Walau mungkin dianggap
menyimpang dari kontroversi terkait sengketa Prita Mulyasari vs RS Omni yang
menyangkut kebebasan berekspresi dan hak konsumen, bagi saya ini juga  momentum
tepat  untuk menyoal kesehatan sebagai hak asasi manusia atau dunia
pelayanan/jasa  kesehatan di Indonesia pada umunya. 

Praktek-praktek
privatisasi,  liberalisasi dan komersialisasi di sektor jasa kesehatan dan
farmasi hingga soal subsidi kesehatan dan buruknya pelayanan kesehatan untuk
orang miskin adalah soal yang cukup penting dan mendasar bagi kehidupan
bernegara. Kepitalisme Neoliberal yang debatnya lagi naik daun di kancah
politik tingkat tinggi, adalah ancaman terbesar bagi pemenuhan hak atas 
kesehatan
sebagai hak asasi manusia. Bahkan Eko Prasetyo sampai menuliskan buku satir
pedih ORANG MISKIN DILARANG SAKIT!

Bung George Aditjondro di
Kongres Nasional I Hukum Kesehatan di Jakarta, 27-29 Mei 2009 mempresentasikan
makalah yang cukup baik untuk menilik kait mengkait antara dunia kesehatan,
demokrasi dan hak asasi manusia (KESEHATAN, DEMOKRASI & HAK-HAK EKOSOSBUD:
BELAJAR DARI RINTISAN DOKTER ”CHE”). 

Berikut saya petikan
bagian artikel ini dimana ditunjukkan perbandingan indikator kesehatan 
masyarakan
di Kuba dan AS (sebagai komparasi antar model sosialis/kerakyatan dan
kapitalistik/liberal dalam pelayanan  kesehatan) . George Aditjondro
kemudian mengangkat hikmah atau pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman
Kuba dengan pelayanan kesehatan terbaik di dunia.

Berbagai indikator
kesehatan di Kuba, sama atau lebih tinggi dari AS. Harapan hidup di Kuba
rata-rata 77 tahun, hanya setahun lebih rendah dari harapan hidup orang AS.
Tahun 2007, angka kematian bayi di Kuba 5,3 per seribu kelahiran, lebih rendah
dari angka kematian bayi di AS yang 6,37 per seribu kelahiran. Ada 6,5 orang
dokter per seribu orang penduduk di Kuba, dibandingkan dengan 2,4 orang dokter
per seribu orang penduduk di AS. Digambarkan dengan cara lain, di Kuba tersedia
seorang dokter bagi 155 orang penduduk, sedangkan di AS, tersedia seorang
dokter bagi 417 orang penduduk (Hughes 2007; Brouwer 2009).  

Hebatnya lagi, tingkat
kesehatan masyarakat begitu tinggi di Kuba, dicapai dengan pelayanan kesehatan
(health care) yang hanya 250 dollar AS per kapita, dibandingkan dengan 6000
dollar per kapita di AS, dan sekitar 3000 dollar per kapita di kebanyakan
negara kaya (Hughes 2007). 

Ironisnya, ketika
topan Katrina memporakporandakan sejumlah negara bagian AS, dokter-dokter Kuba
spontan datang membantu korban-korban topan itu. Walaupun rezim George Bush
masih mempertahankan embargo ekonomi terhadap Kuba, mereka diminta
memperpanjang masa pengabdiannya di AS. Padahal, Kuba sendiri belum lama
sebelumnya dihantam topan yang menghancurkan ½ juta rumah dan jaringan listrik,
namun hanya tujuh orang dari 10 juta penduduk yang meninggal. Bukti kecanggihan
Kuba dalam siaga bencana menghadapi topan di seputar Laut Karibia sudah juga
dibuktikan brigade-brigade medis Kuba, waktu topan George dan Mitch menghantam 
Haiti , Honduras ,
dan Guatemala 
(Brouwer 2009; www.oxfamblogs.org/fp2/?p=102, diakses 3 Mei 2009).  

….. tingkat kesehatan
Kuba tidak akan setinggi itu, seandainya seorang dokter tidak ikut memimpin
Revolusi 1959, untuk mengubah Kuba dari negara kapitalis yang rasis, yang
dibangun dari produsen tebu yang mengandalkan buruh keturunan budak dari
Afrika, menjadi sebuah negara sosialis. Orang itu adalah Che Guevara. 

  

Selengkapnya

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/05/sisi-lain-che-guevara-dokter-peletak.html

Sesungguhnya binatang
apakah neoliberalisme itu? silah kunjung juga ….. 

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2009/05/neoliberalisme-pengertian-dan.html





      

Reply via email to