Dari www.syariahonline.com <http://www.syariahonline.com/> 

 

Kajian : Muzakarah

 

Tentang : Menerapkan Syariat Islam di Bidang Sosial, Budaya dan Pendidikan 

 

DR. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A.

A. MUKADIMAH

Salah satu kata kunci dalam kehidupan sosial budaya dan juga sangat
dipentingkan dalam dunia pendidikan adalah memahami setiap terminologi yang
dipergunakan. Mengetahui batasan arti dari suatu terminologi menurut Imam
Ibnu Taimiyah, memang adalah suatu hal yang sangat diperlukan. Bahkan
menurut beliau pengetahuan akan hal ini bagian dari kewajiban agama yang
sebagiannya berkategori wajib 'ain atau wajib kifayah. Untuk itulah Alloh
mencela orang-orang yang tidak mementingkan pengetahuan tentang hal itu
sebagaimana tersebut dalam surat at-Taubah ayat 97.



Dari sinilah pentingnya tema kajian kali ini, sebab persis seperti yang
disinyalir oleh Ibnu Taimiyah, banyak orang yang berbeda pendapat tentang
suatu terminologi hanya karena mereka tidak memahami hakikat terminologi
itu, atau ternyata mereka menggunakan tolok ukur yang berbeda ketika mereka
membahas terminologi itu. Misalnya ketika orang Sunda dan Jawa membincangkan
tentang makna atos, amis, cokot serta makna tulang dalam pengertian orang
Melayu dan Batak. Begitu pulalah ketika belakangan ini marak kembali
pembahasan bahkan polemik tentang makna syariat yang akan diterapkan itu.
Juga kaitannya dengan masalah pendidikan dan sosial budaya.



Menurut Ibnu Taimiyah batasan terminologi itu berkaitan dengan tiga hal
yaitu terminologi syariat, terminologi bahasadan terminologi sosial.
Mengetahui perbedaan antara ketiganya dalam konteks batasan terminologi juga
sangat dipentingkan agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami suatu
terminologi, misalnya terminologi shalat, zakat, puasadan haji mempunyai
arti sendiri. Yang bila hanya berhenti pada terminologi bahasa, tentu tidak
merealisasi rukun Islam sebab itu semua adalah masuk dalam terminologi
syariat.
Makalah sederhana ini akan mencoba membincangkan bersama arti syariat dalam
tinjauan agama, sosial dan politik. Suatu hal yang cukup sulit untuk
membahasnya dalam konteks-konteks yang terpisah-pisah, sebab pada prinsipnya
syariat itu maknanya sekaligus mencakup aspek agama, sosialdan politik
(perhatikan al-Baqarah:208).

B. MAKNA SYARIAT DALAM TINJAUAN AGAMA



Syariat adalah sebuah terminologi yang disebutkan oleh Al-Qur`an yang
diturunkan dalam bahasa Arab. Ia sekaligus menyambungkan sejarah agama-agama
yang dibawa oleh para Rasul dan ditutup oleh kerasulan Nabi Muhammad
(asy-Syura: 13). Pengertian syariat secara bahasa tentunya harus dirujukkan
kedalam bahasa Al-Qur`an bukan kedalam bahasa lokal yang dapat memunculkan
penafsiran yang mesum seperti yang dilakukan oleh Darmo Gandul dan Gatoloco.
Secara bahasa ia berarti at-Thariqah3 . Melaksanakan syariat artinya
mengikuti jalan yang terang. Dari sini, menurut ar-Rogib al-Asfahani,
ungkapan ini dipinjam untuk menjadi thariqah Ilahiyah4 . Secara terminologi,
thariqah mempunyai dua arti, yaitu :
1. Jalan apapun yang dimudahkan oleh Allah dan kemudian dilalui oleh umat
manusia yang akan membawa efek kemaslahatan bagi umat manusia serta
kemakmuran negeri.
2. Apa saja yang ditentukan Allah dalam agamanya dan apa saja yang
diperintahkan-Nya agar manusia dapat memilih karena adanya perbedaan
syariat-syariat agama karena terjadi nashikh (penghapusan) atas agama
sebelumnya.



Syariat juga disebut dengan syariat sebab ditamsilkan dengan ungkapan yang
berkaitan dengan syariat air sebab siapa pun yang mereguknya dengan benar
maka akan hilanglah dahaganya dan bahkan dengan air itu ia bisa bersuci.



Menurut asy-Syarif al-Jurjani, syariat berarti tunduk patuh merealisasikan
ubudiyah dalam bentuk melaksanakan seluruh komitmen, menjaga seluruh aturan
dan ridha serta sabar terhadap berbagai cobaan.
Adapun Prof. DR. Yusuf al-Qaradhawi mendefenisikan syariat sebagai apa saja
ketentuan Allah yang dapat dibuktikan melalui dalil-dalil Al-Qur`an maupun
Sunnah atau juga melalui dalil-dalil ikutan lainnya seperti ijma', qiyasdan
lain sebagainya.



Agama Islam melalui kitab sucinya Al-Qur`an menyampaikan beberapa ayat yang
secara eksplisit menyebutkan tentang syariat misalnya dalam surat
al-Jatsiyah ayat 18 dan surat asy-Syura ayat 13. Sekalipun ayat-ayat tentang
ini berada dalam kelompok ayat-ayat Makkiyah yang secara prinsip berkaitan
dengan masalah akidah, sehingga nanti datanglah seorang ulama bernama Abu
Bakr Muhammad bin Husain al-Ajuri (wafat pada tahun 360 H) menulis kitab
dengan judul Asy-Syariat yang keseluruhan pembahasan adalah masalah akidah.



Tetapi bukanlah berarti cakupan syariat hanya terbatas pada masalah akidah
dalam pengertian yang populer sebab akidah dalam pengertiannya yang
ash-shalah (orisinil) sesungguhnya juga sangat berkaitan dengan aspek
sosial, hukumdan politik. Surat an-Nas, al-Ikhlasdan al-Kafirun misalnya
yang kesemuanya adalah surat-surat Makkiyah tetapi cakupan akidahnya
berkaitan langsung dengan masalah sosial, hukum, ekonomidan politik.Bahkan,
sufi besar al-Hasan Basri pun menyebutkan bahwa hakikat iman bukanlah
sekadar apa yang diangankan dalam hati, tetapi ia sekaligus kebenaran yang
diyakini, diungkapkandan dikerjakan.



Dari pengertian tentang syariat di atas nampak jelas bahwa terminologi
syariat dalam pengertian agama mencakup bukan hanya masalah hukum Islam
seperti yang banyak dipahami orang, tidak juga otomatis berkaitan dengan
potong tangan, pemaksaan pemakaian jilbab, atau mengejar-ngejar orang untuk
shalat seperti yang dipahami sebagian pihak lainnya. Tetapi, ia juga sangat
berkaitan dengan masalah sosial budaya dan pendidikkan. Untuk itulah Prof.
DR. Bustanul Arifin, S.H. telah menyebutkan bahwa syariat adalah metode atau
cara menjalankan ad-Din (agama). Karena ad-Din meliputi seluruh segi
kehidupan, maka syariat sebagai program pelaksanaannya juga meliputi seluruh
kehidupan. Dan karena melaksanakan ad-Din dalam kemenyeluruhannya adalah
wajib maka demikian jugalah kaitannya dengan pendidikkan dan sosial budaya.



Untuk itu kita dapati disertasi-disertasi atau kajian-kajian ilmiah
kontemporer tentang syariat yang cakupannya sangat meluas dan beragam,
misalnya syariat berkaitan dengan masalah risywah (sogokan) dalam kegiatan
sosial, ekonomidan politik seperti yang ditampilkan oleh DR. Abdullah bin
Abdul Muhsin ath-Thuraiqi dalam kitabnya Jarimatu ar-Risywah fi Syariah
al-Islamiyah.
Syariat juga berkaitan dengan pakaian dan asesoris yang dikenakan
sebagaimana yang ditampilkan kajian DR. Muhammad Abdul Aziz Amru dalam
kitabnya Al-Libas wa Zinah fi Syariah al-Islamiyah.
Syariat juga berkaitan dengan upaya untuk merealisasikan kemaslahatan hidup
seperti yang disampaikan DR. Sa'id Ramadhan al-Buthi dalam kitabnya
Dhawabith al-Mashlahah fi Syariah al-Islamiyah. Syariat juga ternyata sangat
mementingkan keleluasaan hidup dan menjauhkannya dari yang menyulitkan
sebagaimana yang tampak jelas dalam kajian DR. Shalih bin Abdullah bin
Humaid dalam kitabnya Raf'ul al Haraj fi Syariah al-Islamiyah.



Dalam cakupan beragama dikenal juga satu bentuk pengamalan agama melalui
cara-cara taSawuf. Dalam terminologi mereka syariat sering dihadapkan dengan
hakikat. Suatu penghadapan yang tidak selamanya diterima oleh ulama taSawuf
generasi awal seperti al-Hujwiri, syariat tidak mungkin bisa dipertahankan
tanpa adanya hakikat dan hakikat tidak mungkin dipertahankan tanpa adanya
pelaksanaan syariat. Hubungan timbal balik keduanya bisa dibandingkan dengan
hubungan badan dan ruh, bila ruh meninggalkan badan maka badan menjadi
mayat. Tetapi ruh akan lenyap seperti angin tanpa badan karena keduanya
bergantung pada kerja sama keduanya satu sama lain. Demikian pula hukum
tanpa kebenaran adalah riya' dan kebenaran tanpa hukum adalah kemunafikan
(nifaq).



Adapun Imam al-Qusyairi menyebutkan bahwa syariat adalah disiplin ubudiyah
sedangkan hakikat adalah musyahadah Ilahiyah. Setiap syariat yang tidak
dikukuhkan dengan hakikat tidak bisa diterima. Sebaliknya hakikat yang tidak
dilandaskan pada syariat tidak akan sukses. Perlu diketahui syariat itu
sendiri adalah hakikat bila dilihat bahwa syariat merupakan keharusan
melalui perintah-Nya. Begitupun hakikat adalah syariat dari segi bahwa
makrifat kepada-Nya terjadi karena perintah-Nya. Untuk itulah beliau menukil
ungkapan sufi besar seperti Abu Yazid al-Bisthomi yang mengatakan bila Anda
melihat seseorang mengaku diberi karamah, dapat terbang di udara (misalnya)
Anda sekalian jangan mudah tertipu sampai Anda melihat benar bagaimana orang
tersebut melaksanakan perintah, menjauhi larangan, menjaga hukum-hukum serta
menunaikan syariat.

C. MAKNA SYARIAT DALAM PENDEKATAN SOSIAL



Kehidupan sosial umat manusia di manapun mereka berada pastilah merujuk pada
tatanan, untuk mengharmoniskan kehidupan itu dan untuk menjaganya agar tidak
lepas kendali sehingga hubungan sosial tidak menjadi kontra produktif tetapi
semakin memunculkan makna kebahagiaan dan kemakmuran. Demikian jugalah yang
terjadi pada umat Islam. Mereka akan merujuk pada atau dihubungkan oleh
tatanan syariat dalam pola hubungan sosial mereka, baik dengan sesama muslim
maupun dengan nonmuslim untuk merealisasikan kemashlahatan bersama.
Begitulah yang dilakukan oleh Rasulullah pada awal kedatangan beliau di
Madinah ketika beliau mempersaudarakan Muhajirin dengan Anshar dan ketika
merealisasikan Piagam Madinah.



Demikian itu jugalah makna syariat dalam konteks sosial. Para ulama fikih
dan ushul fikih dimulai oleh Imam asy-Syafi'i dan kemudian juga tampil dalam
kajian-kajian fikih kontemporer, telah memunculkan berbagai kaidah yang
mereka kongklusikan dari dalil-dalil Al-Qur`an, Sunnah, ijma' dan qiyas.
Kaidah-kaidah yang sangat menerangkan makna syariat dalam konteks sosial
misalnya:
1. Kaidah tentang lima prinsip, yaitu prinsip keharusan menjaga agama, akal,
jiwa, keturunandan harta.
2. Kaidah hukum taklifi itu bukan dua saja halal dan haram, melainkan ada
juga yang sunah, makruh bahkan ada yang mubah
3. Anjuran untuk terus dapat berijtihad dan mentajdid
4. Prinsip tentang kesesuaian syariat dengan realitas, juga bahwa syariat
itu berdiri atas bangunan kemudahan dan mementingkan pentahapan
5. Kaidah tentang urf (adat) sebagai rujukan syariat.
6. Kaidah tentang amal dan atau perbuatan penduduk Madinah, seperti
dipergunakan oleh Imam Malik.
7. Kaidah tentang mempertimbangkan kedaruratan dan mementingkan
kemashlahatan
8. Kaidah tentang syura (bermusyawarah)
9. Kaidah tentang amr ma'ruf nahyi munkar
10. Kaidah tentang tolong menolong dalam kebajikan dan takwadan bukan dalam
dosa dan melanggar hukum
11. Kaidah tentang fikih dakwah
12. Kaidah tentang fikih muamalah (hubungan sosial)
13. Kaidah tentang rabbaniyah dan syumuliyah syariat Islamiah
14. Kaidah tentang menegakkan keadilan dan egalitarianisme dihadapan hukum.

Dengan pendekatan sosial ini, syariat dapat semakin membuktikan makna bahwa
keberadaannya adalah sebagai rahmat bagi kehidupan (al-Anbiya: 107), bahwa
syariat itu bahkan dapat "membuat hidup jadi lebih hidup" (al-Anfal: 24,
al-Baqarah: 179), bahwa syariat adalah bukan makhluk asing di tengah
kehidupan manusia, tetapi merupakan bagian tidak terpisahkan dari
kemanusiaan untuk kemajuan dan kemashlahatan mereka (al-Jum'ah: 2), bahkan
ia sangat peduli dan bersimpati dengan kemanusiaan (at-Taubah: 128),
sehingga karena demikian positifnya syariat bagi kehidupan sosial masyarakat
manusia, logis saja bila kemudian Allah "Zat yang Maha Rahman dan Rahim
itu", meminta ketaatan umat manusia untuk melaksanakan syariat-Nya
(al-Ahzab: 36) bukan dalam konteks pemaksaan apalagi teror, sebab memang
telah nyata perbedaan antara yang baik dan benar dengan yang salah, buruk
dan tidak bermanfaat (al-Baqarah: 256).



Dengan pendekatan ini, syariat akan merealisasikan bukan saja kesalehan
verbal, formal, atau individual melainkan akan memunculkan kesalehan
esensial, eksistensialdan sosial sekaligus. Bahkan kepedulian realisasi
tentang masalah sosial oleh Rasulullah Saw dijadikan sebagai tolok ukur
adanya kesalehan individual.



Dan dengan pendekatan normatif aplikatif seperti di atas, kita mempunyai
pedoman dasar, bahwa syariat memang sangat berhubungan dengan faktor sosial
budaya, ia berhubungan dengannya dengan sangat erat, bahkan ia pro-aktif
berinteraksi dengan budaya manusia, bahkan ia pun menciptakan kebudayaan
baru di atas bingkai dan landasan syariat. Sehingga dahulu para ulama
memunculkan suatu ungkapan yang sangat berarti: "Bila di situ ada
kemaslahatan, maka di situ pulalah letak syariat."

D. PENERAPAN SYARIAT DALAM BIDANG PENDIDIKKAN



Islam dengan syariatnya, adalah satu-satunya agama yang memulai ungkapan
ajarannya dengan perintah untuk membaca (iqra'). Bukan sekadar membaca,
bahkan ia adalah membaca yang dilandasi oleh ideologi dan etos "dengan nama
Rabbmu" (bismirabbika).



Syariat yang sarat dengan prinsip pendidikan Islam ini kemudian dipertegas
oleh berbagai firman Allah lainnya yang menegaskan bahwa tugas utama
kerasulandan karenanya salah satu inti dasar dari syariat Islam yang harus
diterapkan adalah masalah pendidikan. Allah berfirman:
"Allahlah yang mengutus kepada mereka, seorang Rasul yang dating dari
keluarga mereka sendiri, Rasul ini membacakan ayat-ayat Rabb mereka,
mensucikan mereka, serta mengajarkan kepada mereka ajaran al-Kitab
(Al-Qur`an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah). (al-Jum'ah :2)"



Dan begitu banyak ayat dan hadits lain yang menetapkan pentingnya syariat
diterapkan dalam pendidikan.



Syariat Islam yang berkaitan dengan masalah pendidikan ini, kemudian secara
atraktif direalissasikan oleh Rasulullah Saw dalam berbagai peristiwa,
seperti ketika beliau menjadikan tebusan Perang Badar melalui pengajaran
pemberantasan buta huruf, beliau pun mengizinkan Zaid bin Tsabit r.a. untuk
mempelajari bahasa Ibrani dan Suryani, beliau pun mengizinkan Yusuf bin
Kabdah ats-Tsaqafi mempelajari ilmu kedokteran di Persia. Selain itu tentu
saja aktivitas langsung beliau mengajari para sahabat laki-laki maupun
wanita, baik di masjid, di rumah, di kebun, maupun di tempat-tempat umum
lainnya.
Paradigma ini kemudian memunculkan lompatan budaya yang luar biasa, dengan
munculnya suatu generasi yang sangat terpelajar tetapi sangat religius,
mereka melaksanakan syariat Islam sambil memiliki credo rahmatan lil alamin.



Etos penerapan syariat dalam bidang pendidikan ini sungguh sangat manusiawi.
Ia terus berlangsung dalam berbagai inovasi, sejak zaman sahabat, tabi'in,
hingga ke masa-masa keemasan budaya dan intelektual Islam, dalam berbagai
bidang dan aktifitas kependidikan. Dan itu terus berlangsung hingga saat
ini.



Dari perjalanan sejarah interaksi umat dengan penerapan syariat dalam bidang
pendidikan, didapatkan beberapa hal yang merupakan kaidah-kaidah penerapan
syariat Islam dalam bidang pendidikan ke depan, antara lain:
1. Adanya kaidah-kaidah tentang islamisasi ilmu pengetahuan. Kaidah itu kini
semakin ditekuni untuk diwujudkan dalam bentuk aktifitas pendidikan yang
syar'i.
2. Adanya interaksi dengan berbagai budaya pendidikan yang asalnya tidak
muncul dari dunia Islam.
3. Adanya buku dan lembaga-lembaga pendidikkan Islam yang sangat beragam
yang telah sangat berpengalaman dalam penerapan syariat Islam dalam bidang
pendidikan.



Hal-hal semacam itulah yang diharapkan akan memudahkan menanggulangi
hambatan-hambatan penerapan syariat dalam bidang pendidikan seperti faktor
sekularismedan lain-lain.
Adanya pendidikan yang berlandaskan syariat baik dalam bentuk teori, buku
kurikulum, apalagi lembaga pendidikan yang berlandaskan syariat, tentulah
sangat diperlukan sebagai sarana mempersiapkan kader-kader yang akan
melanjutkan kehidupan di bawah naungan syariat. Sebab kaidah baku yang telah
disepakati para ulama, tetaplah berbunyi: "Sesuatu yang hanya dengan itulah
maka kewajiban dapat direalisasikan, maka sesuatu itu pun berkategori hukum
wajib."

PENUTUP



Islam adalah sekaligus syariat yang dalam dirinya terkandung kepedulian
sangat tinggi dengan masalah sosial budaya dan pendidikan. Keharusan
melaksanakan Islam secara kaffah, niscaya menjadi pijakanyang sangat kokoh
akan keharusan keberadaan syariat pada lapangan sosial budaya dan
pendidikan. Lebih dari itu sejarah umat yang telah terukir berabad-abad
lamanya, baik pada skala lokal, nasional maupun global, ternyata juga
membuktikan bahwa syariat Islam itu memang rahmatan lil alamindan karenanya
pastilah ia dapat dan perlu terwujud pada tataran sosial budaya dan
pendidikan.



[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Great things are happening at Yahoo! Groups.  See the new email design.
http://us.click.yahoo.com/TISQkA/hOaOAA/yQLSAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke