Senin, 10 Februari, lewat tengah malam
 
Sebelum menaiki bus, Pak Ketua Kafilah terdengar berseru kepada dengan 
nada bergurau kepada Pak Ustadz yang akan menaiki bus kami: “Selamat 
berjalan kaki….!”.
 
Gurauan itu langsung di jawab oleh Pak Ustadz dengan gurauan pula: “Yang 
berangkat duluan tiba belakangan….!
 
Gurauan itu diulangi lagi oleh Pak Ketua Kafilah dan dijawab oleh ustadz 
pembimbing dengan jawaban yang sama sembari tertawa.
 
Entah kenapa, saya agak terkesiap mendengar gurauan kedua beliau tersebut.
 
Kedua Bus segera berangkat. Mendekati Muzdalifah, jalan bus yang tadinya 
lancar mulai tersendat-sendat  setelah jalur bus kami beremu dengan 
jalur bus yang lain. Selain oleh kendaraan, sebagian badan jalan juga 
ikut dipadati para jemaah yang berjalan kaki dari Arafah.
 
Kepada kami diberitahukan bahwa kami akan diturunkan dan mabit 
(bermalam) di kapling Maktab 31, Muasasah Asia Tenggara, di Muzdalifah,  
dan sesudah Shubuh akan dijemput dengan bus lain. Dalam musim haji 1423 
H ini, Pemerintah Kerajaan Saudi  Arabia melakukan perubahan dalam 
pengaturan angkutan bus yang membawa jemaah haji Asia Tenggara pada rute 
Arafah-Muzdalifah-Mina. Pada tahun-tahun sebelumnya para jemaah pada 
rute tersebut menggunakan bus yang sama, dengan menggunakan bus tempat 
mabit lalu turun untuk mengamabil kerikil yang akan digunakan untuk 
melempar jumrah. Bagi saya yang ketika itu tidak dalam kondisi fit, 
mula-mula merasa tidak nyaman terhadap  gagasan “ganti bus” tersebut. 
Tetapi rebahan di alam terbuka  di tengah ribuan jemaah, ternyata  
menimbulkan perasaan tersendiri yang tidak terlukiskan dengan kata-kata.
 
Saya kebetulan menaruh tikar dan tidur berdekatan dengan jemaah haji 
embarkasi Yogya, dan saya mendapat tahu bahwa mereka sudah menunggu 
sejak sehabis Isya di sana…Haaahhh…….? Dari sejak Isya? Tetapi hal 
tersebut  tidak begitu saya hiraukan, karena saya pikir masak tidak ada  
kendaraan yang akan membawa kami ke Mina.
 
Ketika sedang rebah-rabahan itu, sesaat terbayang oleh saya sesosok 
pribadi yang sangat luarbiasa, seorang manusia dan hamba Allah yang 
ummi, yang terpilih, yang lahir empat belas abad yang lalu, yang 
sunnahnya diikuti oleh lebih dari dua juta manusia malam itu, diikuti 
dengan penuh taat dan ihklas…….
Sesudah shalat Shubuh Kur mulai mengumpulkan kerikil untuk persiapan 
melempar jumrah bagi kami berdua di Mina.
 
Selasa, 11 Februari:
 
Hari itu adalah Hari Raya Iedul Qurban. Para jemaah haji tidak 
merayakannya secara khusus. Pagi itu sesudah Shubuh, kami akan 
meneruskan perjalanan ke Mina untuk melakukan pelemparan jumrah.
 
Matahari sudah bersinar di ufuk timur,  tapi belum ada bus yang “nongol” 
(kemudian kami ketahui bahwa bus-bus yang seyogyanya menyemput kami 
terjebak macet, suatu hal yang tidak berhasil diperhitungkan sebelumnya 
oleh Dinas Lalulintas Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia1.
 
Pak Ketua Kloter, yang menyadari resiko yang bisa timbul apabila jemaah 
tetap bertahan di Muzdalifah tanpa tempat berlindung---dan tanpa sebuah 
Posko pun---menunggu bus yang tidak pasti datangnya, memanggil para 
Ketua Kafilah untuk berunding. Setelah melalukan musyawarah singkat 
diputuskan bahwa seluruh jemaah akan berjalan kaki ke Mina yang  
berjarak sekitar lima kilometer dari tempat itu. Yang yang uzur dan yang 
sakit, serta Tim Medis akan diangkut dengan bus pertama yang lewat.
 
Dari Kafilah kami yang dapat prioritas untuk menggunakan bus adalah Ibu 
Aisah, uwaknya  Mas Juliansyah, yang usianya sudah agak uzur dan saya 
yang belum sehat betul. Mas Juliansyah dan isterinya Mbak Etty harus  
mendampingi Bu AIsyah dan Kur mendampingi saya. Saya sendiri sebenarnya 
lebih memilih berjalan kaki yang walaupun berat tetapi lebih pasti. 
Tetapi Kur keberatan, katanya kahwatir tensinya naik. Tetapi saya tahu, 
Kur sebenarnya lebih mengkhawatirkan kondisi saya dari pada dirinya 
sendiri. Bersama kami juga ada seorang jemaah haji plus dari sebuah biro 
perjalanan haji terkenal yang sudah uzur dalam keadaan setengah sadar, 
yang entah dengan cara bagaimana tersesat dan berbaur dengan kloter 
kami. Bapak itu akan dibawa dengan ambulans yang sudah dihubungi oleh 
dokter Ifa. Mas Juliansyah dengan sebisanya mencoba menutupi bapak 
tersebut dari sengatan panas matahari dengan tikar yang diikatkan ke 
pagar dan mencoba memberinya minum, tetapi bapak itu sudah tidak bisa 
bereaksi apa-apa. Sewaktu menunggu tersebut saya sempat melihat seorang 
Bapak yang dengan sentuhan ringan menemukan kerikil untuk melempar 
jumrah yang banyak dan besarnya hampir sama. “Ah Bapak ini sepanjang 
hidupnya pasti melakukan banyak amal kebaiknnya”, saya membatin.
 
Ketika bus pertama muncul, sejumlah jemaah yang sehat ikut berebut naik. 
Melihat bahwa tipis kemungkinan kami bisa naik berikut barang bawaan, 
kami memutuskan untuk tidak ikut berdesakkan naik bus tersebut. Tidak 
lama kemudian, datang bus kedua, yang berhenti dengan pintunya yang 
terbuka pas di depan saya, sehingga saya, Kur dan Bu AIsyah dapat naik 
dengan mudah. Setelah menaikkan semua barang bawaan kami ke atas atap 
mobil, Mas Juliansyah dan Mbak Etty segera menyusul ke dalam bus.
 
Aman? Ternyata belum…….
 
Ternyata setelah di atas bus sudah ada beberapa orang, dan seorang yang 
yang merupakan pemimpinnya, meminta kami turun karena  menurut dia  bus 
itu jatah jemaah haji dari Parepare, Sulawesi Selatan--- yang kemudian 
kami ketahui bahwa mereka menguasai bus dengan membajak  bus jatah 
jemaah haji Malaysia---dan kalau tidak kami akan diturunkan pada 
pemberhentian berikutnya. Saya menjawab terserah dia kalau memang hendak 
menurunkan kami, sambil membatin, ingin melihat bagaimana cara dia yang 
waktu itu seperti halnya kami sedang mengenakan pakian ihram, akan 
menurunkan kami. Dan seperti saya duga, walaupun bus berhenti beberapa 
kali untuk menaikkan jemaah haji asal Parepare yang mereka temukan di 
jalan, mereka tidak berusaha menurunkan kami. Apalagi dia kemudian lebih 
asyik bertengkar dengan orang Malaysia yang ada di bus tersebut. 
Sementara saya lebih banyak ingat kepada teman-teman saya yang harus 
berjalan kaki di bawah panas yang semakin menggigit.
 
Sesekali terdengar raungan helikopter berpatroli di udara….
 
Saya kembali teringat gurauan antara Pak Ketua Kafilah dengan Pak Ustadz 
tadi malam. Namun tentu saja, terjadinya hal itu bukan disebabkan oleh 
gurauan Pak Ketua Kafilah yang baik, santun dan penuh perhatian 
tersebut. Bahkan “gurauan” Pak Ketua Kafilah tersebut tidak mustahil 
dilakukannya tanpa sadar dan merupakan semacam pemberitahuan  dari Allah 
SWT agar kami mempersiapkan diri untuk berjalan kaki dari Muzdalifah ke 
Mina. Malah sangat mungkin gurauan tersebut mendorong inisiatif Pak 
Ketua Kloter untuk segera bertindak tadi pagi.
 
Aneh, tetapi nyata, suatu hal yang sering terjadi di Tanah Suci.
 
(Malamnya kami mengetahui bahwa kejadian tersebut siangnya disiarkan 
langsung oleh RCTI, yang tentunya diikuti dengan perasaan cemas oleh 
keluarga para jemaah haji di Tanah Air. Kami juga mendengar bahwa 
Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia hari itu juga minta maaf kepada 
Pemerintah Indonesia atas terjadinya hal yang tidak menyenangkan jemaah 
haji Indonesia tersebut)
 
Ketika kami akan turun, orang Parepare tersebut  meminta kami membayar 5 
riyal seorang sebagai “konpensasi” bagi jemaah mereka yang terpaksa naik 
keatap mobil karena adanya kami, yang segera kami bayar.
 
Karena bus sering terhenti, kami baru sampai di Mina sesudah waktu asar. 
Ketika bus berhenti karena jalan hampir macet total, kami turun dan 
berjalan lebih kurang 500 m untuk mencari dan menemukan kemah maktab 
kami. Seluruh anggota kafilah kami sampai di maktab dengan selamat,  
kecuali satu orang yang sempat pingsan karena mengalami dehidrasi, 
padahal badannya kekar, tetapi mungkin tidak mengetahui pentingnya untuk 
sewaktu-waktu minum kalau berjalan di bawah terik matahari di kaan yang 
berkelembaban rendah. Padahal di sepanjang jalan di Mina terdapat banyak 
keran air Zam-Zam yang dialirkan langsung  dengan pipa berdiameter besar 
dari sumur Zam-Zam di Masjidil Haram, Mekah.
 
Dan seperti gurauan Ustad kami sebelum menaiki mobil di Arafah, beliau 
memang tiba lebih dahulu di Mina, walaupun saya dengar kemudian, beliau 
cukup “kenyang” juga berjalan kaki hari itu. Setelah berputar-putar 
tujuh kali baru beliau menemukan kemah kami di Daerah Mina II.
 
Jarak kemah kami dari ketiga jumrah lebih kurang 1,5 km. Kafilah kami 
mendapat dua kemah  yang satu untuk jemaaah perempuan dan yang lainnya 
untuk jemaah laki-laki. Batas yang bagian depan kemudian digulung 
sehingga para suami dan isteri dapat berkomunikasi dengan mudah. Semua 
kemah di Mina dilengkapi dengan  AC. Kamar mandi dan toilet berupa 
bangunan permanen dan airnya cukup, tetapi ya itu, harus antri.
 
Sedangkan  Pak Ketua Kafilah baru meninggalkan Muzdalifah setelah semua 
anggota kafilah berangkat atau terangkut  oleh bus. Jadi “betul” juga, 
beliau berangkat lebih dulu tetapi tiba paling belakangan. Kami 
kehilangan tikar yang akan kami gunakan untuk tidur, karena dugunakan 
Mas Yulian sebagai alas tidur dan untuk menutup bapak tua jemaah haji 
plus yang pingsan di Muzdalifah tadi pagi. Kami, termasuk yang merasa 
sangat lega setelah mendapat kabar bahwa bapak tua tersebut akhirnya 
bisa diselamatkan dengan ambulans.
 
Sesuai dengan rencana, sehabis shalat dan makan malam kafilah kami 
melakukan pelemparan jumrah hari pertama, yaitu jumrah Aqabah.
 
Alhamdulillah, kegiatan peribadatan tersebut berjalan dengan lancar. 
Setelah selesai kami langsung bertahallul (awal), di mana jemaah 
laki-laki sudah boleh mengenakan pakaian biasa, tetapi masih terkena 
larangan ihram, yaitu  melakukan hubungan suami-isteri.
 
Selama dalam perjalanan pulang-pergi dan melempar jumrah, saya tidak 
mengalami masalah yang berarti. Namun ketika hendak tidur,  saya merasa 
kondisi saya kembali agak menurun dan napas saya agak sesak. Saya ingat 
dan mengirim SMS untuk minta bantuan terapi jarak jauh
kepada Pak Haji Mugiharto2, guru  dan sahabat keluarga kami di Jakarta.
 
Tidak lama kemudian saya merasa dada saya yang sebelah kanan panas, 
sesak napas hilang dan kemudian tertidur dengan tenang.
          
 
1)   Setelah kembali ke tanah air saya mengetahui bahwa sistem ini sudah 
diujicobakan kepada jemaah asal Turki tahun sebelumnya dengan hasil 
baik. Sepanjang yang saya ketahui kebijakan Pemerintah Kerajaan Saudi 
Arabia tersebut lebih sesuai dengan yang apa disunahkan oleh Rasulullah 
SAW.
 
2)   Ketika itu menjadi Pelatih Tetada Kalimasada Cabang RSPAD Gatot 
Subroto, Jakarta.






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke