MEWASPADAI GERAKAN ANTI SYARIAH Buletin al-Islam Edisi 311 Sebanyak 56 anggota DPR mengirimkan surat kepada Ketua DPR untuk segera menyurati Presiden agar memperbaiki dan mencabut semua peraturan daerah kabupaten/kota bernuansa syariat Islam. Pembentukan dan pemberlakuan perda itu dinilai bertentangan dengan konstitusi dan Pancasila. Usul tersebut disampaikan perwakilan pengusul kepada Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, Selasa (13/6/06) siang. Yang menyampaikan usul itu antara lain Constant Ponggawa (Fraksi Partai Damai Sejahtera, DKI Jakarta II) dan Nusron Wahid (Fraksi Partai Golkar, Jawa Tengah II). Adapun ke-56 penandatangan usul itu antara lain berasal dari Fraksi Partai Damai Sejahtera, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (Kompas, 14/6/06). Depkum dan HAM pun dengan sigap merespon usulan itu. Depkum dan HAM berjanji akan mencabut perda-perda bersyariat Islam yang terbukti bermasalah. "Langkah itu akan kami lakukan setelah meneliti dan menguji secara mendalam perda-perda yang telah diterbitkan," kata Dirjen Perundang-undangan Depkum dan HAM Oka Mahendra (Suarakarya-online, 17/6/06). Depdagri pun tak kalah sigap. Menteri Dalam Negeri M. Ma'ruf mengaku telah mengirim surat kepada para gubernur untuk menginventarisasi perda-perda yang ada. Selanjutnya, perda-perda itu akan dievaluasi apakah masih berpegang pada konsensus nasional seperti NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, atau tidak (Republika, 15/6/06). Sebanyak 22 pemerintah daerah kabupaten/kotamadya dan provinsi sudah menerbitkan perda yang dipermasalahkan itu. Ada beberapa lagi yang sedang membahasnya. Sejumlah perda yang dipermasalahkan itu tidak satu pun yang berjudul 'Perda Syariat'. Perda-perda itu mayoritasnya adalah perda tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit masyarakat, seperti perda larangan praktik pelacuran, peredaran miras, dsb. Ditambah perda tentang busana Muslimah, baca tulis al-Quran, penambahan jam pelajaran agama, dan tentang zakat (lihat box). Munculnya usulan pencabutan perda oleh 56 anggota DPR itu terlihat lebih kental nuansa politisnya. Sebab, proses yang diusulkan adalah proses politik, padahal masalahnya menyangkut hukum. UU No 32/2004 tentang Pemda hanya memberi batas 60 hari kepada Depdagri untuk mengawasi sebuah perda dan mencabutnya jika bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Jika telah lewat 60 hari, Depdagri tidak lagi berwenang menjangkau perda-perda itu. Proses yang ditempuh harus melalui judicial review ke Mahkamah Agung (MA). Apakah mereka tidak paham UU yang merupakan produk mereka sendiri? Anggota DPR mestinya menjadi orang yang paling memahami UU produk DPR sendiri. Jika anggota DPR saja memberikan contoh seperti itu, seperti apa jadinya masyarakat nantinya? Sungguh menyedihkan. Lebih dari itu, dalam proses pengajuan usulan itu terkesan ada unsur "kebohongan". Anggota DPR Happy Bone Zulkarnaen dan Anwar Sanusi mengaku, keduanya dimintai tanda tangan dukungan untuk menolak (mengkaji) perda-perda yang inkonstitusional. Namun, dalam surat pengantar kepada Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, ternyata rumusannya ditambah dengan rumusan ''menolak perda bernuansa syariat Islam''. Hal yang mirip juga dialami oleh I Gusti Iskandar, Azwir Dainy Tara, dan Hamzah Sangaji. Karena merasa dibohongi, akhirnya kelima anggota DPR tersebut menarik dukungannya terhadap usulan itu (Republika, 22/6/06). Luar biasa! Kebohongan pun dicontohkan oleh anggota DPR yang terhormat itu. Alasan inkonstitusional, membahayakan NKRI, melanggar HAM, kebhinekaan, dsb, lebih merupakan dalih daripada argumentasi. Jika alasannya inkonstitusional, justru langkah yang mereka lakukan terlihat jelas inkonstitusional karena tidak sesuai dengan mekanisme UU No. 32/2004. Perlu diingat bahwa perda-perda itu adalah produk DPRD bersama Pemda melalui proses demokratis. Jika asumsi demokrasi bahwa wakil rakyat adalah representasi dan mewakili suara rakyat masih dipakai, maka artinya perda-perda itu adalah aspirasi masyarakat, dan dihasilkan melalui proses demokratis. Ini adalah proses konstitusional. Di samping itu, UU Pokok Kekuasaan Kehakiman sangat jelas menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim wajib menggali nilai-nilai hukum yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Artinya, nilai-nilai hukum Islam menurut UU ini sah digali dan digunakan memutuskan perkara. Bukankah hukum Islam telah hidup di tengah-tengah masyarakat selama ratusan tahun? Bukankah salah satu sumber sistem hukum nasional adalah hukum Islam? Juga aneh jika perda itu dianggap membahayakan NKRI. Perda-perda itu jelas tidak menyerukan disintegrasi. Perda-perda itu dibuat untuk mewujudkan ketertiban masyarakat. Hasilnya, masyarakat semakin tertib dan keutuhan masyarakat juga lebih terjaga, karena turun drastisnya ancaman kriminalitas. Menurut penelitian, setelah penerapan perda-perda itu di Bulukumba, tingkat kriminalitas, pembunuhan dan pemerkosaan menurun hingga 80%. Penurunan tingkat kejahatan secara drastis juga terjadi di Sumbar setelah penerapan perda anti maksiat. Begitu juga penerapan perda zakat, telah memberikan pemasukan yang jauh lebih tinggi dari PBB. Hal itu akan sangat berguna untuk mengentaskan kemiskinan. Jika perda-perda itu dicabut mungkin angka kriminalitas akan naik lagi dan masalah kemiskinan terus membelit bangsa ini. Apakah ini yang dinamakan menjaga keutuhan masayarakat dan NKRI? Sama anehnya dalih melanggar HAM dan kebhinekaan. Perlu diingat, tidak sedikit perda itu yang sudah dilaksanakan lebih dari lima tahun. Jika memang diskriminatif, tentu selama itu akan ada penentangan dari masyarakat. Justru sebaliknya, perda-perda itu sampai sekarang terus didukung masyarakat, malah dukungan mereka semakin kuat. Di samping itu, perda baca tulis al-Quran dan perda zakat, misalnya, tentu saja hanya diberlakukan bagi Muslim saja dan tidak bagi non-Muslim. Jika yang dijadikan alasan adalah kasus salah merazia di Tangerang, maka perlu diingat bahwa itu hanya satu kasus. Di samping itu, salah merazia itu merupakan masalah cabang; masalah teknis. Tidak tepat jika kesalahan cabang/teknis digunakan untuk menolak substansi. Logika itu sangat berbahaya. Contoh, dengan logika yang sama, karena adanya kecelakaan akibat kecerobohan petugas, misalnya, transportasi kereta api harus dihapus; atau karena ada hakim yang menyimpang, sistem hukum harus dibubarkan. Begitu juga dengan kebhinekaan. Hukum Islam yang telah hidup ratusan tahun di negeri ini jelas merupakan bagian dari kebhinekaan. Jika karena kebhinekaan, perda bernuansa syariat harus dihapus, apakah memang konsep kebhinekaan tidak mengakui ketentuan Islam? Apakah konsep kebhinekaan harus menjauhkan kaum Muslim dari ketentuan Islam? Jika benar alasan kebhinekaan itu, mengapa mereka tidak menyoal perda di Bali yang mengatur tentang perayaan Nyepi dan perda tentang cara pembakaran mayat di Toraja? Mengapa hanya yang bernuansa syariat Islam yang diusik? Lebih dari itu, perda-perda 'bernuansa syariat' itu-bahkan syariat Islam secara total sekalipun- juga tidak menghilangkan keberagaman masyarakat. Pluralitas (keberagaman) masyarakat di negeri ini dan di negeri-negeri Islam lainnya merupakan bukti tak terbantahkan akan hal itu. Sejumlah alasan yang dikemukakan itu tampak lebih merupakan dalih yang dicari-cari. Unsur syariah-phobia (ketakutan terhadap syariat Islam) terlihat begitu kental. Tidak berlebihan jika sebagian pihak menilai bahwa syariah-phobia itulah yang menjadi motif munculnya usulan tersebut. Karena itu, ke depan, sangat boleh jadi semua yang berbau Islam dan syariah akan mereka tolak meskipun hal itu menenteramkan, menyejahterakan, memberikan keadilan dan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Perda-perda itu baru berupa perda anti maksiat, larangan praktik pelacuran, larangan miras, perda baca tulis al-Quran, busana muslimah, dan zakat. Tentu saja semua itu belum mencerminkan syariat Islam. Meski demikian, pengaruh positifnya sudah terasa. Coba kita bayangkan hasilnya seandainya bukan hanya diterapkan di satu kabupaten, tetapi di seluruh kabupaten dan kota. Wajar jika Ijtimak Ulama baru-baru ini di Ponorogo yang diselenggarakan oleh MUI, salah satu rekomendasinya adalah mendorong diterbitkannya perda-perda bernuansa syariat di kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Coba kita bayangkan pula, seandainya syariat Islam bukan hanya di tingkat perda, tetapi meliputi seluruh hukum dan peraturan di tingkat negara. Dengan penerapan syariat Islam secara penuh, cita-cita kemerdekaan-yaitu masyarakat yang adil, makmur, tenteram dan sejahtera-akan berhasil kita wujudkan. Inilah yang ditegaskan oleh hasil Konggres Umat Islam Indonesia (KUII) IV, yang salah satu rekomendasinya menyatakan bahwa syariat Islam adalah solusi bagi permasalahan-permasalahan yang dihadapi negara. Wahai Kaum Muslim: Di balik usulan pencabutan perda "bernuansa syariat" adalah mereka yang anti syariah. Mereka akan terus mempersoalkan apapun selama berbau syariat Islam. Karena itu, kita harus mewaspadi mereka dan sepak terjangnya. Di samping itu, syariat Islam sesungguhnya adalah solusi bagi permasalahan yang kita hadapi. Masyarakat adil, makmur, sejahtera dan tenteram yang kita cita-citakan hanya akan bisa kita wujudkan melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh. Lebih dari itu, penerapan syariat Islam secara menyeluruh merupakan bukti penghambaan kita kepada Allah dan kecintaan kita kepada Rasulullah-Nya. Hal itu akan menyelamatkan kita baik di dunia maupun di akhirat kelak. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian. (QS al-Anfal [7]: 24). Wallâhu a'lam bi ash-shawâb. [] -------------------------------------------------------------------------------- Talk is cheap. Use Yahoo! Messenger to make PC-to-Phone calls. Great rates starting at 1¢/min. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Check out the new improvements in Yahoo! Groups email. http://us.click.yahoo.com/6pRQfA/fOaOAA/yQLSAA/TXWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/