Posted by: "mila.ariku"
Mon Apr 2, 2007 5:03 pm (PST) 

Lafal selingkuh berasal dari Bahasa Jawa yang artinya perbuatan tidak jujur, 
sembunyi-sembunyi, atau menyembunyikan sesuatu yang bukan haknya. Dalam makna 
itu ada pula kandungan makna perbuatan serong. 
Meskipun demikian lafal selingkuh di Indonesia muncul secara nasional dalam 
bahasa Indonesia dengan makna khusus "hubungan gelap" atau tingkah serong orang 
yang sudah bersuami atau beristri dengan pasangan lain. 

Makna khusus dari lafal selingkuh itu tiba-tiba muncul karena dimunculkan dalam 
penerjemahan berita dunia tentang hubungan gelap Lady Diana, isteri Pangeran 
Charles di Inggris dengan lelaki lain bernama Dodi Al-Fayed. Lebih-lebih 
hubungan gelap itu berakhir dengan tragis, 31 Agustus 1997. Kematian Diana ini 
dalam keadaan sedang berduaan dengan lelaki bukan suaminya dan bukan mahramnya 
di mobil tengah malam ketika mobil itu melaju sangat cepat lalu menabrak pilar 
terowongan di Paris hingga mobilnya ringsek, Ahad 31 Agustus 1997. 

Empat orang dalam mobil itu yang tiga orang mati, yakni Henri Paul sopir yang 
mabuk (kadar alkohol dalam darahnya 1,8 gram per liter/tiga kali lipat batas 
toleransi di Prancis), Diana, dan Dodi Al-Fayed (pacar Diana). Sedang yang satu 
lagi, lelaki pengawal Diana, Trevor Rees-Jones, yang duduk di samping sopir 
dikabarkan luka-luka berat.

Lafal selingkuh kemudian menjadi terkenal dengan makna hubungan gelap orang 
yang sudah bersuami atau beristri dengan pasangan lain sebelum kematian Lady 
Diana, yang Diana sendiri pada waktu itu masih bersuamikan Pangeran Charles 
membeberkan hubungan gelapnya dengan lelaki lain. Hubungan gelap itulah yang di 
media massa Indonesia diterjemahkan dengan perselingkuhan. Sehingga begitu 
bahasa Jawa selingkuh ini mencuat jadi bahasa Indonesia tahun 1995-an, langsung 
punya makna lain (tersendiri) yaitu hubungan gelap ataupun perzinaan 
orang yang sudah bersuami atau beristeri. Ini satu perpindahan makna bahasa 
serta budaya bahkan ajaran. 

Sebab menurut budaya barat (bahkan hukum barat), yang namanya zina itu hanya 
kalau sudah bersuami atau beristeri, sedangkan jika masih bujangan atau suka 
sama suka, dianggap tidak. Itu sama sekali berlainan dengan Islam, karena ada 
zina muhshan (yang sudah pernah berhubungan badan karena nikah yang sah, 
hukumannya menurut Islam, dirajam/dilempari batu sampai mati) dan zina ghairu 
muhshan (belum pernah nikah, hukumannya dicambuk 100 kali dan dibuang setahun 
bagi lelaki, dan didera 100 kali bagi perempuan).

Sampai sekarang, lafal selingkuh lebih dekat kepada makna hubungan gelap antara 
orang yang sudah bersuami atau beristeri dengan pasangan lain. Kalau pacaran 
dianggap bukan selingkuh, tetapi kalau diam-diam ada pacar lain lagi, baru 
dianggap selingkuh. Ini semua makna-makna yang berkembang, tetapi sebenarnya 
tidak sesuai dengan syariat Islam, karena Islam tidak memperbolehkan pacaran.

Dalam kamus bahasa Indonesia, makanya lafal selingkuh itu maknanya masih 
seperti aslinya. Contohnya, Koran Republika memuat: Definisi selingkuh.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), selingkuh adalah:
1. Suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus 
terang; tidak jujur; curang; serong;
2. Suka menggelapkan uang; korup;
3. Suka menyeleweng. (Republika, Ahad, 7 Januari 2007/ 17 Dzulhijjah 1427 H, 
halaman 1).

Dilihat dari definisi itu, lafal selingkuh sekarang sudah mengalami perubahan 
makna, menjadi makna khusus, hubungan gelap bagi orang bersuami atau beristeri. 
Dan perbuatan itu dianggapnya lumrah, biasa. Ini yang menjadi persoalan besar, 
karena jumlahnya pun makin bertambah.

Bagaimana masyarakat tidak terseret oleh budaya selingkuh, sedangkan Lady Diana 
yang merupakan tokoh dunia yang kemudian melakukan selingkuh, justru 
kematiannya dipuja-puja, diucapi ucapan duka cita. 
Bahkan ada khotib jum'at yang mendoakannya di salah satu Masjid di Jakarta, 
padahal Lady Diana itu orang kafir, bukan Islam. Ini akibat gencarnya televisi 
dan media massa menyiarkan secara besar-besaran dan lama-lama. Masyarakat 
menjadi larut dalam kesedihan atas meninggalnya "tokoh selingkuh" itu akibat 
siaran langsung televisi di Indonesia dan dunia selama prosesi penguburan ala 
gerejani kerajaan Inggris. Sabtu, 6 September 1997, yang berlangsung 7 jam 
lebih. 
Siaran tokoh selingkuh ini kabarnya ditonton oleh 2.5 Milyar orang sedunia dari 
187 negara, sampai TV-TV swasta Indonesia saat itu tidak ada yang menyiarkan 
azan maghrib. Astaghfirullahal `azhiim, tokoh selingkuh telah menjadi berhala, 
diarak bagai anak sapi yang disembah oleh masyarakat anak bani Israil atas 
bujukan Samiri zaman Nabi Musa `Alaihissalam.

Media menggantikan fungsi Samiri melakukan penggiringan opini dan perasaan 
masyarakat untuk menjerumuskan arah yang sangat jauh dari aturan manusia yang 
wajar, apalagi ajaran-ajaran Islam. Menggiring untuk turut larut dan ikut 
bersedih atas pasangan yang tidak sah dan secara agamanya kafir. 

Akibatnya masyarakat menjadi segera berubah menjadi tidak normal. 
Buktinya, dapat kita lihat berupa pernikahan menurun drastis, sedangkan 
perceraian akibat perselingkuhan makin meningkat, bahkan perempuan menggugat 
cerai lebih banyak dibanding yang ditalak oleh suami. Berikut ini beritanya: 

Setiap 2 jam ada yang cerai akibat selingkuh

Mualim (petugas pengadilan agama di Tulungagung), mengungkapkan ada 200-250 
kasus perceraian yang diproses pengadilan agama Tulungagung setiap bulannya. 
Kebanyakannya akibat dipicu oleh perselingkuhan.

"Kasus perselingkuhan selalu berending perceraian, tidak ada perselingkuhan 
yang berakhir dengan happy ending," katanya.

Akronim selingkuh di Tulungagung yang diartikan sebagai `selingan indah 
keluarga utuh', sekarang sudah tidak berlaku lagi, karena muncul akronim 
selingkuh adalah `selingan indah keluarga runtuh'.

Perceraian akibat perselingkuhan kini bukan monopoli artis lagi, yang kisahnya 
sering ditayangkan di acara infotainment. Selingkuh kini kian meluas dan 
mengancam keluarga, yang merupakan unit terkecil bangsa ini dan benteng bangsa 
muslim. 

Penelitian yang pernah dilakukan oleh dr. Boyke Dian Nugraha di klinik 
Pasutrinya, terhadap 200-an orang pasiennya. Menunjukkan hasil 4 dari 5 pria 
eksekutif melakukan perselingkuhan. Perbandingan selingkuh pria dan wanita pun 
berbanding 5:2. Padahal data ini didapat dari yang mengaku saja.

Selingkuh juga bisa menjadi akronim `selingan indah karier runtuh'. Hal itulah 
yang terjadi dengan perselingkuhan anggota DPR dengan penyanyi dangdut. 
Akibatnya karier politiknyapun rontok, bak rumah abu. Padahal dia sempat 
menjadi calon menteri reshuffle kabinet maret 2007 ini. 

Lalu seberapa besar sesungguhnya ancaman selingkuh terhadap keluarga-keluarga 
Indonesia? pergerakan data stastistik dari Direktorat Jendral Pembinaan 
Peradilan Agama menguaknya. Selingkuh telah menjadi virus keluarga no 4.

Tahun 2005 lalu, misalnya,ada 13.779 kasus perceraian yang bisa dikategorikan 
akibat selingkuh; 9.071 karena gangguan orang ketiga, dan 4.708 akibat cemburu. 
Persentasenya mencapai 9,16 % dari 150.395 
kasus perceraian tahun 2005 atau 13.779 kasus! Alhasil ,dari 10 keluarga yang 
bercerai , 1 diantaranya karena selingkuh. Rata-rata , setiap 2 jam ada tiga 
pasang suami istri bercerai gara-gara selingkuh.

Perceraian karena selingkuh itu jauh melampaui perceraian akibat poligami tidak 
sehat yang hanya 879 kasus atau 0.58% dari total perceraian tahun 2005. 
Perceraian gara-gara selingkuh juga 10 kali lipat dibanding perceraian karena 
penganiayaan yang hanya 916 kasus atau 0,6 % .

Dan perselingkuhan itu diprediksi akan naik. "karena banyak tokoh yang 
melakukannya," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan untuk 
Keadilan (LBH APIK), Ratna Batara Munti.

"Selingkuh adalah fenomena tidak sehat bagi bangsa ini. Selingkuh itu zina," 
tandas Nasaruddin Umar, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag. 
(Republika, Ahad 7 Januari 2007/ 17 Dzulhijjah 1427H, 
halaman 1).

Perkara Perceraian di Indonesia

Tahun cerai talak cerai gugat
2000 63.745 81.864 (56.2%)
2001 61.593 83.319 (57.4%)
2002 58.153 85.737 (59.5%)
2003 52.360 80.946 (60.7%)
2004 53.509 87.731 (62.1%)
2005 55.536 94.859 (63%)

Sumber: Ditjen PPA/ (Republika, Ahad, 7 Januari 2007/ 17 Dzulhijjah 1427H, 
halaman 02)

Persentase Pernikahan Turun
Yang memprihatinkan, saat angka perceraian terus meningkat dari tahun ke tahun, 
pernikahan justru terus mengalami penurunan. Mungkinkah lembaga pernikahan 
tidak lagi menarik?

Jumlah pernikahan tahun 2005 lalu, bahkan hanya sedikit meningkat dibanding 
1950-an, di saat jumlah penduduk baru 50 juta orang. "Jumlah pernikahan tahun 
1950-an lalu sudah mencapai 1,4 juta, lho," kata peneliti ahli Litbang 
Departemen Agama, Moh Zahid. (Republika, Ahad 7 Januari 2007 M/17 Dzulhijjah 
1427 H, halaman 02).

Elit Rusak
Rusaknya moral kaum elit (al-mutrafin) adalah menyangkut selingkuh secara utuh, 
yaitu makna secara keseluruhan. Baik selingkuh yang maknanya korupsi, tidak 
jujur, serong maupun zina. Diadili saja tidak, apalagi dirajam, yaitu dibunuh 
dengan cara dilempari batu. Kalau yang cerai gara-gara selingkuh saja tiap dua 
jam ada, lantas kalau mereka diadili, berarti tiap dua jam ada sepasang 
selingkuh yang bisa divonis mati dengan dirajam. Karena yang diseret ke 
pangadilan hanya yang korupsi, bukan yang berzina, maka suatu ketika lembaga 
ulama mengeluarkan semacam fatwa atau imbauan hanya menyangkut pemberantasan 
korupsi, bukan untuk mengadili yang berzina.

Kenapa Kondisi Indonesia sampai Separah ini?

Jawaban dari pertanyaan diatas, sebenarnya ada kekuatan-kekuatan jahat yang 
bersekongkol atau berkomplot yang merusak umat Islam Indonesia ini secara 
sistematis. Antara lain melalui majalah porno (Playboy, dan lain-lain), 
film-film porno, situs-situs porno, dan lain sebagainya...Yang kemudian diikuti 
pula pengaturan yang ketat 
terhadap poligami (yang merupakan syariat Islam). Bahkan sebaliknya, bagi yang 
ingin zina, sarananya telah tersedia, sedang sistemnya tidak mempersoalkannya. 
Lebih dari itu justru perzinaan menjadi salah satu lahan pemasukan bagi 
pemerintah daerah atau orang-orang yang berbisnis maksiat. 

Bahkan ketika kerusakan akibat perzinaan ini terjadi, misal: menjalarnya 
penyakit AIDS. Pemerintah dan media tidak melakukan pelarangan, pemberantasan 
zina secara tegas, tetapi malah melindunginya. Kemudian menganjurkannya 
penggunaan kondom (padahal kondom ini telah terbukti tidak dapat menyaring 
virus AIDS). 
Sedangkan penyebaran kondom secara gratis yang terjadi, seperti mengisyaratkan: 
silahkan berzina, hanya saja pakailah kondom!!!. Hal ini patut menjadi 
perhatian kita bersama, bukankah demikian??


Wassalam


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke