http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/02/opi03.htm
  Selasa, 02 Mei 2006    
  WACANA Line
  Perguruan Tinggi Menuju Badan Hukum
  Oleh Miyasto
 
  PADA saat ini bangsa Indonesia berada pada posisi yang kurang  menguntungkan di era percaturan dunia. Ketertinggalan dalam bidang  teknologi ternyata telah menyebabkan negeri ini berada pada posisi  inferior dalam era persaingan global. Tuntutan untuk mengejar  ketertinggalan menjadi sangat dominan dan tentunya memerlukan kerja  keras dari kita semua.
 
  Peranan perguruan tinggi (PT) sangat dominan karena paling diharapkan  oleh masyarakat menjadi motor perubahan. Inovasi teknologi seharusnya  datang dari institusi itu, namun sampai saat ini kita menyadari bahwa  PT di Indonesia belum mampu diharapkan. Apalagi sebagai motor  perubahan, untuk mengejar perubahan pun masih terlalu berat.
 
  Perguruan Tinggi masih banyak dihadapkan pada masalah internal terutama  yang berkaitan dengan kualitas, relevansi, kapasitas, budaya akademik  dan manajemen pendidikan. Diperparah lagi dengan kendala dana dan  rigiditas penggunaannya. Dinamika perubahan eksternal ternyata lebih  banyak menimbulkan kendala bagi pendidikan tinggi daripada peluang.
 
  Perubahan perundang-undangan baik yang secara langsung berkaitan dengan  sistem pendidikan maupun yang tidak langsung mempengaruhi kinerja.  Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  seharusnya memberikan peluang yang sangat luas bagi kebebasan akademik  dan pengembangan profesionalisme sumber daya manusia (SDM). Namun  kendala utama adalah pada SDM, budaya akademik dan keterbatasan dana.
 
  Sebagaimana institusi pemerintah yang lain, PT negeri dalam pengelolaan  keuangannya harus mengikuti sistem pengelolaan keuangan berdasarkan  Keputusan Menteri Dalam Negeri No 29 Tahun 2002.
 
  Berdasarkan sistem pengelolaan keuangan, yang walaupun tujuannya sangat  baik, yaitu dalam rangka transparansi pengelolaan, menimbulkan  kesulitan yang sangat berarti bagi pendidikan tinggi. Hal itu karena  sering tidak match dengan kegiatan operasional pendidikan tinggi yang  memerlukan sistem pengelolaan keuangan yang lebih fleksibel.
 
  Oleh karenanya diperlukan suatu sistem pengelolaan yang mampu menjamin  fleksibilitas perguruan tinggi, agar perguruan tinggi mampu menghadapi  perubahan lingkungan eksternal yang sangat dinamis dan cenderung  turbelensi.
 
  Badan Hukum Perguruan Tinggi (BHP) menawarkan solusi akan fleksibilitas  tersebut. Apabila PT sudah menjadi badan hukum, maka perguruan tinggi  diberi wewenang untuk menggali sumber- sumber dana secara lebih  fleksibel, demikian juga penggunaannya. Banyak pihak yang mengartikan  BHP dengan kemandirian dalam arti sempit. Banyak orang mengartikan  dengan BHP, perguruan tinggi harus mampu self financing.
 
  Seluruh lembaga yang ada di PT tersebut diarahkan untuk mampu menghasilkan uang untuk pengembangan institusi.
 
  Sering diartikan juga bahwa setelah BHP, pemerintah tidak lagi banyak  memberikan subsidi lagi sehingga dikhawatirkan akan meningkatkan beban  SPP mahasiswa. Sebetulnya hal tersebut tidak seluruhnya benar. Jadi  walaupun PT sudah menyatakan menjadi BHP, subsidi pemerintah tetap akan  diberikan.
 
  Bahkan untuk dunia pendidikan sesuai dengan amanat UUD, anggaran  pendidikan secara bertahap akan naik sampai 20 % dari APBN. Demikian  juga untuk Pemerintah Daerah, nantinya juga secara bertahap akan ada  alokasi APBD untuk dunia pendidikan sampai 20 %.
 
  Pertanyaannya adalah mengapa Banyak Perguruan Tinggi yang seolah-olah menunda untuk menjadi BHP.
 
  Beberapa hal memang harus dipertimbangkan secara masak apabila kita  akan BHP. Terutama yang berkaitan dengan masalah SDM dan kultur  akademik. Karena dalam BHP ada perubahan yang sangat mendasar yang  harus diterima oleh komponen-komponen stake - holder dari PT. Misalnya  nanti akan ada Wali Amanah yang mempunyai kewenanganan untuk merumuskan  arah kebijakan yang selama ini diambil oleh Senat . Oleh karena itu  nantinya tidak semua Guru Besar otomatis menjadi Senat Akademik  Perguruan Tinggi.
 
  Apabila sudah menjadi BHP, diperlukan juga kesiapan untuk menerima  orang luar sebagai pengelola. Kesiapan unit-unit (baik fakultas maupun  unit-lain di lingkungan uiversitas) untuk responsif terhadap dinamika  pasar. Hal ini mengingat keterbatasan kemampuan uiversitas untuk  melakukan subsidi silang.
 
  BHP juga memerlukan kesiapan lembaga (walaupun tidak seluruhnya) untuk  tidak selalu menjadi cost centre.Kalau bisa justru menjadi profit  centre. Persiapan inilah terutama yang harus dilakukan agar PT dapat  menjadi BHP secara baik.
 
  Di samping itu ada persyaratan-persyaratan lain yang tidak kalah  pentingnya, misalnya persyaratan administrasi, harus mampu melakukan  identifikasi aset yang dimiliki dan sebagainya.
 
  Tahap Antara
 
  Badan Layanan Umum (BLU) sebagai tahap antara dari BHP. Perguruan  Tinggi memang harus menyiapkan diri ke arah BHP, namun menurut pendapat  saya persiapan harus matang dan bertahap. Tahap pertama yang harus  dilakukan oleh PT adalah menyiapkan suatu sistem manajemen integratif  yang lebih mandiri, fleksibel namun tetap dalam koridor  Perundang-undangan yang berlaku.
 
  Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No 23 Tahun 2005, tentang BLU  memberi keleluasaan pada lembaga di lingkungan Pemerintah yang dibentuk  untuk memberikan palayanan pada masyarakat, berupa penyediaan barang  dan jasa yang tidak mengutamakan mencari keuntungan, untuk mengelola  keuangannya berdasarkan Pola Pengelola Keuangan BLU
 
  Pola ini akan memberikan fleksibilitas tinggi pada PT sehingga mampu memberikan pelayanan pada masyarakat dengan lebih baik.
 
  Syarat untuk dapat menjadi BLU memang tidak ringan, hampir mirip dengan  BHP, misalnya arus mampu mengindentifikasi seluruh aset-asetnya.  Manajemen PT tersebut juga harus mampu menunjukkan prinsip-prinsip  manajemen yang transparan, partisipatif dan akuntabel yang mengarah  pada terselenggaranya good governance.
 
  Manajemen Perguruan Tinggi harus memiiiki sistem perencanaan yang  komprehensif, baik jangka panjang, menengah maupun jangka pendek yang  secara konsisten dilaksanakan.
 
  Dengan pendekatan BLU tadi sekaligus dapat merupakan test-case bagi  manajemen universitas, tentang kesiapan untuk menjadi BHP. Pada tataran  BLU ini belum terjadi perubahan radikal terhadap struktur organisasi  perguruan tinggi. Sebaiknya PT akan menjadi BHP, sambil menyiapkan  persyaratan untuk BHP, menggunakan sistem BLU ini sebagai sistem  antara. (11)
 
  --- Prof. Dr. Miyasto, SU , dosen Fakultas Ekonomi Undip,
 
 
           
---------------------------------
Love cheap thrills? Enjoy PC-to-Phone  calls to 30+ countries for just 2ยข/min with Yahoo! Messenger with Voice.

[Non-text portions of this message have been removed]



Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]




SPONSORED LINKS
Rek Beyond belief Islam online
Nation of islam Media


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke