Mimpi Pemicu Kejujuran

Publikasi: 30/08/2005 10:22 WIB
eramuslim -Ketika tidur sesekali kita bermimpi, entah itu mimpi baik
atau buruk. Terkadang mimpi itu begitu berkesan, sehingga kita ingin
tahu apa makna di baliknya. Ada kalanya mimpi itu demikian menakutkan,
yang membuat kita tak ingin menceritakannya pada siapapun.

Berbagai pertanyaan kemudian timbul. Apakah semua mimpi itu bisa
dipercaya dan punya arti? Perlukah setiap mimpi dipertimbangkan atau
sebaiknya diabaikan saja? Apa akibat dari sebuah mimpi? Dapatkah mimpi
dijadikan salah satu sumber ilmu pengetahuan?

Di dalam al-Qur'an terdapat beberapa ayat mengenai mimpi, misalnya
dalam QS Ash Shaaffaat 37: 102 diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim as.
bermimpi melihat dirinya menyembelih Ismail as anaknya. "Maka tatkala
anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata, "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia
menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar."

Kemudian dalam QS Yusuf 12: 43, diceritakan raja Mesir bermimpi pada
saat Nabi Yusuf as masih dipenjara karena tuduhan pelecehan seksual.
"Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya):
Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan
tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.
Hai orang-orang yang terkemuka: Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir
mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi."

Lebih lanjut dalam QS al-Fath 48: 27 dikisahkan selang beberapa lama
sebelum terjadi Perdamaian Hudaibiyah, Nabi Muhammad SAW bermimpi
bahwa beliau bersama para sahabatnya memasuki kota Mekah dan Masjidil
Haram dalam keadaan sebahagian mereka bercukur rambut dan sebahagian
lagi bergunting. "Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada
Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa
sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, Insya Allah
dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya,
sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada
kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat."

Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi nanti. Kemudian
berita ini tersiar di kalangan kaum muslim, orang-orang munafik,
orang-orang Yahudi dan Nasrani. Setelah terjadi perdamaian Hudaibiyah
dan kaum muslimin waktu itu tidak sampai memasuki Mekah maka
orang-orang munafik memperolok-olokkan Nabi dan menyatakan bahwa mimpi
Nabi yang dikatakan beliau pasti akan terjadi itu adalah bohong
belaka. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi itu
pasti akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang. Dan sebelum
itu dalam waktu yang dekat Nabi akan menaklukkan kota Khaibar.
Andaikata pada tahun terjadinya Perdamaian Hudaibiyah itu kaum muslim
memasuki kota Mekah, maka dikhawatirkan keselamatan orang-orang yang
menyembunyikan imannya yang berada dalam kota Mekah waktu itu.

Dalam HR Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud dari Abu Hurairah ra.
dikatakan "Mimpi seorang mukmin merupakan satu perempat puluh enam
dari kenabian". Ini berarti hanya mimpi seorang mukmin yang patut
dipertimbangkan, karena merupakan pengkabaran dari Allah SWT. Itupun
hanya sebagian kecil saja, yang digambarkan sebagai seperempat puluh
enam bagian, dimana sebagian besar telah diberikan pada para nabi. Abu
Bakar ra. terkenal sebagai ahli menakwilkan mimpi karena beliau adalah
orang yang shidiq (jujur). Beliau pernah bermimpi sedang menaiki
tangga bersama Rasulullah SAW, namun berselisih dua anak tangga.
Takwil dari mimpi itu adalah beliau akan meninggal dua tahun setelah
Rasulullah SAW wafat dan memang demikianlah yang terjadi.

Para ulama berpendapat mimpi tidak bisa dijadikan salah satu sumber
ilmu pengetahuan, apalagi jika bertentangan dengan syariat. Ini
berbeda dengan kasus pengisyariatan adzan yang datang melalui mimpi
Bilal, salah seorang sahabat Nabi SAW. Bilal bermimpi meneriakkan
lafadz adzan, kemudian dilaporkan pada Rasulullah SAW. Menurut
Rasulullah SAW mimpi itu benar dan bisa diterapkan. Masalahnya saat
ini Rasulullah SAW tidak ada, sehingga para ulama sepakat bahwa mimpi
tidak bisa lagi dijadikan sebagai salah satu sumber hukum.

Lalu, jika kita sendiri pernah bermimpi, bagaimana sebaiknya menyikapinya? 

Para ulama memiliki berbagai pendapat. Intinya, mimpi itu bisa
merupakan refleksi dari aktivitas ruh seseorang pada saat ia tidur.
Misalnya seseorang yang ingin segera menikah, bisa saja malamnya dia
bermimpi menikah. Namun kita perlu berhati-hati, karena mimpi juga
bisa merupakan permainan syaitan yang ingin menakuti-nakuti; itulah
salah satu pentingnya mengapa kita disunnahkan berdoa sebelum tidur
dan tidur dalam keadaan berwudhu. Mimpi buruk ini tidak perlu
diceritakan pada siapapun. Jika kita mengalaminya segeralah bangun dan
laksanakan sholat.

Pendapat dari ulama lainnya, mimpi itu dapat merupakan peringatan awal
atau pertanda untuk sesuatu yang telah, sedang atau akan terjadi.
Misalnya ada seseorang bermimpi gunung meletus, air laut meluap, atau
mimpi terjadi kiamat. Salah satu takbir mimpi kiamat adalah pertanda
orang tersebut akan berpergian jauh, berpindah kampung halaman atau
berpindah negeri.

Sebaliknya, mimpi baik dapat merupakan kabar gembira dari Allah SWT,
misalnya mimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Menurut HR Imam Bukhari,
siapa yang melihat Rasulullah SAW dalam tidurnya, maka apa yang
dilihatnya adalah Rasulullah SAW sendiri, karena syaitan tidak bisa
menyerupai beliau. Orang-orang arif berpendapat, mimpi bertemu
Rasulllah SAW bermakna bahwa orang tersebut Insya Allah tidak akan
meninggal sebelum berkunjung ke makam Rasulullah alias naik haji. Bisa
juga berarti ia akan menjadi ulama.

Saat ini telah banyak kitab yang memuat takbir mimpi. Prinsipnya,
karena mimpi bisa mempunyai banyak arti maka tak ada jaminan mana yang
benar. Jadi sifatnya cuma pertanda dan tidak bisa langsung disimpulkan
begitu saja. Namun paling tidak takbir mimpi tersebut bisa mengurangi
kegelisahan. Analoginya adalah ramalan cuaca, dimana kita bisa
memanfaatkan informasi tersebut untuk mengantisipasi keadaan cuaca
yang mungkin akan terjadi. Namun demikian, kepastiannya tetap hanya
dari Allah SWT.

Mimpi yang berupa pesan dari Allah SWT hanya dapat dipantulkan ke
dalam hati orang-orang yang shidiq. Menurut Imam al-Gazali, fungsi ruh
untuk menangkap isyarat Ilahi ibarat cermin yang memantulkan cahaya.
Orang shidiq merupakan cermin yang paling bersih dan bening dimana
cahaya Ilahi tidak terdistorsi sama sekali. Rasulullah SAW bersabda,
"Muslim yang paling benar mimpinya adalah yang paling jujur
perkataannya." (Muttafaq 'alaih).

Mungkin ada di antara kita yang lalu berpendapat, "Mimpi saya jadi
tidak punya arti lagi, karena saya bukan orang yang jujur 100%". Bukan
demikian. Justru sebaliknya, hal ini dapat menjadi pemicu motivasi
kita: "Berusahalah menjadi orang yang jujur dan sholeh agar kita bisa
menafsirkan mimpi dan menangkap pesan-pesan Allah SWT lainnya. Semakin
kita berusaha menjadi shidiq dan shaleh, Insya Allah semakin banyak
pesan-pesan Allah yang dapat kita terima". Wallahua'lam bish-showab.

Frankfurt am Main, 24 Agustus 2005
Vita Sarasi
vitasarasi at yahoo dot com





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke