Assalamu'alaikum wr..wb..
Saudara pertanyaan ini sering banget.. tp ga' masalah gue  copy pastekan lagi..
 
Semoga bermanfaat...
Wassalam,
mangiri_dave
======================================================================


MENGGERAKKAN  JARI  TELUNJUK

KETIKA  TASYAHUD

Oleh : Ust. Abu Muhammad Dzulqarnain

 

Pertanyaan No. 1 :

Terlihat dalam praktek sholat, ada sebagaian orang yang menggerak-gerakkan jari 
telunjuknya ketika tasyahud dan ada yang tidak menggerak-gerakkan. Mana yang 
paling rojih (kuat) dalam masalah ini dengan uraian dalilnya?.

Jawab :

      Fenomena semacam ini yang berkembang luas di tengah masyarakat merupakan 
satu hal yang perlu dibahas secara ilmiah. Mayoritas masyarakat yang jauh dari 
tuntunan agamanya, ketika mereka berada dalam perbedaan-perbedaan pendapat 
dalam masalah agama sering disertai dengan debat mulut dan mengolok-olok yang 
lainnya sehingga kadang berakhir dengan permusuhan atau perpecahan. Hal ini 
merupakan perkara yang sangat tragis bila semua itu hanya disebabkan oleh 
perselisihan pendapat dalam masalah furu' belaka, padahal kalau mereka 
memperhatikan karya-karya para ulama seperti kitab Al-Majmu' Syarah 
Al-Muhadzdzab karya Imam An-Nawawy, kitab Al-Mughny karya Imam Ibnu Qudamah, 
kitab Al-Ausath karya Ibnul Mundzir, Ikhtilaful Ulama karya Muhammad bin Nashr 
Al-Marwazy dan lain-lainnya, niscaya mereka akan menemukan bahwa para ulama 
juga memiliki perbedaan pendapat dalam masalah ibadah, muamalah dan 
lain-lainnya, akan tetapi hal tersebut tidaklah menimbulkan perpecahan maupun 
permusuhan diantara
 mereka. Maka kewajiban setiap muslim dan muslimah adalah mengambil segala 
perkara dengan dalilnya. Wallahul Musta'an.

      Adapun masalah menggerak-gerakkan jari telunjuk ketika tasyahud atau 
tidak mengerak-gerakkannya, rincian masalahnya adalah sebagai berikut :

    Hadits-hadits yang menjelaskan tentang keadaan jari telunjuk ketika 
tasyahud ada tiga jenis :

* Ada yang menjelaskan bahwa jari telunjuk tidak digerakkan sama sekali.

* Ada yang menjelaskan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan.

* Ada yang menjelaskan bahwa jari telunjuk hanya sekedar diisyaratkan 
(menunjuk) dan tidak dijelaskan apakah digerak-gerakkan atau tidak.

      Perlu diketahui bahwa hadits-hadits yang menjelaskan tentang keadaan jari 
telunjuk kebanyakannnya adalah dari jenis yang ketiga dan tidak ada perbedaan 
pendapat dikalangan para ulama dan tidak ada keraguan lagi tentang shohihnya 
hadits-hadits jenis yang ketiga tersebut, karena hadits-hadits tersebut 
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhory, Imam Muslim dan lain-lainnya, dari beberapa 
orang sahabat seperti 'Abdullah bin Zubair, 'Abdullah bin 'Umar, Abu Muhammad 
As-Sa'idy, Wa`il bin Hujr, Sa'ad bin Abi Waqqash dan lain-lainnya.

      Maka yang perlu dibahas disini hanyalah derajat hadits-hadits jenis 
pertama (tidak digerakkan sama sekali) dan derajat hadits yang kedua 
(digerak-gerakkan).

Hadits-Hadits Yang  Menyatakan Jari Telunjuk Tidak Digerakkan Sama Sekali

Sepanjang pemeriksaan kami ada dua hadits yang menjelaskan hal tersebut.

HADITS PERTAMA

????? ?????????? ?????? ????? ???????? ??????? ?????????  ????? ???????? 
???????????? ????? ????? ????? ????????????

"Sesungguhnya Nabi SAAW  beliau berisyarat dengan telunjuknya bila beliau 
berdoa dan beliau tidak mengerak-gerakkannya".

   Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no.989, An-Nasai dalam 
Al-Mujtaba 3/37 no.127, Ath-Thobarany dalam kitab Ad-Du'a no.638, Al-Baghawy 
dalam Syarh As-Sunnah 3/177-178 no.676. Semuanya meriwayatkan dari jalan Hajjaj 
bin Muhammad dari Ibnu Juraij dari Muhammad bin 'Ajlan dari 'Amir bin 'Abdillah 
bin Zubair dari ayahnya 'Abdullah bin Zubair. kemudian beliau menyebutkan 
hadits di atas.

 

Derajat Rawi-Rawi Hadits Ini Sebagai Berikut :

* Hajjaj bin Muhammad. Beliau rawi tsiqoh (terpercaya) yang tsabt (kuat) akan 
tetapi mukhtalit (bercampur) hafalannya diakhir umurnya, akan tetapi hal 
tersebut tidak membahayakan riwayatnya karena tidak ada yang mengambil hadits 
dari beliau setelah hafalan beliau bercampur. Baca : Al-Kawakib An-Nayyirot, 
Tarikh Baghdad dan lain-lainnya.

* Ibnu Juraij. Nama beliau 'Abdul Malik bin 'Abdil 'Aziz bin Juraij Al-Makky 
seorang rawi tsiqoh tapi mudallis akan tetapi riwayatnya disini tidak berbahaya 
karena beliau sudah memakai kata Akhbarani  (memberitakan kepadaku).

* Muhammad bin 'Ajlan. Seorang rawi shoduq (jujur).

* 'Amir bin 'Abdillah bin Zubair. Kata Al-Hafidz dalam Taqrib beliau adalah 
tsiqoh 'abid (terpercaya, ahli ibadah).

* 'Abdullah bin Zubair. Sahabat.

Derajat Hadits

      Rawi-rawi hadits ini adalah rawi yang dapat dipakai berhujjah akan tetapi 
hal tersebut belumlah cukup menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang 
shohih atau hasan sebelum dipastikan bahwa hadits ini bebas dari 'Illat (cacat) 
dan tidak syadz. Dan setelah pemeriksaan ternyata lafadz laa yuharrikuha (tidak 
digerak-gerakkan) ini adalah lafadz yang syadz.

       Sebelum kami jelaskan dari mana sisi syadznya lafadz ini, mungkin perlu 
kami jelaskan apa makna syadz menurut istilah para Ahlul Hadits. Syadz menurut 
pendapat yang paling kuat dikalangan Ahli Hadits ada dua bentuk :

* Pertama : Syadz karena seorang rawi yang tidak mampu bersendirian dalam 
periwayatan karena beberapa faktor.

* Kedua : Syadz karena menyelisihi.

Dan yang kami maksudkan disini adalah yang kedua. Dan pengertian syadz dalam 
bentuk kedua adalah

????????? ????????????? ?????????? ?????? ???? ??????? ??????

"Riwayat seorang maqbul (yang diterima haditsnya) menyelisihi rawi yang lebih 
utama darinya".

Maksud "rawi maqbul" adalah rawi derajat shohih atau hasan. Dan maksud "rawi 
yang lebih utama" adalah utama dari sisi kekuatan hafalan, riwayat atau dari 
sisi jumlah. Dan perlu diketahui bahwa syadz merupakan salah satu jenis hadits 
dho'if (lemah) dikalangan para ulama Ahli Hadits.

      Maka kami melihat bahwa lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan) 
adalah lafadz yang syadz tidak boleh diterima sebab ia merupakan kekeliruan dan 
kesalahan dari Muhammad bin 'Ajlan dan kami menetapkan bahwa ini merupakan 
kesalahan dari Muhammad bin 'Ajlan karena beberapa perkara :

1 Muhammad bin 'Ajlan walaupun ia seorang rawi hasanul hadits (hasan hadits) 
akan tetapi ia dikritik oleh para ulama dari sisi hafalannya.

2 Riwayat Muhammad bin 'Ajlan juga dikeluarkan oleh Imam Muslim dan dalam 
riwayat tersebut tidak ada penyebutan lafadz laa yuharrikuha (tidak 
digerak-gerakkan).

3 Empat orang tsiqoh (terpercaya) meriwayatkan dari Muhammad bin 'Ajlan dan 
mereka tidak menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan). Empat 
rawi tsiqoh tersebut adalah :

a Al-Laits bin Sa'ad, riwayat dikeluarkan oleh Muslim no.133 dan Al-Baihaqy 
dalam Sunannya 2/131.

b Abu Khalid Al-Ahmar, riwayat dikeluarkan oleh Muslim no.133, Ibnu Abi Syaibah 
2/485, Abu Ahmad Al-Hakim dalam Syi'ar Ashabul Hadits hal.62, Ibnu Hibban 
sebagaimana dalam Al-Ihsan 5/370 no.1943, Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid 
13/194, Ad-Daraquthny dalam Sunannya 1/349, dan Al-Baihaqy 2/131, 'Abd bin 
Humaid no.99.

c Yahya bin Sa'id Al-Qoththon, riwayatnya dikeluarkan oleh Abu Daud no.990, 
An-Nasai 3/39 no.1275 dan Al-Kubro 1/377 no.1198, Ahmad 4/3, Ibnu Khuzaimah 
1/350 no.718, Ibnu Hibban no.1935, Abu 'Awanah 2/247 dan Al-Baihaqy 2/132.

d Sufyan bin 'Uyainah, riwayatnya dikeluarkan oleh Ad-Darimy no.1338 dan 
Al-Humaidy dalam Musnadnya 2/386 no.879.

e Demikianlah riwayat empat rawi tsiqoh tersebut menetapkan bahwa riwayat 
sebenarnya dari Muhammad bin 'Ajlan tanpa penyebutan lafadz laa yuharrikuha 
(tidak digerak-gerakkan) akan tetapi Muhammad bin 'Ajlan dalam riwayat Ziyad 
bin Sa'ad keliru lalu menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak 
digerak-gerakkan).

4 Ada tiga orang rawi yang juga meriwayatkan dari 'Amir bin 'Abdullah bin 
Zubair sebagaimana Muhammad bin 'Ajlan juga meriwayatkan dari 'Amir ini akan 
tetapi tiga orang rawi tersebut tidak menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak 
digerak-gerakkan), maka ini menunjukkan bahwa Muhammad bin 'Ajlan yang 
menyebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan) telah menyelisihi 
tiga rawi tsiqoh tersebut, oleh karenanya riwayat mereka yang didahulukan dan 
riwayat Muhammad bin 'Ajlan dianggap syadz karena menyelisihi tiga orang 
tersebut. Tiga orang ini adalah :

a 'Utsman bin Hakim, riwayatnya dikeluarkan oleh Muslim no.112, Abu Daud 
no.988, Ibnu Khuzaimah 1/245 no.696, Ibnu Abdil Bar dalam At-Tamhid 13/194-195 
dan Abu 'Awanah 2/241 dan 246.

b Ziyad bin Sa'ad, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Humaidy 2/386 no.879.

c Makhromah bin Bukair, riwayatnya dikeluarkan oleh An-Nasai 2/237 no.1161 dan 
Al-Baihaqy 2/132.

   Maka tersimpul dari sini bahwa penyebutan lafadz laa yuharrikuha (tidak 
digerak-gerakkan) dalam hadits 'Abdullah bin Zubair adalah syadz dan yang 
menyebabkan syadznya adalah Muhammad bin 'Ajlan. Walaupun sebenarnya kesalahan 
ini bisa berasal dari Ziyad bin Sa'ad atau Ibnu Juraij akan tetapi qorinah 
(indikasi) yang tersebut di atas sangat kuat menunjukkan bahwa kesalahan 
tersebut berasal dari Muhammad bin 'Ajlan. Wallahu A'lam.

HADITS YANG KEDUA

???? ????? ?????? ??????? ????? ?????? ?????? ?????????? ????? ?????????? 
?????????? ???????? ?????????? ????? ?????????? ?????????? ?????????? 
???????????? ????? ???????????? ?????????? ???????? ????????? ???????????? 
?????????? ????? ???????? ?????  ?????? ????? ????????? ????????? ??????????

 "Dari Ibnu 'Umar -radhiyallahu 'anhu- adalah beliau meletakkan tangan kanannya 
di atas lutut kanannya dan (meletakkan) tangan kirinya di atas lutut kirinya 
dan beliau berisyarat dengan jarinya dan tidak menggerakkannya dan beliau 
berkata : "Sesungguhnya itu adalah penjaga dari Syaithon". Dan beliau berkata : 
"Adalah Rasulullah SAAW  mengerjakannya".

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqot 7/448 dari jalan 
Katsir bin Zaid dari Muslim bin Abi Maryam dari Nafi' dari Ibnu Hibban.

 

Derajat Hadits

      Seluruh rawi sanad Ibnu Hibban tsiqoh (terpercaya) kecuali Katsir bin 
Zaid. Para ulama ahli jarh dan ta'dil berbeda pendapat tentangnya. Dan 
kesimpulan yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar sudah sangat tepat 
menjelaskan keadaannya. Ibnu Hajar berkata : shoduq yukhti`u katsiran (jujur 
tapi sangat banyak bersalah), makna kalimat ini Katsir adalah dho'if tapi bisa 
dijadikan sebagai pendukung atau penguat. Ini 'illat (cacat) yang pertama. 
Illat yang kedua ternyata Katsir bin Zaid telah melakukan dua kesalahan dalam 
hadits ini.

 

Pertama : Dalam riwayatnya Katsir bin Zaid meriwayatkan dari Muslim bin Abi 
Maryam dari Nafi' dari Ibnu 'Umar. Dan ini merupakan kesalahan yang nyata, 
sebab tujuh rawi tsiqoh juga meriwayatkan dari Muslim bin Abi Maryam tapi bukan 
dari Nafi' dari Ibnu 'Umar, akan tetapi dari 'Ali bin 'Abdirrahman Al-Mu'awy 
dari Ibnu 'Umar. Tujuh rawi tersebut adalah :

 

1. Imam Malik, riwayat beliau dalam Al-Muwaththo' 1/88, Shohih Muslim 1/408, 
Sunan Abi Daud no.987, Sunan An-Nasai 3/36 no.1287, Shohih Ibnu Hibban 
sebagaimana dalam Al-Ihsan no.193, Musnad Abu 'Awanah 2/243, Sunan Al-Baihaqy 
2/130 dan Syarh As-Sunnah Al-Baghawy 3/175-176 no.675.

2. Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir, riwayatnya dikeluarkan oleh An-Nasai 
2/236 no.1160, Ibnu Khuzaimah 1/359 no.719, Ibnu Hibban no.1938, Abu 'Awanah 
2/243 dan 246 dan Al-Baihaqy 2/132.

3. Sufyan bin 'Uyainah, riwayatnya dikeluarkan oleh Muslim 1/408, Ibnu 
Khuzaimah 1/352 no.712, Al-Humaidy 2/287 no.648, Ibnu Abdil Bar 131/26.

4. Yahya bin Sa'id Al-Anshary, riwayatnya dikeluarkan oleh Imam An-Nasai 3/36 
no.1266 dan Al-Kubro 1/375 no.1189, Ibnu Khuzaimah 1/352 no.712.

5. Wuhaib bin Khalid, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 273 dan Abu 'Awanah 
2/243.

6. 'Abdul 'Aziz bin Muhammad Ad-Darawardy, riwayatnya dikeluarkan oleh 
Al-Humaidy 2/287 no.648.

7. Syu'bah bin Hajjaj, baca riwayatnya dalam 'Ilal Ibnu Abi Hatim 1/108 no.292.

Kedua : Dalam riwayatnya Katsir bin Zaid menyebutkan lafadz laa yuharrikuha 
(tidak digerak-gerakkan) dan ini merupakan kesalahan karena dua sebab :

1.  1.   Enam rawi yang tersebut di atas dalam riwayat mereka tidak menyebutkan 
lafadz laa yuharrikuha (tidak digerak-gerakkan).

2.  2.   Dalam riwayat Ayyub As-Sikhtiany : 'Ubaidullah bin 'Umar Al-'Umary 
dari Nafi' dari Ibnu 'Umar juga tidak disebutkan lafadz laa yuharrikuha (tidak 
digerak-gerakkan). Baca riwayat mereka dalam Shohih Muslim no.580, At-Tirmidzy 
no.294, An-Nasai 3/37 no.1269, Ibnu Majah 1/295 no.913, Ibnu Khuzaimah 1/355 
no.717, Abu 'Awanah 2/245 no.245, Al-Baihaqy 2/130 dan Al-Baghawy dalam Syarh 
As-Sunnah 3/174-175 no.673-674 dan Ath-Thobarany dalam Ad-Du'a no.635.

Nampaklah dari penjelasan di atas bahwa hadits ini adalah hadits Mungkar. 
Wallahu A'lam.

 

Kesimpulan :

Seluruh hadits yang menerangkan jari telunjuk tidak digerakkan sama sekali 
adalah hadits yang lemah tidak bisa dipakai berhujjah.

Hadits-Hadits Yang Menyatakan Bahwa Jari Telunjuk Digerak-Gerakkan

Sepanjang pemeriksaan kami, hanya ada satu hadits yang menjelaskan bahwa jari 
telunjuk digerak-gerakkan yaitu hadits Wa`il bin Hujr dan lafadznya sebagai 
berikut :

(????? ?????? ?????? ??????????? ???????? ???????? ????? ?????? ?????????? 
???????????? ???????????? ???????? ?????

 "Kemudian beliau menggenggam dua jari dari jari-jari beliau dan membuat 
lingkaran, kemudian beliau mengangkat jarinya (telunjuk-pent.), maka saya 
melihat beliau mengerak-gerakkannya berdoa dengannya".

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad 4/318, Ad-Darimy 1/362 no.1357, An-Nasai 
2/126 no.889 dan 3/37 no.1268 dan dalam Al-Kubro 1/310 no.963 dan 1/376 
no.1191, Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa' no.208, Ibnu Hibban sebagaimana dalam 
Al-Ihsan 5/170 no.1860 dan Al-Mawarid no.485, Ibnu Khuzaimah 1/354 no.714, 
Ath-Thobarany 22/35 no.82, Al-Baihaqy 2/131 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam 
Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/425-427. Semuanya meriwayatkan dari jalan Za`idah 
bin Qudamah dari 'Ashim bin Kulaib bin Syihab dari ayahnya dari Wa`il bin Hujr.

 

Derajat Hadits

   Zhohir sanad hadits ini adalah hasan, tapi sebagaimana yang telah kami 
jelaskan bahwa sanad hadits yang hasan belum tentu selamat dari 'illat (cacat) 
dan syadz.

   Berangkat dari sini perlu diketahui oleh pembaca bahwa hadits ini juga syadz 
dan penjelasannya adalah bahwa : Za`idah bin Qudamah adalah seorang rawi tsiqoh 
yang kuat hafalannya akan tetapi beliau telah menyelisihi dua puluh dua orang 
rawi yang mana kedua puluh dua orang rawi ini semuanya tsiqoh bahkan sebagian 
dari mereka itu lebih kuat kedudukannya dari Za`idah sehingga apabila Za`idah 
menyelisihi seorang saja dari mereka itu maka sudah cukup untuk menjadi sebab 
syadznya riwayat Za`idah. Semuanya meriwayatkan dari 'Ashim bin Kulaib bin 
Syihab dari ayahnya dari Wa`il bin Hujr. Dan dua puluh dua rawi tersebut tidak 
ada yang menyebutkan lafadz yuharrikuha (digerak-gerakkan).

Dua puluh dua rawi tersebut adalah :

1. Bisyr bin Al-Mufadhdhal, riwayatnya dikeluarkan oleh Abu Daud 1/465 no.726 
dan 1/578 no.957 dan An-Nasai 3/35 no.1265 dan dalam Al-Kubro 1/374 no.1188 dan 
Ath-Thobarany 22/37 no.86.

2. Syu'bah bin Hajjaj, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 4/316 dan 319, Ibnu 
Khuzaimah dalam Shohihnya 1/345 no.697 dan 1/346 no.689, Ath-Thobarany 22/35 
no.83 dan dalam Ad-Du'a n0.637 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 
1/430-431.

3. Sufyan Ats-Tsaury, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 4/318, An-Nasai 3/35 
no.1264 dan Al-Kubro 1/374 no.1187 dan Ath-Thobarany 22/23 no.78.

4. Sufyan bin 'Uyyainah, riwayatnya dikeluarkan oleh An-Nasai 2/236 no.1195 dan 
3/34 no.1263 dan dalam Al-Kubro 1/374 no.1186, Al-Humaidy 2/392 no.885 dan 
Ad-Daraquthny 1/290, Ath-Thobarany 22/36 no.85 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li 
Washil Mudraj 1/427.

5. 'Abdullah bin Idris, riwayatnya dikeluarkan oleh Ibnu Majah 1/295 no.912, 
Ibnu Abi Syaibah 2/485, Ibnu Khuzaimah 1/353 dan Ibnu Hibban no.1936.

6. 'Abdul Wahid bin Ziyad, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 4/316, Al-Baihaqy 
dalam Sunannya 2/72 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/434.

7. Zuhair bin Mu'awiyah, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 4/318, Ath-Thobarany 
22/26 no.84 dan dalam Ad-Du'a no.637 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil 
Mudraj 1/437.

8. Khalid bin 'Abdillah Ath-Thahhan, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thohawy 
dalam Syarah Ma'any Al-Atsar 1/259, Al-Baihaqy 2/131 dan Al-Khatib dalam 
Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/432-433.

9. Muhammad bin Fudhail, riwayatnya dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 1/353 
no.713.

10. Sallam bin Sulaim, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thoyalisi dalam 
Musnadnya no.1020, Ath-Thohawy dalam Syarah Ma'any Al-Atsar 1/259, 
Ath-Thobarany 22/34 no.80 dan Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 
1/431-432.

11. Abu 'Awanah, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 22/38 no.90 dan 
Al-Khatib dalam Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/432.

12. Ghailan bin Jami', riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 22/37 no.88.

13. Qois bin Rabi', riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 22/33 no.79.

14. Musa bin Abi Katsir, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 22/37 no.89.

15. 'Ambasah bin Sa'id Al-Asady, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany 
22/37 no.87.

16. Musa bin Abi 'Aisyah, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany dalam 
Ad-Du'a no.637.

17. Khallad Ash-Shaffar, riwayatnya dikeluarkan oleh Ath-Thobarany dalam 
Ad-Du'a no. 637.

18. Jarir bin 'Abdul Hamid, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam 
Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/435.

19. 'Abidah bin Humaid, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam Al-Fashl Li 
Washil Mudraj 1/435-436.

20. Sholeh bin 'Umar, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam Al-Fashl Li 
Washil Mudraj 1/433.

21. 'Abdul 'Aziz bin Muslim, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam 
Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/436-437.

22. Abu Badr Syuja' bin Al-Walid, riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Khatib dalam 
Al-Fashl Li Washil Mudraj 1/438-439.

 

Dari uraian di atas jelaslah bahwa riwayat Za`idah bin Qudamah yang menyebutkan 
lafadz Yuharikuha (digerak-gerakkan) adalah syadz.

 

Kesimpulan :

Penyebutan lafazh yuharrikuha  (jari telunjuk digerak-gerakkan) dalam hadits 
Wa'il bin Hujr adalah lemah tidak bisa dipakai berhujjah. Wallahu A'lam.

Pendapat Para Ulama Dalam Masalah Ini

      Para ulama berbeda pendapat dalam masalah mengerak-gerakkan jari telunjuk 
ketika tasyahud dan perbedaan tersebut terdiri dari tiga pendapat :

Pertama : Tidak digerak-gerakkan. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah dan 
pendapat yang paling kuat dikalangan orang-orang Syafiiyyah dan Hambaliyah dan 
ini juga merupakan pendapat Ibnu Hazm.

Kedua : Digerak-gerakkan. Dan ini merupakan pendapat yang kuat dikalangan 
orang-orang Malikiyyah dan disebutkan oleh Al-Qodhi Abu Ya'la dari kalangan 
Hambaliyah dan pendapat sebagian orang-orang Hanafiyyah dan Syafiiyyah.

Ketiga : Ada yang mengkompromikan antara dua hadits di atas. Syaikh Ibnu 
Utsaimin -rahimahullahu ta'ala- dalam Syarah Zaad Al-Mustaqni' mengatakan bahwa 
digerak-gerakkan apabila dalam keadaan berdoa, kalau tidak dalam keadaan berdoa 
tidak digerak-gerakkan. Dan Syaikh Al-Albany -rahimahullahu ta'ala- dalam 
Tamamul Minnah mengisyaratkan cara kompromi lain yaitu kadang digerakkan kadang 
tidak.

      Sebab perbedaan pendapat ini adalah adanya dua hadits yang berbeda 
kandungan maknanya, ada yang menyebutkan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan 
dan ada yang menyebutkan jari tidak digerak-gerakkan.

Namun dari pembahasan di atas yang telah disimpulkan bahwa hadits yang 
menyebutkan jari digerak-gerakkan adalah hadits yang lemah dan demikian pula 
hadits yang menyebutkan jari tidak digerak-gerakkan adalah hadits yang lemah. 
Adapun cara kompromi yang disebutkan dalam pendapat yang ketiga itu bisa 
digunakan apabila dua hadits tersebut di atas shohih bisa dipakai berhujjah 
tapi karena dua hadits tersebut adalah hadits yang lemah maka kita tidak bisa 
memakai cara kompromi tersebut, apalagi hadits yang shohih yang telah tersebut 
di atas bahwa Nabi SAAW hanya sekedar berisyarat dengan jari telunjuk beliau. 
Maka yang akan kita bahas disini adalah apakah pada lafadz  (Arab) yang artinya 
berisyarat terdapat makna mengerak-gerakkan atau tidak. Penjelasannya adalah 
bahwa kata "berIsyarat" itu mempunyai dua kemungkinan :

Pertama : Dengan digerak-gerakkan. Seperti kalau saya memberikan isyarat kepada 
orang yang berdiri untuk duduk, maka tentunya isyarat itu akan disertai dengan 
gerakan tangan dari atas ke bawah.

Kedua : Dengan tidak digerak-gerakkan. Seperti kalau saya berada dalam maktabah 
(perpustakaan) kemudian ada yang bertanya kepada saya : "Dimana letak kitab 
Shohih Al-Bukhory?" Maka tentunya saya akan mengisyaratkan tangan saya kearah 
kitab Shohih Al-Bukhory yang berada diantara sekian banyak kitab dengan tidak 
menggerakkan tangan saya.

 

      Walaupun kata "berisyarat" itu mengandung dua kemungkinan tapi disini 
bisa dipastikan bahwa berisyarat yang diinginkan dalam hadits tersebut adalah 
berisyarat dengan tidak digerak-gerakkan. Hal tersebut bisa dipastikan karena 
dua perkara :

Pertama : Ada kaidah di kalangan para ulama yang mengatakan Ash-Sholatu 
Tauqifiyah (sholat itu adalah tauqifiyah) maksudnya tata cara sholat itu 
dilaksanakan kalau ada dalil dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Maka hal ini 
menunjukkan bahwa asal dari sholat itu adalah tidak ada gerakan di dalamnya 
kecuali kalau ada tuntunan dalilnya dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dan demikian 
pula berisyarat dengan jari telunjuk, asalnya tidak digerakkan sampai ada dalil 
yang menyatakan bahwa jari telunjuk itu diisyaratkan dengan digerakkan dan 
telah disimpulkan bahwa berisyarat dengan menggerak-gerakkan jari telunjuk 
adalah hadits lemah. Maka yang wajib dalam berisyarat itu dengan tidak 
digerak-gerakkan.

Kedua : Dalam hadits 'Abdullah bin Mas'ud yang diriwayatkan oleh Imam 
Al-Bukhary N0.   dan Imam Muslim No.538 :

????? ??? ?????????? ???????

 "Sesungguhnya di dalam sholat adalah suatu kesibukan"

Maka ini menunjukkan bahwa seorang muslim apabila berada dalam sholat ia berada 
dalam suatu kesibukan yang tidak boleh ditambah dengan suatu pekerjaan yang 
tidak ada dalilnya dari Al-Qur'an atau hadits Rasulullah SAAW yang shohih.

Kesimpulan :

Tersimpul dari pembahasan di atas bahwa pendapat yang rojih tentang keadaan 
jari telunjuk dalam berisyarat  (menunjuk) ketika tasyahud adalah tidak 
digerak-gerakkan. Wallahu A'lam.

 

Lihat pembahasan di atas dalam :

* Kitab Al-Bisyarah Fi Syudzudz Tahrik Al-Usbu' Fi Tasyahud Wa Tsubutil 
Isyarah, Al-Muhalla karya Ibnu Hazm 4/151, Subulus Salam 1/189, Nailul Authar, 
'Aunul Ma'bud 3/196, Tuhfah Al-Ahwadzy 2/160.

* Madzhab Hanafiyah lihat dalam : Kifayah Ath-Tholib 1/357.

* Madzhab Malikiyah : Ats-Tsamar Ad Dany 1/127, Hasyiah Al-Adawy 1/356, 
Al-Fawakih Ad-Dawany 1/192.

* Madzhab Syafiiyyah dalam : Hilyah Al-Ulama 2/105, Raudhah Ath-Tholibin 1/262, 
Al-Majmu' 3/416-417, Al-Iqna' 1/145, Hasyiah Al-Bujairamy 1/218, Mughny 
Al-Muhtaj 1/173.

* Madzhab Hambaliyah lihat dalam :  Al-Mubdi' 1/162, Al-Furu' 1/386, Al-Inshaf 
2/76, Kasyful Qona 1/356-357.

Pertanyaan  No.2  :

Dikalangan masyarakat ada sebagian orang yang berisyarat dengan jari 
telunjuknya pada saat duduk antara dua sujud sebagaimana berisyarat dengan jari 
telunjuk pada saat tasyahud, apakah hal tersebut ada tuntunan dalilnya dari 
hadits Rasulullah SAAW ?.

Jawab :

Ada hadits yang menjelaskan tentang hal tersebut, yaitu hadits Wa`il bin Hujr 
yang berbunyi :

???? ??????? ???? ?????? ????? ????? ???????? ?????????? ?????? ????? ???????? 
??????? ?????????  ??????? ????????? ???????? ?????? ??????? ???????? 
??????????? ?????????? ???????? ???????? ?????? ??????? ???????? ???????? 
?????? ?????? ???????? ???????? ?????? ?????? ?????? ????? ?????? ???????? 
???????? ... ????? ?????? ??????????? ???????? ?????????? ????? ?????? ???????? 
?????????? ????? ?????????? ?????????? ???????? ????????? ?????????? ????? 
???????? ?????????? ????? ??????? ????????????? ???????? ????? ??????? ????? 
??????????? ??????? ??????? ??????????? ????? ?????? 

 "Saya melihat Nabi SAAW takbir lalu beliau mengangkat tangannya ketika takbir, 
yakni beliau memulai sholat dan beliau mengangkat kedua tangannya ketika beliau 
takbir dan mengangkat kedua tangannya ketika beliau ruku' dan mengangkat 
tangannya ketika beliau berkata : "Samiallahu liman hamidah" dan beliau sujud 
kemudian meletakkan tangannya sejajar dengan kedua telinga beliau kemudian 
beliau sujud . kemudian beliau duduk membaringkan kaki kirinya kemudian beliau 
meletakkan kedua tangannya, yang kiri di atas lututnya yang kiri dan meletakkan 
tangan kanannya di atas paha kanannya kemudian beliau berisyarat dengan jari 
telunjuknya dan meletakkan ibu jari di atas jari tengah kemudian beliau 
menggenggam seluruh jari-jarinya kemudian beliau sujud .".

      Hadits ini diriwayatkan oleh 'Abdur Razzaq dalam Al-Mushonnaf 2/68 
no.2522, Ahmad dalam Musnadnya 4/317 dan lafadz di atas adalah lafadz beliau, 
Ath-Thobarany 22/34 no.81 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Al-Fashl Li Washil 
Mudraj 1/429-430. Semua meriwayatkan dari 'Abdur Razzaq dari Sufyan Ats-Tsaury 
dari 'Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari Wa`il bin Hujr.

      Hadits ini merupakan kunci penyelesaian dalam permasalahan ini, apabila 
hadits ini shohih (bisa diterima) maka berisyarat dengan telunjuk dalam duduk 
antara dua sujud adalah perkara yang disyariatkan tapi sebaliknya bila hadits 
ini lemah maka artinya perkara tersebut tidaklah disyariatkan, karena itulah 
kami mengajak untuk melihat derajat hadits ini.

Derajat Hadits Berisyarat Saat Duduk Diantara Dua Sujud

      Telah dijelaskan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh 'Ashim bin Kulaib 
dari ayahnya dari Wa`il bin Hujr. Dan yang meriwayatkan dari 'Ashim bin Kulaib 
ada 23 orang rawi dimana 23 orang rawi ini sepakat menyebutkan bahwa Nabi ( 
berisyarat dengan jari telunjuknya, akan tetapi ada tiga bentuk riwayat yang 
menjelaskan tempat berisyarat dengan telunjuk pada riwayat mereka :

1 Pertama : Ada riwayat yang menjelaskan bahwa tempat berisyarat hanya ketika 
tasyahud dan hal ini tersebut dalam riwayat Musa bin Abi Katsir dan sebagian 
riwayat Syu'bah bin Hajjaj, Ibnu 'Uyainah dan 'Abdullah bin Idris.

2 Kedua : Riwayat yang tidak menjelaskan dimana letak berisyarat dengan 
telunjuk tersebut tapi Zhohirnya hal tersebut dalam tasyahud. Bisa dilihat 
dalam riwayat Bisyr bin Mufadhdhal, Sufyan Ats-Tsaury, 'Abdul Wahid bin Ziyad, 
Zuhair bin Mu'awiyah, Khalid bin 'Abdullah Ath-Thahhan, Muhammad bin Fudhail, 
Sallam bin Sulaim, Abu 'Awanah, Ghailan bin Jami', Qois bin Rabi', Musa bin Abi 
Katsir.

3 Ketiga : Dua riwayat di atas diselisihi oleh 'Abdur Razzaq dalam 
periwayatannya dari Sufyan Ats-Tsaury dari 'Ashim dari ayahnya dari Wa`il bin 
Hujr kemudian menyebutkan isyarat dengan jari telunjuk pada duduk antara dua 
sujud.

      Dari uraian di atas sangat jelas bahwa riwayat 'Abdur Razzaq dari Sufyan 
Ats-Tsaury yang menjelaskan bentuk ketiga. Telah meyelisihi riwayat 22 orang 
rawi yang menjelaskan bentuk pertama maupun kedua. Maka bisa dipastikan bahwa 
riwayat 'Abdur Razzaq terdapat kesalahan yang menyebabkan penyebutan berisyarat 
dengan telunjuk ketika duduk antara dua sujud dianggap syadz, sehingga riwayat 
ini tidak bisa diterima. Kesalahan yang terjadi dalam hadits ini mungkin 
berasal dari Sufyan Ats-Tsaury dan mungkin dari 'Abdur Razzaq.

Akan tetapi meletakkan kesalahan pada 'Abdur Razzaq adalah lebih beralasan 
karena dua hal :

1 Pertama : 'Abdur Razzaq walaupun seorang rawi tsiqoh (terpercaya) dan hafidz 
(seorang penghafal) akan tetapi beliau mempunyai awham (kesalahan-kesalahan) 
yang menyebabkan sebagian para ulama mengkritik beliau.

2 Kedua :  'Abdur Razzaq telah menyelisihi dua rawi dari Sufyan Ats-Tsaury yang 
kedua rawi meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsaury dan menyebutkan isyarat pada 
duduk antara dua sujud.

Dua rawi tersebut adalah :

1 Muhammad bin Yusuf Al-Firyaby, riwayatnya dikeluarkan oleh An-Nasai 3/35 
no.1264 dan Al-Kubro 1/374 no. 1187 dan Ath-Thobarany 22/23 no.78.

2. 'Abdullah bin Walid, riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad 4/318.

      Riwayat dua orang rawi ini khususnya Al-Firyaby yang termasuk orang yang 
paling hafal riwayat-riwayat Sufyan Ats-Tsaury, semakin menguatkan bahwa 
riwayat 'Abdur Razzaq adalah riwayat syadz. Maka jelaslah lemahnya riwayat ini 
yang dijadikan sebagai dalil disyariatkannya berisyarat dengan telunjuk pada 
duduk antara dua sujud. Karena itulah riwayat ini telah dilemahkan oleh dua 
orang ulama besar ahli hadits zaman ini yaitu Syaikh Al-Albany -rahimahullahu 
ta'ala- dan Syaikh Muqbil bin Hady Al-Wadi'iy -rahimahullahu ta'ala-.

Kesimpulan :

Tidak disyariatkan mengangkat telunjuk pada saat duduk antara dua sujud karena 
hadits yang menjelaskan hal tersebut adalah hadits syadz (lemah).

Lihat : Al-Bisyarah hal.75-77 dan Tamamul Minnah hal.214-216.

Pertanyaan No.3 :

Apakah ada tuntunan dalam hadits Rasulullah SAAW ketentuan bahwa ketika 
disebutkan  ?? ??? ??? ????  , jari telunjuk mulai diangkat pada ucapan ??? 
????  (tepatnya di ucapan huruf hamzah) ?.

Jawab :

      Madzhab kebanyakan orang-orang Syafiiyyah menyatakan bahwa disunnahkan 
berisyarat dengan jari telunjuk kemudian diangkat jari telunjuk tersebut ketika 
mencapai kata hamzah ( ? ) dari kalimat  ?? ??? ??? ????. Hal ini disebutkan 
oleh Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu'  3/434 dan dalam Minhaj Ath-Tholibin hal.12.

      Dan hal yang sama disebutkan oleh Imam Ash-Shon'any dalam Subulus Salam 
1/362 dan beliau tambahkan bahwa hal tersebut berdasarkan hadits yang 
diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqy.

      Namun tidak ada keraguan bahwa yang disyariatkan dalam hal ini adalah 
mengangkat jari telunjuk dari awal tasyahud hingga akhir. Hal ini berdasarkan 
hadits-hadits shohih yang sangat banyak jumlahnya yang telah tersebut 
sebagiannya pada jawaban pertanyaan no.1 yang menjelaskan bahwa Nabi SAAW 
ketika duduk tasyahud beliau menggenggam jari-jari beliau lalu membuat 
lingkaran kemudian mengangkat telunjuknya, maka dzohir hadits ini menunjukkan 
beliau mengangkat jari telunjuk dari awal tasyahud sampai akhir.

Adapun bantahan terahadap madzhab orang-orang Syafiiyyah maka jawabannya adalah 
sebagai berikut :

1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqy itu adalah hadits Khafaf bin 
Ima' dan di dalam sanadnya ada seorang lelaki yang tidak dikenal maka ini 
secara otomatis menyebabkan hadits ini lemah.

2. Hal yang telah disebutkan bahwa dzohir hadits-hadits yang shohih menunjukkan 
bahwa Nabi SAAW  mengangkat jari telunjuk dari awal hingga akhir menyelisihi 
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqy tersebut sehingga ini semakin 
mempertegas lemahnya riwayat Al-Baihaqy tersebut.

3. Orang-orang Syafiiyyah sendiri tidak sepakat tentang sunnahnya mengangkat 
jari telunjuk ketika mencapai huruf hamzah ( ? ) dari kalimat  ?? ??? ??? ???? 
, karena Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu' 3/434 menukil dari Ar-Rafi'y (salah 
seorang Imam besar dikalangan Syafiiyyah) yang menyatakan bahwa tempat 
mengangkat jari telunjuk adalah pada seluruh tasyahud dari awal hingga akhir.

4. Hal yang disebutkan oleh orang Syafiiyyah ini tidak disebutkan di dalam 
madzhab para ulama yang lain. Ini menunjukkan bahwa yang dipakai oleh para 
ulama adalah mengangkat jari telunjuk pada seluruh tasyahud dari awal hingga 
akhir.

 

Kesimpulan :

Jadi yang benar di dalam masalah ini adalah bahwa jari telunjuk disyariatkan 
untuk diangkat dari awal tasyahud hingga akhir dan tidak mengangkatnya nanti 
ketika mencapai huruf hamzah ( ? ) dari kalimat  ?? ??? ??? ???? . Wallahu 
A'lam..

 

Henri <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 
MENGGERAKAN JARI SAAT TASYAHUD
--------------------------------------------------
 
    Sunnah hukumnya mengangkat jari telunjuk dan menggerakannya saat tasyahud 
dalam shalat. Sebagaimana hadist Nabi Saw: "kemudian beliau mengangkat 
telunjuknya dan saya melihat beliau menggerakannya dan berdoa"(HR: Ahmad).
 
    Imam Baihaqi berkata : "Mungkin saja yang dimaksud 'menggerakan' dengan 
isyarat dengan telunjuk' tidak berarti menggerakan berkali-kali, sesuai dengan 
hadist riwayat Ibnu Zubair: bahwa Nabi SAW  memberi isyarat dengan jarinya jika 
membaca do'a dan tidak menggerakannya"(HR:Abu Dawud dengan isnad shohih).
 
    Dari hadist tersebut, dan hadist lainnya, terjadi perbedaan pendapat 
diantara para ulama tentang menggerakan jari telunjuk saat tasyahud:
 
1. Ulama Al syafi'i berpendapat bahwa memberi  
     Isyarat ajri telunjuk hanya sekali saat  
     mengucapkan "illalah"yang terdapat dalam  
     tasyahud.
2. Ulama Hanafi berpendapat mengangkat jari
      telunjuk ketika lafadz nafi atau" laa" dan
      meletakannya kembali saat membaca 
     "illalah"(itsbat).
 
3. Ulama Malik berpendapat mengerakannya
      kekiri dan kekanan hingga selesai shalat.
 
4. Ulama Hambali berpendapat; memebri isyarat 
      setiap kali mengucap lafadz Jalalah (allah) 
      sebagai isyarat tauhid, dan tidak menggerak-
      gerakannya.###
 
 (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah) 
 
WASSALAM
 
HENRI
 
 
     


Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh 
manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya 
adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. 
Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit, karena jika Allah Subhanahu 
wata'ala berkehendak ilmu itu akan sirna dalam sekejap, beritahulah orang yang 
tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas 
yang engkau mampu. 



---------------------------------
YAHOO! GROUPS LINKS 


    Visit your group "keluarga-islam" on the web.
  
    To unsubscribe from this group, send an email to:
 [EMAIL PROTECTED]
  
    Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. 


---------------------------------




                
---------------------------------
 Yahoo! Music Unlimited - Access over 1 million songs. Try it free.

[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Click here to rescue a little child from a life of poverty.
http://us.click.yahoo.com/rAWabB/gYnLAA/i1hLAA/TXWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Kirim email ke