Surat Malcolm X dari Kota Suci Mekkah Al-Mukaramah
4 Jan 2006 16.43 WIB

  <http://eramuslim.com/fckfiles/pic03(4).jpg> Rasa haru, persaudaraan, 
kemurahan hati dan tidak mementingkan diri sendiri yang dirasakan Malcolm X di 
kota Mekkah saat melaksanakan ibadah haji, membuka mata hatinya tentang 
semangat Islam yang sebenarnya. Dalam buku autobiografi yang ditulisnya bersama 
Alex Haley, Malcolm menulis, "Karena pencerahan spiritual dimana saya 
mendapatkan rahmat untuk mengalaminya setelah melaksanakan ibadah haji ke kota 
Mekkah, Saya tidak lagi membiasakan melempar dakwaan kepada ras manapun. 
Sekaran, Saya berjuang untuk hidup sebagai seorang Muslim Sunni sejati. Saya 
harus mengulangi bahwa saya bukan seorang rasis dan bukan pula seorang yang 
menganut prinsip rasisme. Saya nyatakan dengan ketulusan hati bahwa saya tidak 
berharap apa-apa kecuali kebebasan, keadilan dan persamaan, kehidupan, 
kemerdekaan serta kebahagiaan untuk semua orang," 

Dalam buku Autobiography of Malcolm X, Malcolm X atau nama Islamnya Malik 
al-Shabazz mengungkapkan kesan-kesannya melaksanakan ibadah haji di tanah suci 
dalam surat yang ditujukan ke asistennya di Harlem. Surat itu ia kirim dari 
Mekkah pada bulan April 1964. Berikut isi suratnya: Saya tidak pernah 
menyaksikan keramahtamahan yang begitu tulus dan semangat kebersamaan yang 
begitu besar, seperti yang dilakukan oleh umat manusia dari berbagai warna 
kulit dan ras di kota suci ini, rumah dari Ibrahim, Muhammad dan nabi-nabi 
lainnya yang disebut dalam kita suci Al-Quran. Dalam beberapa minggu yang saya 
lewati, saya benar-benar kehilangan kata-kata dan terpesona dengan keagungan 
yang saya saksikan di sekitar saya yang dilakukan oleh umat manusia dari 
berbagai bangsa. Saya beruntung bisa berkunjung ke kota suci Mekkah; Saya sudah 
melakukan tawaf keliling Ka'bah 7 putaran, dipimpin oleh seorang Mutawwaf 
(pembimbing) muda bernama Muhammad; Saya minum air dari sumur air Zamzam; Saya 
lari 7 kali bolak-balik dari bukit Safa ke bukit Marwa; Saya berdoa di kota tua 
Mina dan Saya berdoa di pegungungan Arafah. Di sana ada puluhan ribu jemaah 
haji dari seluruh dunia. Mereka berasal dari berbagai warna kulit dari yang 
bermata biru, pirang sampai yang berkilit hitam dari Afrika. Namun mereka semua 
melakukan ritual yang sama, menunjukkan semangat persatuan dan persaudaraan 
yang dari pengalaman saya di Amerika telah membuat saya percaya bahwa hal 
semacam ini tidak akan pernah terjadi antara kulit putih dan non kulit putih. 
Amerika perlu memahami Islam, karena Islam adalah agama yang menghapuskan 
masalah rasa di kalangan pemeluknya. Dari seluruh perjalanan yang pernah saya 
lakukan ke dunia Islam, saya bertemu, bicara dan bahkan makan bersama dengan 
orang-orang yang di Amerika akan dianggap sebagai orang kulit putih-namun sikap 
sebagai orang kulit putih telah dihilangkan dari pikiran mereka oleh agama 
Islam. 

Saya tidak pernah menyaksikan sebelumnya, ketulusan dan rasa persaudaraan 
sejati yang dilakukan oleh orang-orang dari berbagai warna kulit bersama-sama, 
mereka mengabaikan warna masing-masing. Kamu mungkin akan sangat terkejut 
dengan kata-kata saya ini. Tapi dalam pelaksanaan ibadah haji, apa yang saya 
lihat dan saya alami, memaksa saya untuk menyusun kembali banyak dari pola 
pikir yang saya anut sebelumnya dan membuang sejumlah kesimpulan yang buat di 
masa lalu. Ini tidak terlalu sulit buat saya. Disamping pendirian saya yang 
kuat, saya selalu menjadi orang yang berusaha menghadapi kenyataan dan menerima 
kenyataan hidup sebagai pengalaman baru dan pengetahuan baru yang terbentang. 
Saya selalumenjaga untuk tetap terbuka, yang merupakan hal pentinguntuk 
bersikap fleksibel agar berjalan bersisian dengan setiap bentuk pencarian untuk 
mendapatkan kebenaran. Selama 7 hari yang saya lewati di sini, di negara Islam 
ini, saya makan bersama dari piring yang sama, minum dari gelas yang sama dan 
tidur di karpet yang sama-ketika berdoa pada Tuhan yang sama-dengan 
saudara-saudara sesama Muslim, yang matanya lebih biru dari yang biru, yang 
rambutnya lebih pirang dari yang piran dan kulitnya lebih putih dari yang 
putih. Dan dalam perkataan dan perbuatan Muslim berkulit putih itu, saya 
merasakan ketulusan yang sama seperti yang saya rasakan ketika berada di antara 
Muslim berkulit hitam yang berasal dari Nigeria, Sudan dan Ghana. Kami 
benar-benar menjadi satu saudara-karena keimanan mereka pada satu tuhan telah 
menghapus pemikiran bahwa mereka orang kulit putih, baik dari sikap maupun 
tingkah laku mereka. Apa yang saya lihat dari pengalaman ini, bahwa mungkin 
jika orang kulit putih Amerika bisa menerima ke-Esa-an Tuhan, maka mungkin 
mereka juga bisa menerima bahwa semua umat manusia adalah sama-dan berhenti 
melakukan tindakan, menghalangi dan membahayakan orang lain hanya karena 
'perbedaan' warna kulit. Dengan wabah rasisme di Amerika yang sudah seperi 
kanker yang tidak bisa dicegah, kemudian apa yang disebut hati 'Orang Kristen' 
kulit putih Amerikaselayaknya lebih bisa menerima sebuah solusi yang sudah 
terbukti untuk mengatasi masalah-masalah destruktif itu. Mungkin ini sudah 
saatnya melindung Amerika dari bencana yang makin dekat-kerusakan yang sama 
yang dialami negara Jerman akibat rasisme yang pada akhirnya menghancurkan 
bangsa Jerman sendiri. Setiap jam, di sini, di kota suci membuat saya belajar 
untuk memiliki wawasan spiritual yang lebih besar terhadap apa yang terjadi di 
AS antara orang kulit putih dan kulit hitam. Orang Negro Amerika tidak bisa 
disalahkan atas rasa dendam rasial mereka-mereka hanya bereaksi atas rasisme 
yang dilakukan warga kulit putih Amerika secara sadar selama hampir empat ratus 
tahun. Tapi seiring dengan rasisme yang mengarahkan Amerika ke jalan bunuh 
diri, saya tetap yakin, di akademi-akademi dan universitas-universitas, akan 
terlihat tulisan-tulisan tangan di dinding-dinding dan banyak di antara mereka 
yang akan berubah ke jalan spiritual yang sebenarnya-satu-satunya jalan yang 
menjadikan Amerika untuk terhindar dari bencana akibat tindakan rasisme yang 
tidak bisa dihindari akan menimbulkan bencana itu. Saya tidak pernah merasa 
sedemikian terhormat. Saya tidak pernah merasa begitu rendah hati dan merasa 
tidak berharga. Siapa yang akan percaya akan rahmat yang telah dilimpahkan pada 
seorang Negro Amerika? Beberapa malam yang lalu, seorang laki-laki yang di 
Amerika akan disebut kulit putih, seorang diplomat PBB, seorang duta besar, 
seorang penasehat raja, memberikan ruangan suite hotelnya pada saya, tempat 
tidurnya. Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya, bahka bermimpi bahwa saya 
akan menerima kehormatan semacam itu-kehormatan yang di Amerika akan 
dipersembahkan hanya untuk seorang Raja, bukan seorang Negro. Segala puji bagi 
Allah, seru sekalian alam. 
Hormat Saya, 
Al-Hajj, Malik al-Shabazz (Malcolm X)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke