Mu'tazilah dan Akidah Kaum SophistCounter Liberalisme Oleh : Redaksi 25 Jul 
2005 - 2:15 am

Muchib Aman Aly *
Akhir-akhir ini, lahir golongan orang peragu dalam "berdakwah". Mereka memilih 
jenis "keyakinan" baru yang tak boleh mengganggap "agamanya benar'. Inilah kaum 
sophist 

Pada tahun 100H/718M telah muncul aliran baru dalam teologi islam yang disebut 
aliran Mu'tazilah yang dibidani oleh Washil bin Atho' murid Hasan al-Bashri. 

Ciri utama yang membedakan aliran ini dari aliran teologi Islam lainnya adalah 
pandangan-pandangan teologisnya lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil aqliyah 
dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut aliran rasionalis Islam.

Selain nama Mu'tazilah, pengikut aliran ini juga sering disebut kelompok 
Ahlut-Tauhid, kelompok Ahlul 'adil, dan lain-lain. 

Sementara pihak modern yang berseberangan dengan mereka menyebut golongan ini 
dengan free act, karena mereka menganut prinsip bebas berkehendak dan berbuat. 

Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan 
aliran Murji'ah berkenaan soal orang mukmin yang berdosa besar. 

Menurut aliran Khawarij, mereka tidak dapat dikatakan sebagai mukmin lagi, 
melainkan sudah menjadi kafir. 

Sementara itu kaum Murji'ah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa besar 
itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi dua pendapat yang kontroversial 
ini, Washil bin Atho' yang ketika itu menjadi murid Hasan al Basri, seorang 
ulama terkenal di Basra, mendahului gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang 
mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya 
orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi diantara keduanya. 

Oleh karena diakhirat nanti tidak ada tempat diantara surga dan neraka, maka 
orang itu dimasukkan kedalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih 
ringan daripada siksaan orang kafir. Demikianlah pendapat Washil bin Atho', 
yang kemudian menjadi salah satu doktrin Mu'tazilah, yakni Al-manzilah baina 
al-manzilataini (posisi diatara dua posisi).

Pada awal perkembangannya, aliran ini tidak mendapat simpati umat Islam, 
khususnya dikalangan mesyarakat awam kerena mereka sulit memahami ajaran-ajaran 
Mu'tazilah yang bersifat rasional dan filosofis itu. Alasan lain adalah kaum 
Mu'tazilah dinilai tidak teguh berpegang pada sunah Rasulullah SAW. dan para 
shahabatnya.

Kelompok ini baru memperoleh dukungan yang luas, terutama dikalangan 
intelektual, pada masa pemerintahan khlalifah al-Ma'mun, penguasa Abbasiah 
periode 198-218 H./813-833 M. kedudukan Mu'tazilah menjadi semakin kokoh 
setelah al- Ma'mun menyatakannya sebagai madzhab resmi negara. Hal ini 
desebabkan karena al-Ma'mun sejak kecil dididik dalam tradisi Yunani yang gemar 
akan ilmu pengetahuan dan filsafat.

Dalam fase kejayaannya itu, Mu'tazilah sebagai golongan yang mendapat dukungan 
penguasa memakasakan ajarannya kepada kelompok lain. Pemaksaan ajaran ini 
dikenal dalam sejarah dengan peristiwa Mihnah. Mihnah itu timbul sehubungan 
dengan paham-paham Khalqu al-Qur'an. 

Mu'tazilah berpendapat bahwa al-Qur'an adalah kalam Allah SWT yang tersusun 
dari suara dan huruf-huruf. Al-Qur'an itu makhuk dalam arti diciptakan Tuhan. 
Karena diciptakan berarti ia sesuatu yang baru, jadi tidak qadim. 

Jika al Qur an itu dikatakan qadim maka akan timbul kesimpulan bahwa ada yang 
qadim selain Allah dan ini hukumnya musyrik.

Khalifah Al-Ma'mun menginstruksikan supaya dilaksanakan pengujian (Fit and and 
Proper Test) terhadap aparat pemerintahan tentang keyakinan mereka akan paham 
ini. 

Menurut al-Ma'mun orang yang mempunyai keyakinan bahwa al-Qur 'an adalah qadim 
tidak dapat dipakai untuk menempati posisi penting didalam pemerintahan, 
terutama dalam jabatan Qadli. 

Dalam pelaksanaannya, bukan hanya para aparat pemerintahan yang diperiksa, 
tetapi juga tokoh-tokoh masyarakat. 

Sejarah mencatat banyak tokoh dan pejabat pemeritahan yang disiksa, diantaranya 
adalah Imam Hambali. Bahkan ada ulama yang dibunuh karena tidak sepaham dengan 
aliran Mu'tazilah, seperti al-Khuzza'i dan al Buwaythi. 

Peristiwa ini sangat menggoncangkan umat Islam dan baru berakhir setelah 
al-Mutawakkil berkuasa pada masa 232-247 H./846-861 M. menggantikan al-Wasiq, 
Khalifah pada masa 228-232 H./843-846 M.

Dimasa al-Mutawakkil, dominasi aliran Mu'tazilah menurun dan menjadi semakin 
tidak simpatik dimata masyarakat. Keadaan ini semakin buruk setelah 
al-Mutawakil membatalkan mazhab Mu'tazilah sebagi mazhab resmi negara dan 
menggantinya dengan aliran Asy'ariyah.

Selama berabad-abad kemudian Mu'tazilah tersisih dari panggung sejarah, 
tergeser oleh aliran Ahlussunnah wal Jama'ah. Diantara yang mempercepat 
hilangnya aliran ini adalah buku-buku mereka tidak lagi dibaca dan dipelajari 
di perguruan-perguruan Islam.

Sebaliknya, pengetahuan tentang paham-paham mereka hanya didapati pada 
buku-buku lawannya, seperti buku-buku yang ditulis oleh pemuka asy'ariyah. 
Namun sejak awal abad ke-20 berbagai karya Mu'tazilah ditemukan kembali dan 
dipelajari diberbagai perguruan Islam, seperti di Al-Azhar.

Neo mu'tazilah
Seiring dengan semakin gencarnya para pemikir Barat (orientalisme) mempelajari 
Islam dan kemudian menyuguhkannya pada para pemikir-pemikir Islam modern 
seperti Hasan Hanafi, Nasr Hamid Abu Zayd, Mohammad Arkoun, faham Mu'tazilah 
kini muncul dengan wajah barunya, bahkan kini sudah merambah ke tokoh-tokoh 
Muslim Indonesia. 

Mereka, kemudian melempar isu-isu yang nakal yang dapat merusak keimanan setiap 
muslim, betapa tidak, beberapa dari mereka bahkan secara terang-terangan sudah 
mempertanyakan ke-otentikan al-Qur'an dan menganggap semua agama benar 
(pluralisme agama). 

Masih segar dalam ingatan kita beberapa waktu yang lalu salah satu tokoh Islam 
Liberal Ulil Abshar secara tegas menyatakan bahwa kaum liberalis adalah penerus 
aliran Mu'tazilah, bahkan kalau melihat pemikiran-pemikirannya mereka justru 
melebihi aliran Mu'tazilah, banyak pemikir liberal mencoba merelatifkan 
nilai-nilai ajaran Islam dengan menyamakannya seperti budaya lain. 

Hal ini dilakukan dangan merelatifkan nilai kenabian Muhammad SAW., dengan 
memandang beliau sama saja dengan reformis-reformis lainnya, Muhammad SAW itu 
adalah manusia biasa tak lebih dan tak kurang, kata Hamid Basya'ib, aktifis 
Islam Liberal. 

Demikian juga dengan al-Qur'an, mereka mengatakan al-Qur'an adalah produk 
budaya, karena ia terbentuk dalam sebuah realitas budaya dan mnggunakan bahasa 
budaya ketika itu . Al-Qur'an itu, kata Arkoun, persis seperti Bible, ia 
merupakan kumpulan kata-kata Tuhan yang diberikan kepada Nabi Muhammad dalam 
bahasa manusia (bandingkan dengan ide al-Qur'an adalah makhluq yang diusung 
oleh Mu'tazilah).

Teologi inklusif
Dalam buku 'Teologi inklusif Cak Nur' ditulis, "Bangunan epistemologis teologi 
inklusif Cak Nur diawali dengan tafsiran al-Islam sebagai sikap pasrah 
kehadirat tuhan. Kepasrahan ini, kata Cak Nur, menjadi karakteristik pokok 
semua agama yang benar. Inilah World view Al qur'an, bahwa semua agama yang 
benar adalah al-Islam, yakni sikap pasrah diri kehadirat tuhan. (QS 29:46). 

Selanjutnya dikatakan : "Dalam konteks inilah sikap pasrah menjadi kualifikasi 
signifikan pemikiran teologi inklusif Cak Nur". 

Bukan saja kualifikasi seorang yang beragama Islam, tetapi "muslim" itu sendiri 
(secara generik) juga dapat menjadi kualifikasi bagi penganut agama lain, 
khususnya bagi penganut kitab suci baik Yahudi maupun Kristen. 

Maka konsekuensi secara teologis bahwa siapapun diantara kita, baik sebagai 
orang Islam, Kristen, Yahudi, yang benar-benar beriman kepada Tuhan dan hari 
kemudian serta berbuat kebaikan, maka akan mendapat pahala di sisi Tuhan 
(QS.2:62, 5:69).

"Dengan kata lain, sesuai firman Tuhan ini, terdapat jaminan teologi bagi umat 
beragama, apapun "agama"-nya, untuk menerima pahala (surga) dari tuhan. 
"Bayangkan betapa inklusifnya pemikiran teologi Cak Nur ini", kutip Sukidi, 
anak Muhammadiyah yang juga penganut Islam Liberal. 

Seorang aktivis Muhammadiyah menulis untuk sebuah media massa Indonesia: 

"Dan konsekuensinya, ada banyak kebenaran dalam tradisi dan agama-agama. 
Nietzsche menegaskan adanya kebenaran tunggal dan justru bersikap afirmatif 
terhadap banyak kebenaran. Mahatma Gandhi pun seirama dengan mendeklarasikan 
bahwa semua agama, baik Hinduisme, Budhisme, Yahudi, Kristen, Islam maupun 
lainnya adalah benar. Dan konsekuensinya kebenaran ada dimana-mana dan 
ditemukan pada semua agama. 

Agama-agama itu diibaratkan dalam nalar pluralisme Gandhi seperti pohon yang 
memiliki banyak cabang tapi berasal dari satu akar. Akar yang satu itulah yang 
menjadi asal dan orientasi agama-agama. 

Karena itu mari kita memproklamirkan kembali bahwa pluralisme agama sudah 
menjadi hukum tuhan (sunnatullah) yang tidak mungkin berubah, dan karena itu 
mustahil pula kita melawan dan menghindar. Sebagai muslim kita tidak punya 
jalan lain kecuali bersikap positif dan optimistis dalam menerima pluralisme 
agama sebagai hukum tuhan", katanya. (Jawa Pos 11 Januari 2004) . 

Teologi inklusif didasari oleh sikap relatifisme ('Indiyyah) yang menganut 
faham tidak ada kebenaran mutlak. Sumber pemikiran ini apabila diurut akan 
berujung pada aliran Sufasta'iyyah (kaum sophist). 

Dalam aqidah annasafi dinyatakan "haqaaiq al-ashya'' tsabitatun wal' ilm bihaa 
mutahaqqiqun, khilafan li al-shufastaiyyah" (Semua hakikat segala perkara itu 
tsabit adanya, dan pengetahuan kita akan dia adalah yang sebenarnya kecuali 
menurut kaum sufasta'iyyah) .

Gagasan 'kaum peragu' (sophist), sebagaimana ditulis dalam buku Al-'Aqaid 
an-Nasafiyyah itu jelas sudah ditolak oleh Islam (khilafan li 
al-shufastaiyyah). Sangat jelas, akidah kita (Islam), sangat bertentangan 
dengan para kaum sophist ini.

Jika seorang Muslim tidak boleh meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama 
yang benar, dan agama lain adalah salah, maka kita bertanya, untuk apa ada 
konsep teologi Islam? 

Jika seorang tidak yakin dengan kebenaran yang dibawanya --karena semua 
kebenaran dianggapnya relatif-- maka untuk apa ia berdakwah atau berada dalam 
organisasi dakwah? 

Untuk apa ia menyeru orang lain mengikuti kebenaran dan menjauhi kemungkaran, 
sedangkan ia sendiri tidak meyakini apa yang disebut benar dan apa yang disebut 
salah.

Pada akhirnya, golongan "ragu-ragu" akan "berdakwah" mengajak orang untuk 
bersikap "ragu-ragu" juga. Mereka sejatinya telah memilih satu jenis 
"keyakinan" baru, bahwa tidak ada agama yang benar atau semuanya benar. Itulah 
kaum sophist.

Upaya dekonstruksi dan reduksi makna Islam terus berjalan, dan ironisnya jika 
itu dikembangkan oleh tokoh-tokoh cendikiawan muslim, ormas Islam yang bukan 
hanya dianggap mempunyai otoritas dalam keilmuan Islam, tetapi juga dihormati 
di lembaga-lembaga keagamaan, dan yang lebih ironis lagi, tidak banyak kalangan 
ulama dan cendikiawan bahkan kalangan pesantren yang menganggap hal ini sebagai 
masalah serius bagi perkembangan masa depan umat atau dakwah Islam.

Penutup
Suatu kali, saya berdiskusi dengan Masdar Mas'udi salah satu tokoh Islam 
Liberal, dia berkata, " OK saat ini ide-ide kami tidak diterima oleh pesantren 
tapi tunggu sepuluh atau dua puluh tahun lagi saya yakin justru pesantrenlah 
yang menjadi corong ide liberal".

Karena itu, inilah saat yang tepat bagi pesantren untuk senantiasa berada pada 
garis terdepan mempertahankan Aqidah Ahlus-sunnah Wal jamaah, sebagaimana telah 
dilakukan oleh para imam-imam terdahulu ketika merespon munculnya beberapa 
faham yang menyimpang. 

Khazanah Islam, yang kini masih tersimpan dengan baik di berbagai perpustakaan 
dan lembaga-lembaga pendidikan, kini saatnya kita buka kembali. Saatnya, kita 
bangun dari tidur yang panjang ini untuk menghadapi kaum sophist berbaju 
liberalime. 

Penulis adalah anggota Rabithatul Ma’ahid Islamiyah (RMI), Cabang Kabupaten 
Pasuruan, Jawa Timur. (Hidayatullah) 

                
---------------------------------
Yahoo! for Good
 Click here to donate to the Hurricane Katrina relief effort. 

[Non-text portions of this message have been removed]






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke