Ditulis Oleh: Syaikh Al-Muhaddist Mumammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullah (Ulama Ahli Hadist Kaliber Internasional Abad 20)

PERTAMA : Al Quranul Karim

KEDUA : Sunnah shahihah (hadits-hadits shahih)

Para Salafiyyin di seluruh penjuru negeri memusatkan pada hadits
shahih, (mengapa demikian?) karena didalam sunnah (dengan kesepakatan
para ulama) terdapat hadits-hadits palsu (maudhu) atau hadits-hadits
lemah (dhaif), (yang bercampur dengan hadits shahih) semenjak sepuluh
abad yang lalu, dan hal ini adalah perkara yang tidak ada perselisihan.
Para ulama juga bersepakat atas perlunya mentasfiyah (menyeleksi) mana
yang hadits dan mana yang bukan hadits. Oleh karena itu para Salafiyyin
"bersepakat" bahwa dasar yang kedua ini (yaitu Sunnah), tidak
sepatutnya diambil apa adanya (tanpa melihat shahih atau tidaknya),
karena dalam hadits-hadits tersebut terdapat hadits dhaif maupun maudhu
yang tidak boleh di amalkan sekalipun dalam fadhailul amal.

KETIGA :
Al Qur'an dan Sunnah wajib difahami dengan pemahaman sahabat Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, tabiin serta tabiut tabiin.
Inilah yang membedakan dakwah salafiyyah atas seluruh dakwah-dakwah
yang tegak diatas bumi hari ini, dalam dakwah-dakwah itu, ada ajaran
Islam dan ada juga ajaran-ajaran yang bukan berasal dari Islam.

Dakwah salafiyyah mempunyai keistimewaan dengan dasar yang ketiga ini
yaitu bahwa Al qur'an dan sunnah wajib difahami diatas manhaj salafus
shalih dari kalangan para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
tabiin (orang yang berguru  kepada sahabat Nabi r) dan tabiut tabi'in
(orang yang berguru kepada  tabi'in), yaitu pada tiga masa yang pertama
(100H-300H) yang telah  dipersaksikan dengan hadits-hadits yang telah
diketahui, bahwa masa itu  adalah masa sebaik-baik umat. Dan ini adalah
dalil yang cukup yang  menjadikan kita mengatakan dengan pasti bahwa
setiap orang yang  memahami Islam dari Al Qur'an dan hadits tanpa
disertai landasan yang  ketiga ini, akan "datang" dengan membawa ajaran
agama Islam yang baru.

Dalil yang terbesar dari hal ini, adanya kelompok-kelompok Islam yang
(semakin) bertambah tiap hari. Penyebabnya adalah tidak berpegang teguh
pada tiga landasan ini, yaitu Al Qur'an, Sunnah Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam dan  pemahaman Salafus Shalih. Oleh karena itu kita
dapati sekarang di  negeri-negeri Islam, satu kelompok yang belum lama
munculnya di Mesir  (yaitu jama'ah takfir wal hijrah). Kelompok ini
menyebarkan  pemikiran-pemikiran dan racun-racunnya diberbagai negeri
Islam dan  mendakwakan berada diatas Al Qur'an dan Sunnah. Alangkah
serupanya  dakwaan mereka itu dengan dakwaan kelompok khawarij. Karena
kelompok  khawarij juga mengajak kepada Al Qur'an dan Sunnah, akan
tetapi mereka  menafsirkan Al Qur'an dengan hawa nafsu mereka dengan
tanpa melihat  pemahaman Salafus Shalih khususnya sahabat Nabi
shallallahu alaihi wa sallam.

Dan saya telah bertemu dengan banyak dari anggota mereka serta berdebat
dengan salah seorang pemimpin mereka, yang mengatakan bahwa ia tidak
menerima tafsir ayat walaupun datang dari puluhan sahabat Nabi
shallallahu alaihi wa sallam , ia  tidak menerima tafsir itu jika tidak
sesuai dengan pendapatnya. Dan  yang mengatakan perkataan ini tidak
mampu membaca ayat Al Quran dengan  tanpa kesalahan. Inilah sebab
penyelewengan khawarij terdahulu yang  mereka orang Arab asli, maka apa
yang kita katakan pada orang khawarij  pada masa kini yang mereka itu
jika bukan orang-orang non Arab secara  nyata tetapi mereka adalah
orang-orang Arab yang tidak fasih, dan bukan  orang-orang Ajam yang
fasih bahasa Arab?

Inilah kenyataan mereka, maka mereka itu menjelaskan bahwa mereka tidak
menerima tafsir nash secara mutlak kecuali jika Salafush Shalih
bersepakat atasnya, demikianlah yang dikatakan salah seorang di antara
mereka (sebagai usaha penyesata dan pengkaburan). Maka aku berkata
(Syekh Al albani) : "Apakah kamu meyakini kesepakatan Salafush Shalih
dalam memahami penafsiran suatu nash dari Al Qur'an?" dia berkata :
"tidak ini mustahil" maka kukatakan : "jika demikian engkau ingin
berpegang dengan yang mustahil atau engkau menyembunyikan" lalu diapun
terdiam.

Inti masalahnya, bahwa penyebab kesesatan seluruh kelompok-kelompok
dari masa lampau maupun sekarang, adalah tidak berpegang pada landasan
yang ketiga ini, yaitu bahwa kita harus memahami Al Qur'an Dan Sunnah
dengan pemahaman Salafush Shalih. Mu'tazilah, Murji'ah, Qadariyyah,
Asy'ariyyah, Maturidiyyah dan seluruh penyelewengan yang terdapat pada
kelompok-kelompok itu penyebabnya adalah bahwa mereka tidak berpegang
teguh pada pemahaman Salafush Shalih, oleh karena itu para ulama'
berkata :

"Segala kebaikan adalah dengan mengikuti Salafush Shalih"
"Segala kejahatan adalah dengan (mengikuti) perbuatan yang dibikin
khalaf (generasi sesudah salafus shalih)".

Ini bukanlah si'ir, ini adalah perkataan yang diambil dari kitab dan
Sunnah, Allah berfirman :

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran  baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami  biarkan
ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan  Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk  tempat
kembali." (QS, An Nisa' : 115)
Mengapa Allah Ta'ala berfirman :

"Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min".
Padahal Allah Ta'ala mampu untuk berfirman :

"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran  baginya,
Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah  dikuasinya itu
dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu  seburuk-buruk
tempat kembali".
Mengapa Alah berfirman :

"Dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min".
Yaitu agar seseorang tidak mengatakan saya memahmi Al Qur'an begini,
dan memahami Hadits ini begini. Maka dikatakan kepadanya wajib bagi
kamu memahami Al Qur'an dengan pemahaman orang-orang yang beriman
(Salafush Shalih) dan (ada) hadits-hadits dari Rasulullah r, yang
menguatkan ayat diatas, seperti sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam tentang perpecahan  umatnya, beliau r bersabda :

"Semuanya di neraka kecuali satu kelompok" para sahabat bertanya siapa
kelompok itu ya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau
bersabda: "Al Jama'ah". Dalam riwayat yang lain : "Ajaran dan pemahaman
yang aku dan sahabatku di atasnya"

Mengapa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan kelompok
yang selamat itu berada di  atas pemahaman jama'ah ?! yaitu jama'ah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, (yang demikian  itu) agar
tertutup jalan orang-orang ahli ta'wil dan orang-orang yang
mempermainkan dalil-dalil dan nash-nash.
Seperti contohnya (kesesatan mereka) , Allah berfirman :

"Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri. Kepada
Rabbnyalah mereka melihat." (QS. Al Qiyamah : 19-20)

Ayat yang jelas dalam Al Qur'an bahwa Allah Ta'ala memberikan
karuniaNya  kepada Hamba-hambaNya pada hari kiamat, mereka akan melihat
wajah Allah  Ta'ala yang mulia, sebagaimana dikatakan oleh seorang
ulama' salaf ahli  sya'ir :

"Kaum muslimin melihat Allah tanpa takyif (menanyakan), tasbih
(menyerupakan) dan memisalkan"
Mu'tazilah berkata : "Tidak mungkin seorang hamba bisa melihat Rabbnya
di dunia maupun di akhirat". (Jika ditanyakan kepadanya): "Akan tetapi
bagaimana pemahamanmu terhadap ayat di atas?" dia berkata : "Ayat itu
maknanya wajah orang-orang mukmin melihat kenikmatan Rabbnya". Maka
jika ditanya "Anda menakwilkan makna melihat Allah dengan arti (melihat
kenikmatan Rabbnya) sedangkan Allah Ta'ala berfirman : "Kepada
Rabbnyalah  mereka melihat?" darimana kata-kata kenikmatan? Ia berkata :
Ini adalah  majas (kiasan).
Oleh karena itu Ibnu Taimiyyah mengingkari majas di adalam Al Qur'an
Karena hal itu merupakan takwil yang terbesar dan penghancur yang
paling dahsyat bagi Aqidah Islamiyyah. Ayat diatas, menetapkan suatu
karunia dari Allah Ta'ala kepada hambaNya yaitu mereka akan melihat
wajah  Allah Ta'ala pada hari kiamat, tetapi orang-orang Mu'tazilah
mengatakan ini  tidak mungkin.
Dan demikian pula Firman Allah Ta'ala :

"Tidak ada sesuatupun yang semisal-Nya dan Dia maha mendengar lagi maha
melihat".(QS. َAs Syuura :11)
(Orang yang berpemahaman mu'tazilah akan berkata) : "(Ayat itu )
maknanya bukan mendengar dan melihat ! Jika ditanyakan : "Mengapa ?"
orang-orang mu'tazilah berkata : "Karena jika kita mengatakan melihat
dan mendengar maka kita telah menyerupakan Allah dengan kita". Lalu
ditanya pula: "Jadi apa makna mendengar dan melihat?". Yaitu mendengar
dan melihat adalah dua lafadz dalam bahasa Arab. Mendengar dan melihat
sama maknanya menurut mereka dengan mengetahui. Akan tetapi apakah
masalahnya akan selesai hingga disini?.

(Jika) dikatakan fulan alim dalam bahasa arab ini adalah ungkapan yang
diperbolehkan. Dan kita boleh menyebut seorang manusia alim, yang
bermakna "ungkapan lebih tentang sifat". (Lalu) apakah boleh kita
mengatakan bahwa fulan seorang alim?. Ya, boleh. Kalau begitu, kita
tidak mengatakan bahwa Allah Ta'alaalim (mengetahui), karena hal itu
akan  menjadikan penyerupaan Allah Ta'ala terhadap hamba Allah Ta'ala.

Dan seperti inilah orang-orang mu'tazilah "menolak" sifat-sifat Allah
Azza wa Jalla. Hingga perkaranya sampai kepada pengingkaran mereka
kepada wujud  Allah, baik mereka mengakui atau tidak mengakui. Karena
yang demikian  itu menetapkan mereka (termasuk orang yang mengingkari
wujud Allah).

Dan semoga Allah merahmati Ibnul Qayyim yang berkata:

"Orang yang menyerupakan Allah dengan mahluk menyembah patung,
sedangkan Al muatthil (orang yang menolak penyerupaan Allah tapi
menakwilkannya) menyembah sesuatu yang tidak ada".
Oleh karena itu (orang-orang yang menolak penyerupaan Allah tapi
menakwilkannya) dari kalangan orang-orang yang tidak beriltizam kepada
manhaj salafus shalih tentang ayat-ayat dan hadts-hadits yang
menjelaskan sifat Allah berkata, "Allah tidak berada diatas, apakah
engkau dapati dalam Al Qur'an bahwa Allah diatas? Kita mendapati dalam
Al Qur'an Allah mensifati hambaNya :

Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka. An Nahl : 50

(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas 'Arsy. Thaha :
5

Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan. Al maarij :
4
Hingga akhir hal itu, Allah tidak berada diatas!! kalau begitu dibawah
?? bukan berada dibawah!! Kalau begitu disebelah kanan?? Bukan !! bukan
berada dikanan, dikiri, didepan, dibelakang!? Dan tidak juga berada
dalam alam ini atau diluarnya?! Kalau begitu apa yang kita katakan
tentang wujud Allah?! Tidak ada !!!?
Inilah ilmu yang mana para ulama ahli kalam tanpa terkecuali "binasa"
didalamnya, kecuali ulama yang berada diatas manhaj salafus shalih.
Semua para ulama ahli kalam tanpa terkecuali, baik itu yang
berpemahaman As 'ariyah atau maturidiah, masing-masing diantara mereka
beriman kepada apa yang dipahami oleh salafus shalih, sebagaimana
perkataan sebagian dari mereka :

"Rabbul Arsy diatas Arsy, akan tetapi tanpa sifat menetap dan menempel"
Yaitu artinya :"Tiadalah Allah serupa dengan sesuatupun". Allah
mensifati dirinya bahwa Dia berada diatas Arsy bersemayam, dan Rabbul
Arsy (pencipta Arsy) berada diatas Arsy akan tetapi tanpa disifati
menetap dan menempel.
Lihatlah wahai saudara-saudara kami para pemuda ! bukankah kita
menginginkan untuk mewujudkan masyarakat Islami, dan menginginkan
berdiri didepan (menghadapi) kelompok atheis dan komunis ?! dan
kelompok-kelompok semisal mereka?! Dengan apa kita berdiri didepan
(menghadapi) mereka ? Apakah dengan ilmu yang diambil dari kitabullah
dan hadits Rasulullah serta manhaj salafus shalih ataukah dengan ilmu
kalam ?

Akan tetapi aku (Syekh Albani) katakan dengan (sangka baik) kepada
kalian atau sebagian kalian, bahwasanya (kalian atau sebagian kalian)
belum pernah membaca ilmu kalam, dan tidak mengetahui bahwa ia
kadang-kadang mendengar perkataan ini. Lalu ia heran apakah ada kaum
muslimin yang beraqidah semacam ini ?? (jawabannya) : "ya, ada".
Bacalah kitab "Ihya Ulumudin" karya Al Ghazali, dan beberapa
tulisan-tulisan yang baru "dengan nama Aqidah" dan telah tercetak serta
tersebar pada hari ini. Kalian akan dapati didalamnya pengingkaran dan
dicetak dengan cetakan baru pada masa kini, dan bahwasanya Allah tidak
berada diatas, tidak juga dibawah, tidak juga disebelah kanan dan kiri,
dst.

Oleh karena itu, semoga Allah merahmati salah seorang umara' di
Damaskus yang hadir dalam dialog antara Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah
dan orang-orang yang berpemahaman muatthilah (orang-orang yang menolak
penyerupaan Allah tapi menakwilkannya), tatkala ia mendengarkan
perkataan mereka dan juga perkataan Ibnu taimiyyah yang bersandar pada
Al Qur'an dan Sunnah serta perkataan salafus shalih, iapun merasakan
puas dan yakin bahwa hal ini (yaitu perkataan Ibnu Taimiyyah yang
bersandar pada Al Qur'an dan Sunnah serta perkataan salafus shalih)
adalah aqidah yang benar. Lalu ia menoleh kepada Ibnu Taimiyyah dan
berkata :

"Mereka itu (ia menunjuk kepada lawan dialog Ibnu Taimiyyah) adalah
suatu kaum yang menyia-nyiakan Rabb mereka".
Ini adalah perkataan yang benar, mereka adalah kaum yang menyianyiakan
Rabb mereka. Mengapa (mereka berkata): "Allah tidak berada diatas,
tidak juga dibawah, disebelah kanan serta disebelah kiri, dst?"

Inti dari masalah yang saya sebutkan diatas "Apakah yang membinasakan
ulama kaum muslimin??" terlebih lagi penuntut ilmu mereka?? terlebih
lagi orang awam mereka kepada "kerendahan" dan "kesesatan yang nyata??"
Kami menasehati setiap kaum muslimin didunia ini agar "menggambungkan"
keharusan berpegang kepada kitab dan sunnah dengan pemahaman salafus
shalih. Dan kalau tidak demikian halnya maka setiap kelompok didunia
ini akan berkata: "Kita diatas Al Qur'an & Sunnah".

Satu kelompok yang paling sesat pada saat ini, (yang mana mereka
mengaku Islam, melaksanakan shalat lima waktu, menunaikan haji ke
Baitul Haram) yaitu Ahmadiyah Al Qadaniyah. Walaupun mengaku Islam dan
melaksanakan kewajibannya, mereka mengingkari hakikat-hakikat agama
Islam itu sendiri dengan nama takwil. Dan mereka juga tidak berpegang
dengan pemahaman kaum muslimin terdahulu maupun sekarang. Karena
seluruh kaum muslimin bersepakat bahwa tidak ada nabi setelah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam , maka bagaimana mereka
(Ahmadiyah Qadaniyah) yang mengaku  beragama Islam berkata: "Telah
datang seorang nabi yang bernama MIRZA  GHULAM AHMAD al qadiyani. Dan
akan datang banyak para nabi sesudahnya".

Dan salah seorang muridnya berusaha menyebarkan pemikiran ini, dan
Alhamdulillah para ulama "bangun" membantahnya, kadang-kadang dengan
"cemeti", kadang-kadang dengan "teriakan", kadang-kadang dengan
"perkataan". Segala puji bagi Allah, kita dipelihara dari kejahatan
mereka, dan saya banyak juga terlibat dalam membantah mereka.
Inti dari kisah diatas, bagaimana mereka (bisa) tersesat ? Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

"Tidak ada nabi sesudahku".
Kalian tahu apa makna "Tidak ada nabi sesudahku?" mereka (ahmadiyah
qadaniyah) mengartikan hadits itu : "Bersamaku tidak ada nabi, akan
tetapi jika aku mati akan ada nabi". (Demikianlah) mereka mentakwilkan
nash hadits. Mereka (juga berkata) : "Akan tetapi Rasulullah adalah
"khotimun nabiyyin", apakah makna khotimun nabiyyin ? (mereka menjawab
sendiri) : "perhiasan para nabi". Karena makna khotim adalah cincin di
jari, maka Rasulullah adalah perhiasan para nabi dan bukanlah maknanya
tidak ada lagi sesudah Rasulullah, bukan itu.

Jika demikian maknanya, apakah seluruh kaum muslimin salah dalam
memahami nash-nash itu? Pembahasan ini banyak dan panjang sekali, maka
cukuplah bagi kita sekarang tiga landasan salafiyyah : Al Qur'an,
hadits-hadits yang shahih serta diatas pemahaman salafus shalih.

Adapun dari tujuan-tujuannya adalah mewujudkan masyarakat Islam yang
mana dengan masyarakat yang Islami itu akan mungkin untuk
merealisasikan hukum agama Islam dan bukannya merealisasikan hukum
selainnya. (Karena) suatu hukum Islam pada masyarakat yang tidak Islami
adalah dua hal yang tidak akan berkumpul.

Ringkasan :
Maka wajib berpegang teguh kepada manhaj salaf, karena dialah penjamin
seorang muslim untuk menjadi firqatun najiyah (kelompok yang selamat)
dan tidak masuk dalam kelompok yang sesat. Inilah penjagaan.
Dan terakhir, hendaknya kita menolehkan pandangan ketika mengajak
seluruh kaum muslimin untuk berpegang kepada kitab dan sunnah diatas
manhaj salafus shalih sebagaimana yang telah kita jelaskan dengan
keterangan dan dalil-dalil yang shahih. Dan kita tidak menjauhi mereka
(kelompok yang sesat) akan tetapi kita mendakwahi mereka dengan baik
kepada Al Qur'an dan sunnah. Karena kita meyakini bahwa mereka adalah
"orang-orang yang sakit" dalam aqidah mereka yang mana mereka
menyimpang dari Al qur'an dan sunnah. Maka kami mendakwahi mereka
sebagaimana kewajiban dakwah yaitu kaidah dasar pada setiap orang
mengajak kepada Islam, yaitu firman Allah,

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk". An nahl :125
Maka wajib bagi kita untuk tidak menganggap remeh (bersama orang-orang
yang menyimpang dari manhaj salafus shalih) tidak hanya dalam masalah
hukum-hukum, bahkan dalam masalah aqidah-aqidah, sebagaimana kami
sebutkan diatas pada hal-hal yang berhubungan dengan sifat-sifat dan
semisal itu. Maka kami mendakwahi mereka dengan cara yang terbaik,
tidaklah kita meninggalkan dan menceraikan mereka, (hal ini) karena
sabda Rasulullah r :

"Bahwa Allah memberi petunjuk seseorang melaluimu (maka hal ini) lebih
aku sukai dari (mendapatkan) unta merah".
Maraji':
Diterjemahkan dari majalah Al Ashalah 27/74-78.

sumber: http://www.salafindo.com/viewartikel.php?ID=40





[Non-text portions of this message have been removed]





Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]




SPONSORED LINKS
Rek Beyond belief Islam online
Nation of islam Media


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke