DUNIA MENUNTUT 
  TEGAKNYA KHILAFAH

  Koran Al-Quds (22/08/2006) memberitakan, Hizbut Tahrir memecah kebekuan di 
Ramalah dan al-Khalil Palestina. Di al-Khalil 35 ribu orang umat Islam 
Palestina memadati auditorium utama Mahal al-Kubrodi Provinsi al-Khalil untuk 
memeriahkan konferensi yang mengambil tema 'Satu Daulah Satu Umat'. Syaikh 
Athif Sinnuqruth, yang dikenal sebagai syaikhnya para qari Palestina,  membakar 
semangat peserta dengan orasinya, "Umat Islam adalah satu umat. Kitab suci 
mereka satu. Nabi mereka juga satu. Mereka menjadi pemimpin di dunia ketika 
umat ini dipresentasikan oleh satu negara, yaitu Daulah Islam, Daulah 
al-Khilafah ar-Rasyidah," tegasnya. 

  Bukan hanya di konferensi, puluhan ribu orang juga turun ke jalan-jalan di 
Ramalah dan al-Khalil. Mereka mengibarkan bendera ar-Rayah yang bertulis 
kalimat Lâ ilâha illâ Allâh, bendera persatuan umat Islam. Para pengamat 
mengatakan, Hizbut Tahrir keluar dengan mengejutkan dan secara massal ke 
jalan-jalan menyerukan tegaknya Khilafah Islam. "Dirikan Khilafah dan Tidak ada 
Solusi selain Khilafah," tegas salah seorang pemimpin Hizbut Tahrir di sana. 

  Seruan persatuan umat, syariah dan Khilafah saat ini bukan hanya bergema di 
Palestina. Hampir seluruh penjuru dunia, di setiap benua, seruan ini menggema; 
tidak bisa terbendung, dengan pelopor utamanya Hizbut Tahrir.  

  Konferensi yang sama pernah diadakan di Inggris di pusat kota London. Ribuan 
umat Islam Inggris dan Eropa hadir. Mereka juga menyerukan hal yang sama: 
Khilafah bagi kaum Muslim. Seruan ini, uniknya dilakukan  di jantung negara 
Inggris, negara kolonialis yang berperan penting bersama Kemal Attartuk 
melakukan konspirasi meruntuhkan Khilafah Islam yang saat itu berpusat di 
Istanbul. Hizbut Tahrir juga menyerukan haramnya Kapitalisme, termasuk ide 
turunannya seperti demokrasi, justru di jantung negara kapitalis Dunia. 

  Berbagai aktivitas juga digelar Hizbut Tahrir Inggris, termasuk mengkritik 
dan membongkar kebijakan brutal dan tidak berprikemanusian negara-negara 
kapitalis terhadap Dunia Islam. "Tujuan Hizbut Tahrir adalah membangun Negara 
Islam global (Khilafah Islamiyah) dengan cara melawan negara-negara kolonialis  
yang telah mendominasi serta mempengaruhi negeri-negeri Islam dan pemerintah 
sekular di Arab dan di negeri Islam lainnya," tegas Dr. Imran Wahid, media 
representatif Hizbut Tahrir Inggris. 

  Baru-baru ini masyarakat  Muslim Inggris menggelar demonstrasi  nasional 
menentang serbuan kembali Amerika ke Irak sekaligus mengecam serangan udara AS 
terhadap Somalia. Unjuk rasa yang diselenggarakan partai politik Islam  Hizbut 
Tahrir Inggris dimulai dari Paddington Green dengan dikawal polisi. Pengunjuk 
rasa berjalan menuju Kedutaan AS yang terletak tidak jauh dari KBRI London  di 
Governour Square, London, Sabtu 20 Januari 2007. 

  Dr. Imran Wahid, media representatif  Hizbut Tahrir Inggris, mengatakan, 
"Kita telah memberikan pesan yang kuat bahwa Muslim di Inggris tidak akan 
berdiam diri terhadap agresi kolonialis negara-negara Barat di Irak dan 
Somalia. Kaum Muslim menginginkan agar penjajahan kolonialis di Dunia Islam 
segera diakhiri dan kembalinya Khilafah Islam akan menghentikan imperialisme 
ini."

  Seruan Khilafah juga bergema di negara-negara bekas jajahan Soviet di Asia 
Tengah seperti Uzbekistan, Kyrgyzstan, Kazakhstan, bahkan di Rusia sendiri. Di 
Uzbekistan, meskipun dihalangi dengan tindakan yang sangat represif, dakwah 
Hizbut Tahrir terus bergema. Tindakan brutal pemerintah Uzbekistan justru 
membuat Hizbut Tahrir semakin mendapat simpati di negara itu.  Penjara pun  
menjadi tempat dakwah bagi para aktivis Hizbut Tahrir. Tidak sedikit para 
penghuni penjara yang kemudian sadar akan keislamannya. Mereka bahkan berjuang 
dan bergabung bersama Hizbut Tahrir. Di Kyrgystan, Hizbut Tahrir memiliki 
pengaruh yang besar. Hizbut Tahrir berhasil menggerakkan dan membimbing 200 
ribu kaum Muslim di sana, termasuk imam-imam masjid untuk merayakan Idul Fitri. 
Perayaan Idul Fitri yang sudah 90 tahun lalu ditiadakan oleh rezim komunis di 
negeri itu, kini berhasil dihidupkan kembali oleh Hizbut Tahrir. 

  Salah seorang imam besar di negeri itu yang terkenal kedudukannya di mata 
penguasa, aparat, dan seluruh kaum Muslim mengatakan dengan tegas, bahwa masa 
depan ada di tangan Hizbut Tahrir. "Hizbut Tahrirlah satu-satunya yang berjalan 
di atas kebenaran yang mengajarkan syariah kepada masyarakat dengan benar, 
memimpin masyarakat untuk meraih kemuliaan dan kebahagiaan, dan dialah yang 
berhak memimpin kami," ujarnya.  

  Menuai Berbagai Respon 

  Seruan tanpa mengenal lelah dan putus asa Hizbut Tahrir bersama umat Islam 
lainnya tentang Khilafah memberikan pengaruh besar pada kesadaran umat Islam 
dunia tentang kewajiban Khilafah Islam. Zeyno Baran dari The Nixon Centre, di 
antara berbagai tuduhan kejinya terhadap Hizbut Tahrir, memberikan pengakuan 
obyektif tentang keberhasilan Hizbut Tahrir untuk mengajak umat. "Sampai 
beberapa tahun yang lalu, mayoritas kelompok Islam menganggap pendirian kembali 
Khilafah hanyalah utopia. Sekarang, semakian banyak orang menjadikan pendirian 
Khilafah sebagai tujuan serius jangka panjang," tulisnya. 

  Pernyataan Zeyno Baran yang disampaikan dalam dengar pendapat di depan The 
United States House of Representatives pada 16 Februari 2006 dengan jelas 
mengatakan, Hizbut Tahrir adalah pejuang utama dalam perang pemikiran. Masih 
menurut Baran, keberhasilan Hizbut Tahrir yang menonjol adalah upayanya untuk 
menyatukan umat dengan menancapkan opini tentang eksistensi dan kesatuan global 
umat Islam.

  Di Indonesia, opini tentang syariah dan Khilafah juga semakin mengemuka. 
Meskipun tidak bisa disebut sebagai hasil kerja Hizbut Tahrir sendiri, peran 
Hizbut Tahrir bisa disebut sangat menonjol. Keinginan umat untuk kembali ke 
syariah dan Khilafah dari waktu ke waktu semakin menguat di Indonesia.  

  Majalah Gatra No. 25, Tahun XII, Mei 2006, mengangkat laporan menarik tentang 
penerapan syariah Islam di Indonesia dengan  topik utama, "Negeri Syariah 
Tinggal Selangkah". Gatra mengangkat kecenderungan sejumlah daerah untuk 
menerapkan syariah Islam. Bulukumba, Pangkep, Gowa, dan Wajo seolah berlomba 
membuat perda syariah. Suara serupa berkembang di Provinsi Banten dan Riau; 
juga beberapa kabupaten/kota semisal Cianjur, Tasikmalaya, Pamekasan, Mataram, 
dan Dompu. Ada pula Perda Pelacuran di Kota Tangerang, Raperda Anti-Maksiat di 
Kota Depok dan DKI Jakarta. Lalu muncul pula dukungan yang luas terhadap 
Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) untuk segera 
diundangkan. Semua gejala ini seperti menegaskan hasil survei nasional Pusat 
Pengkajian Islam dan Masyarakat, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, 
tentang tingginya dukungan orang pada tawaran penerapan syariat Islam. Dukungan 
tersebut, dari 2001 hingga 2004 kecenderungannya terus menaik, di atas 70 
persen. 

  Bukan hanya itu. Kongres Umat Islam ke IV pada 20 April 2005 memberikan 
rekomendasi yang tegas: Menjadikan syariat Islam sebagai solusi bagi persoalan 
bangsa. Peristiwa ini sangat bersejarah, karena dihadiri oleh berbagai ormas 
Islam di seluruh Indonesia. Keputusan bersejarah ini sekaligus mematahkan opini 
yang selama ini sengaja dibangun secara dusta oleh kelompok liberal anti 
syariah Islam, bahwa perjuangan penegakan syariah Islam adalah arus minoritas 
di Indonesia. Kongres Umat Islam membuktikan lain. Keputusan ini diperkuat oleh 
hasil Kongres Nasional MUI yang dihadiri oleh ulama MUI seluruh Indonesia 
dengan mengharamkan ide sekularisme, pluralisme, dan liberalisme.

  Perlawanan  umat terhadap ide haram ini semakin tampak ketika satu juta orang 
turun ke jalan menuntut pelarangan pornografi  dan pornoaksi di Indonesia Ahad 
21 Mei 2006. Aksi yang dikoordinasikan  oleh MUI ini menjadi bukti bahwa 
sebagian besar umat Islam menolak pornografi yang merupakan anak kandung 
liberalisme.     

  Di mana ada aksi, di situ ada reaksi. Wajar kalau seruan syariah dan Khilafah 
ini pun mendapat reaksi balik dari negara-negara Barat dan agen-agen 
pendukungnya. Kekhawatiran seruan ini akan semakin disambut oleh masyarakat 
membuat negara-negara Barat melakukan propaganda negatif terhadap syariah Islam 
dan sistem Khilafah. 

  Bush dan sekutunya pun menjadikan konsepsi Islam seperti syariah, jihad dan 
Khilafah sebagai musuh dalam perang ini. Jihad yang demikian mulia dalam 
pandangan Islam pun dikonotasikan jelek dan merusak. Bush dan sekutunya juga 
menuduh teroris kaum Muslim yang bercita-cita menerapkan syariah Islam dan 
Khilafah. Rumsfeld pun mengatakan hal yang sama: di Irak akan berdiri Khilafah 
Islam kalau tentara AS ditarik dari sana  (Washington Post, 5/12/2005). 

  Blair sekutu dekat Bush juga lebih jelas lagi dengan menyebut empat ciri 
ideologi setan para teroris: anti Israel; anti nilai-nilai Barat; ingin 
menerapkan syariah Islam, dan mempersatukan umat Islam dengan Khilafah 
(BBCNews, 16/7/2005). 

  Sikap paranoid Barat semakin terbukti. Di antaranya tampak dari reaksi mereka 
ketika Hizbut Tahrir di Australia mengadakan Konferensi tentang Khilafah pada 
Januari 2007. Pertemuan Hizbut Tahrir di kota Sydney Australia itu telah 
memancing kontroversi kalangan politisi dan pers. 

  The Daily Telegraph (22/01/2007) memuat tulisan yang penuh provokasi terhadap 
Hizbut Tahrir. Tulisan yang berjudul Hukum Syariah untuk Sydney ini mengecam 
kehadiran Muhammad Ismail Yusanto-Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia-yang 
diundang secara resmi dalam acara tersebut.

  Kepada Hidayatullah.com, saat dihubungi melalui sambungan telepon di Sydney, 
Ismail Yusanto mengatakan, dirinya masuk ke Australia secara resmi dan legal. 
"Saya masuk baik-baik dan mendapatkan visa secara legal. Seharusnya tak ada 
masalah dengan saya," ujarnya. "Kami datang dan berdiskusi. Tapi kenapa begitu 
takut?" tambahnya. Wallâhu a'lam bi ash-shawâb. []


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke