidak pernah berjanji, misalnya para buruh atau pekerja kasar atau pembantu rumah tangga yang baik , sungguh melaksanakan tugas pekerjaan yang dibebankan kepada mereka dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan atau tubuh. Keunggulan hidup beriman ada dalam penghayatan atau pelaksanaan bukan dalam wacana atau omongan, maka marilah kita menyadari dan menghayati kelemahan serta kerapuhan maupun dosa-dosa kita dan kemudian menyesal dengan berusaha seoptimal mungkin menghayati atau melaksanakan apa yang pernah kita janjikan. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat 21:31). Pemungut cukai dan perempuan sundal alias pelacur di dalam Injil menjadi symbol bagi para pendosa, orang-orang yang mengingkari janji atau tak tahu terima kasih. Mereka juga dinilai sebagai sampah masyarakat lebih-lebih para pelacur atau perempuan sundal, sebagaimana diusahakan untuk dibersihkan di bulan suci Ramadhan bagi umat Islam bulan ini. Pada umumnya kiranya para perempuan sundal atau pelacur berprofesi demikian bukan karena kemauan atau cita-cita sendiri, melainkan karena tekanan atau telah menjadi korban dari orang-orang yang sok suci, benar dan baik; mereka juga semakin gencar menghayati profesinya karena kebecatan moral orang-orang yang gila kenikmatan seksual, harta benda atau uang. Maka rasanya ketika ada kesempatan untuk bertobat mereka lebih mudah bertobat daripada para pejabat atau tokoh-tokoh hidup beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagaimana disabdakan oleh Yesus :”Sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Apa yang disabdakan ini telah menjadi kenyataan sebagaimana diwartakan dalam Injil ketika ada penjahat yang disalibkan bersama dengan Yesus berdoa: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja." Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.”(Luk 23:42-43) Apa yang saya tulis di atas tidak berarti ajakan agar kita menjadi penjahat atau perempuan-perempuan sundal alias pelacur, melainkan ajakan bagi kita semua untuk menyadari dan menghayati diri sebagai yang berdosa, lemah dan rapuh. Kesadaran dan penghayatan diri sebagai pendosa identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang beriman. Menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa berarti senantiasa membuka diri, hati, jiwa, akal budi dan tubuh terhadap aneka macam kemungkinan dan kesempatan untuk memperbaharui diri atau bertobat: siap sedia untuk dididik, dibina, dituntun, dilecehkan atau direndahkan, dst.. Dengan kata lain kita dipanggil untuk rendah hati, sebagaimana diingatkan oleh Paulus kepada umat di Efesus. “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”(Fil 2:5-8) Sebagai manusia kita semua adalah sama-sama ciptaan Allah, sama-sama beriman, sama-sama mendambakan atau mencita-citakan hidup bahagia, damai sejahtera. Perbedaan-perbedaan yang ada di antara kita, entah SARA, usia, panggilan, jabatan/kedudukan, tugas, dst.. bersifat fungsional sesuai dengan kesempatan dan kemungkinan yang dianugerahkan kepada kita dan bersifat sementara. Maka hendaknya kita tidak membesar-besarkan atau mengagung-agungkan yang sementara dan berbeda satu sama lain, melainkan apa yang sama di antara kita. Dengan kata lain kita dipanggil untuk meneladan Yesus “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia”. Rendah hati dan taat bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan, orang yang rendah hati berarti taat, sebaliknya orang yang mentaati aneka perintah, nasihat, saran, aturan atau tatanan hidup bersama akan semakin rendah hati. Maka marilah di dalam hidup bersama kita saling rendah hati dan mentaati. “Tujuan kita adalah menjadi semakin tersedia bagi kepentingan umum –terlebih terdorong untuk selalu magis, menjadi semakin lebih baik, demi kemuliaan Allah yang lebih besar” (KJ SJ 35, Dekrit 2.16). Kita dipanggil meneladan Yesus, Penyelamat Dunia, yang mendunia dan menyelamatkan seluruh dunia. “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga” (Vatikan II, GS no 1). Yang umum dan lebih banyak dalam hidup bersama di dunia ini adalah rakyat, orang kebanyakan, mereka yang hidup social-ekonominya pas-pasan atau berkekurangan alias miskin. Maka dengan ini kami berharap dan mengajak siapapun atau mereka yang berada di ‘badan publik’ atau ‘bisnis’, yang berpengaruh dan minoritas dalam jumlah, hendaknya berpihak pada ‘komunitas’/rakyat atau anggota., bukan hidup dan berjuang demi kepentingan atau keuntungan diri sendiri. Untuk itu hendaknya sungguh hidup dan bekerja dengan rendah hati, merakyat, ‘turun kebawah’ hidup bersama dengan rakyat. Anda atau mereka yang berada di ‘badan publik’ atau ‘bisnis’ memiliki kuasa, maka hendaknya menghayati kuasa bukan sebagai keuatan paksa melainkan sebagai efektivitas. “Kuasa sebagai efektvitas merupakan konsep yang lebih luas. Pengertian ini mencakup kapasitas atau kemampuan untuk menyelesaikan segala sesuatu dengan mempengaruhi orang lain atau memiliki akses pada sumber daya” (Dr.Anthony D’Souza SJ: “Proactive Visionary”, terjemahan Trisewu, Jakarta 2007, hal 3). Aneka kuasa, kesempatan dan kemungkinan yang dimiliki hendaknya difungsikan untuk memberdayakan orang lain atau rakyat atau anggota. Untuk itu pertama-tama harus mengenal orang lain, rakyat atau anggota dengan baik, kiranya cara satu-satunya adalah dengan hidup bersama dengan orang lain, rakyat atau anggota, menjadi sama dengan mereka serta tidak mempertahankan pangkat, kedudukan, jabatan atau fungsi. Hendaknya boros waktu dan tenaga untuk ‘curhat’ dengan orang lain, rakyat atau anggota. Marilah kita renungkan seruan nabi Yeheskiel ini: ”Kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya. Ia insaf dan bertobat dari segala durhaka yang dibuatnya, ia pasti hidup, ia tidak akan mati” (Yeh 18:27-28) “Beritahukanlah jalan-jalan-Mu kepadaku, ya TUHAN, tunjukkanlah itu kepadaku.Bawalah aku berjalan dalam kebenaran-Mu dan ajarlah aku, sebab Engkaulah Allah yang menyelamatkan aku, Engkau kunanti-nantikan sepanjang hari. Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya TUHAN, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala.Dosa-dosaku pada waktu muda dan pelanggaran-pelanggaranku janganlah Kauingat, tetapi ingatlah kepadaku sesuai dengan kasih setia-Mu, oleh karena kebaikan-Mu, ya TUHAN” (Mzm 25:4-7) Jakarta, 28 September 2008 ___________________________________________________________________________ Dapatkan nama yang Anda sukai! Sekarang Anda dapat memiliki email di @ymail.com dan @rocketmail.com. http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/