Sangat menarik kiranya jika kita ingin melihat nuansa sejarah atau penggambaran orang orang besar dunia lewat layar lebar. Menarik untuk melihat seperti apa figure seseorang digambarkan di layar lebar. Apakah figure yang digambarkan benar benar menunjukkan karakter tokoh yang sebenarnya, atau justru melenceng jauh sehingga film tersebut lebih layak dicap sebagai alat propaganda atau hujatan terhadap tokoh yang igambarkan. Tak jarang hasil yang terjadi adalah sangat controversial. Apalagi jika yang digambarkan dalam film tersebut adalah hal yang sangat peka. Seperti misalnya kisah penyaliban Nabi Isa dalam The Passion of the Christ yang dihujat oleh orang orang Yahudi karena dianggap menyalahkan Yahudi sebagai penyebab disalibnya Isa Al Masih. Tak terkecuali tadi malam, saat pengumuman penghargaan Academy Award atau lazim dikenal dengan Oscar dilaksanakan. Hampir semua media massa di Indonesia hari ini menjadikan foto pelaksanaan kegiatan Academy Award itu sebagai headline di samping isu terakhir tentang kapal Levina yang tenggelam di Kepulauan Seribu. Selintas berita penghargaan Oscar itu biasa saja. Saya pun melihat demikian, sampai saat mata saya tertumbuk pada artis kulit hitam bernama Forest Whitaker yang meraih oscar sebagai aktor terbaik. Mungkin dia mencetak kontroversi karena menjadi satu dari hanya 4 aktor kulit hitam yang mendapat Oscar. Tapi yang lebih controversial lagi adalah film yang membawanya meraih oscar tersebut. Forest Whitaker memenangkan Oscar dalam perannya di film The Last King of Scotland. Yang menarik adalah di film ini dia memerankan Idi Amin Dada, dictator asal Uganda. Sebuah negara di Afrika. Menarik karena Idi Amin Dada adalah dictator beragama Islam yang paling terkenal kebrutalannya di dunia. Dan penggambaran kebrutalan sang dictator itulah yang diberi penghargaan Oscar. Entah apakah ini salah satu cara untuk mengekspose sisi buruk orang yang beragama Islam. Walaupun begitu, cukup menarik juga untuk mempelajari fakta seputar Idi Amin Dada. Diktator muslim asal Uganda yang meninggal tahun 2003 lalu di Jeddah Arab Saudi. Mengenal Idi Amin Dada baiknya dimulai dengan mengenal Ku Klux Klan. Suatu kelompok rasialis di Amerika Serikat yang terbentuk pasca perang sipil di abad ke 19. Ku Klux Klan terkenal di seluruh dunia karena sikap rasialisnya yang menghendaki pemurnian ras kulit putih amerika dari ras ras lain, terutama dari ras kulit hitam. Mereka tak segan segan melakukan pembunuhan terhadap orang kulit hitam. Idi Amin Dada sama persis seperti Ku Klux Klan. Hanya berkebalikan. Jika Ku Klux Klan sangat rasialis terhadap kaum kulit hitam, maka Idi Amin Dada adalah sebaliknya. Pemerintahannya di Uganda sangat membenci ras selain kulit hitam. Idi Amin Dada lahir di Kampala, ibukota Uganda, pada tahun 1924. Tidak ada biografi yang jelas mengenai dia. Tapi beberapa sumber mengatakan bahwa Idi Amin Dada lahir dari seorang ayah Katolik yang masuk Islam. Saat dia kecil, ayahnya meninggalkan keluarganya. Jadilah Idi Amin tinggal bersama ibunya. Sejak kecil dia dimasukkan ke dalam sekolah agama Islam dan sangat baik dalam membaca kitab suci Al Quran. Tahun 1946, Idi Amin masuk ke dalam dunia militer dengan menjadi tentara kolonial Uganda yang saat itu masih dijajah oleh Inggris. Dia pernah ditugaskan untuk menumpas pemberontakan di Somalia. Lewat jalur militer inilah karir militer Idi Amin cemerlang. Saat Uganda merdeka di tahun 1962, Idi Amin diangkat sebagai deputi komando tentara dimana saat itu Milton Obote menjabat sebagai perdana menteri. Saat Milton Obote terkena kasus penyelundupan emas dari Kongo, Obote terpaksa turun dari jabatan perdana menteri yang kemudian diambil alih oleh Idi Amin. Saat itu presiden Uganda, Mutesa, sedang berada di luar negeri. Idi Amin Dada kemudian melakukan kudeta militer di tahun 1971 yang membuatnya menjadi penguasa multak Uganda. Dia berkuasa sampai tahun 1979. 8 tahun pemerintahannya dipenuhi dengan pembantaian kejam dan paling berdarah sepanjang saejarah Uganda dan bahkan dunia. Ada sumber yang mengatakan bahwa tidak kurang dari 300.000 orang meninggal saat pemerintahannya. Idi Amin yang sangat menjaga kemurnian ras kulit hitam dan khususnya suku asalnya sendiri yakni suku Kakwa, salah satu suku beragama Islam di Uganda, memerintahkan pembantaian orang orang yang menentang pemerintahannya. Dia juga bertanggung jawab atas pembunuhan banyak orang kulit putih di Uganda dan juga pengusiran orang orang Asia, khususnya India dari sana. Saat gencar isu rasial anti kulit hitam di pertengahan tahun 70, Idi Amin tidak tinggal diam. Dia selalu bepergian kemana mana menggunakan tandu yang diangkat oleh orang kulit putih, sebagai tanda bahwa orang kulit hitam tidak lebih rendah statusnya dari orang kulit putih. Konon, istana kepresidenan di Kampala dia gunakan juga sebagai tempat interogasi dan penyiksaan. Bahkan Idi Amin diceritakan memenggal kepala lawan lawan politiknya dan menyimpannya di lemari es. Kebrutalan pemerintahannya membuat harian terkenal Times di tahun 70-an menjulukinya sebagai Wild Man of Africa. Manusia liar dari Afrika. Dialah dictator muslim yang terkenal di seluruh dunia karena kekejamannya dan pembantaian pembantaian yang dilakukannya. Di Afrika kekejaman Idi Amin Dada hanya dapat disamai oleh almarhum Mobutu Seseseko, mantan dictator Kongo yang juga terkenal karena pembantaiannya. Harian kompas di tahun 1999 bahkan pernah memuat nama Idi Amin Dada sebagai salah satu dictator pembantai dengan prestasi membantai yang cukup besar, bersama dengan mantan presiden Soeharto dan juga nama nama dictator pembunuh terkenal lainnya seperti Adolf Hitler dari Jerman, Benito Musollini dari Italia, Joseph Stalin dari Uni Sovyet, dan Nicolai Ceacescu dari Rumania. Entah apa arti dari penghargaan Oscar terhadap film yang menggambarkan kebrutalan dictator muslim ini. Hanya saja nantinya penonton harus lebih arif untuk melihat bahwa belum tentu penguasa yang beragama muslim bisa menerapkan nilai nilai agama yang dianutnya dalam pemerintahannya, tidak peduli siapa pun orangnya. Entah itu Idi Amin, Soeharto, atau bahkan Saddam Husein sendiri pun sudah menunjukkan hal itu. Tapi menarik juga bukan, melihat bahwa tidak sedikit sejarah mencatat penguasa muslim yang tampil untuk menjadi diktator dan pembunuh dengan kekuasaannya, yang tidak segan segan membunuh siapapun lawan politiknya bahkan biarpun lawan politiknya itu sama sama beragama Islam. Siapapun dia. - M. Rizki Sorong Ramadhani - Rebellion never end - The Rebels never die --------------------------------- Need Mail bonding? Go to the Yahoo! Mail Q&A for great tips from Yahoo! Answers users.