Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

  
SIKAP TERHADAP AHLI BID'AH
Selasa, 01 Agustus 06 http://www.alsofwah.or.id/?pilih=lihatannur&id=391


1. Pertanyaan: Kami memohon penjelasan Syaikh tentang sikap para Salaf terhadap 
pelaku bid'ah, semoga Allah subhanahu wata'ala membalas kebaikan anda! 

Jawab: Kaum Salaf tidak membid'ahkan sembarangan orang, dan mereka tidak 
gampang menggunakan kalimat bid'ah untuk menghukumi seseorang yang melakukan 
suatu penyimpangan. Mereka pada umumnya menyebut bid'ah terhadap pelaku suatu 
amalan yang tidak ada dalilnya dengan tujuan untuk bertaqarrub kepada Allah 
subhanahu wata'ala berupa ibadah yang tidak pernah disyari'atkan Rasulullah 
shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka mengambil sabda Nabi shallallahu 'alaihi 
wasallam, "Barang siapa melakukan suatu amalan (dalam agama) yang tidak ada 
perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak." (HR. Muslim No. 1718,18) 

Dan di dalam riwayat yang lain disebutkan, "Barangsiapa yang mengada-adakan hal 
baru dalam urusan kami ini (agama) padahal bukan dari bagiannya maka ia 
tertolak." (HR. Al-Bukhari No. 2697 dan Muslim No. 1718) 

Jadi bid'ah adalah mengada-adakan suatu yang baru di dalam agama yang tidak ada 
dalilnya dari Kitabullah dan dari Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi 
wasallam. Inilah yang dimaksud bid'ah, maka jika ada sese-orang melakukan suatu 
kebid'ahan dalam agama dan enggan untuk kembali bertaubat, maka manhaj salaf 
adalah bahwa dia dihajr (dikucilkan) dan dijauhi serta tidak bergaul atau 
duduk-duduk dengannya. 

Inilah manhaj mereka, namun sebagaimana saya sebutkan yakni setelah orang 
tersebut terbukti benar-benar melakukan bid'ah, dan setelah dia diberi nasehat 
dan tidak mau meninggalkan kebid'ahan itu. Ketika itu dia boleh dihajr 
(dikucilkan) dengan tujuan agar bahayanya tidak menyebar kepada orang lain yang 
bergaul dengannya dan orang yang ada hubungan dengannya. Dan juga dengan tujuan 
agar manusia berhati-hati dari pelaku bid'ah dan dari perbuatan bid'ah. 

Adapun sikap ekstrim di dalam melemparkan tuduhan bid'ah kepada setiap orang 
yang dipandang menyelesihi pendapat kita, dengan mengucapkan, "Ini mubtadi' (si 
fulan ahli bid'ah)". Dan masing-masing menjuluki yang lainnya dengan mubtadi', 
padahal dia tidak pernah membuat perkara baru dalam agama Islam ini, kecuali 
hanya sekedar perbedaan pendapat antara dirinya dengan seseorang, atau sebuah 
kelompok tertentu, maka orang ter-sebut tidak disebut sebagai ahli bid'ah. 

Sedang siapa saja yang melakukan keharaman atau maksiat, maka ia di sebut orang 
yang bermaksiat ('ashi), dan tidak setiap orang yang bermaksiat adalah 
mubtadi', tidak setiap orang yang bersalah adalah mubtadi'. Karena mubtadi' 
adalah orang yang mengada-kan perkara baru dalam agama yang bukan merupakan 
bagiannya. 

Adapun berlebihan di dalam menyebut ahli bid'ah dan menggunakannya secara 
serampangan kepada seseorang yang berbeda pendapat dengan orang tertentu, maka 
itu tidaklah benar. Karena boleh jadi orang yang berbeda pendapatnya itu berada 
di pihak yang benar. Demikianlah manhaj salaf. (Dzahiratu at-Tabdi' wat Tafsiq 
wat Takfir wa Dlawabithuha, hal 51, Syaikh Ibn Fauzan) 

2. Pertanyaan: Bagaimanakah sikap kita terhadap ahli bid'ah seperti rafidhah? 
Apakah kita perlu mengajak mereka ke sunnah, dan bagaimana kita bermuamalah 
dengan mereka karena ada seorang rafidah yang satu pekerjaan dengan saya? 

Jawab: Berdakwah ke jalan Allah subhanahu wata'ala adalah hal yang 
diperintahkan, siapa tahu itu akan bermanfaat bagi mereka lalu dia bertaubat. 
Dan minimalnya kita telah menyampaikan hujjah atas mereka. Dakwah ke jalan 
Allah subhanahu wata'ala adalah diperintahkan baik terhadap mereka (rafidhah) 
atau selain mereka. Adapun dalam hal pekerjaan, jika anda tidak menjadi bawahan 
(yang harus menaati) ahli bid'ah dan dia tidak dalam pihak yang mengendalikan 
anda, namun hanya sekedar urusan administrasi kerja yang benar atau dia teman 
sejawat (selevel) dan bekerja seperti anda, maka tidak diragukan lagi bahwa 
bekerja dengan teman yang sesama ahlussunnah atau ahlul khair adalah lebih 
baik. Sedangkan jika anda berada dalam pekerjaan, atau lingkungan atau kantor, 
namun dia tidak mempunyai hak kendali atas anda dan tidak pula hak kepemimpinan 
serta kebijakan administrasi sama sekali, maka itu tidak ada masalah. Dengan 
suatu syarat anda harus berpegang teguh dengan sunnah dan menjaga
 shalat serta di sisi lain berusaha menjauhinya, tidak bergaul akrab dan 
dekat-dekat dengannya, dan anggap saja bahwa dia itu tidak ada. (Dzahiratu at 
Tabdi' wat Tafsiq wat Takfir wa Dlawabithuha hal 41, Syaikh Ibn Fauzan) 

3. Pertanyaan: Bagaimanakah seseorang yang multazim bergaul dengan teman yang 
berbuat bid'ah? Apakah harus mengucilkannya? 

Jawab: Bid'ah itu terbagi menjadi dua bagian, bid'ah yang menyebabkan kafir dan 
bid'ah yang tidak menyebabkan kafir. Dan terhadap dua macam bid'ah ini wajib 
bagi kita untuk menyeru mereka yang telah menisbatkan diri terhadap agama 
Islam, namun masih melakukan bid'ah, baik yang mukaffirah atau yang tidak 
menyebabkan kafir agar kembali kepada kebenaran. Yaitu dengan cara menjelaskan 
yang haq dengan tanpa menghujat mereka dan apa yang mereka perbuat, kecuali 
setelah kita ketahui bahwa mereka bersikap sombong terhadap kebenaran, karena 
Allah subhanahu wata'ala telah berfirman kepada Nabi shallallahu 'alaihi 
wasallam, "Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah 
selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas 
tanpa pengetahuan." (QS. Al-An'am: 108) 

Maka pertama-tama kita ajak mereka kepada kebenaran, dengan menjelaskan mana 
yang benar itu, disertai penjelasan dalil. Kebenaran pasti akan diterima oleh 
siapa saja yang masih memiliki fithrah yang selamat. Jika didapati penentangan 
dan sikap sombong, maka kita jelaskan kebatilan mereka, karena menjelaskan 
kebatilan mereka yang bukan sekedar dalam rangka perdebatan merupakan sesuatu 
yang wajib. 

Adapun untuk mengucilkan mereka, maka harus dilihat tingkatan bid'ah yang dia 
kerjakan. Jika bid'ahnya adalah bid'ah yang menyebabkan kafir, maka wajib 
mengucilkan dan menjauhinya. Jika kebid'ahan itu tidak menyebabkan kafir, maka 
kami tawaqquf (tidak berkomentar) apakah harus dikucilkan. Jika dengan 
mengucilkannya mendatangkan maslahat, maka kita lakukan dan jika tidak, maka 
kita tidak melakukaknnya. Hal ini dikarenakan bahwa pada dasarnya seorang 
mukmin itu haram untuk dikucilkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi 
wasallam, 
"Tidak halal bagi seorang mukmin untuk menjauhi (mengucilkan) saudaranya 
melebihi tiga hari." (HR. Al-Bukhari No.6077, 6237 dan Muslim No.2560) 

Maka seluruh mukmin meskipun seorang yang fasiq, maka tidak boleh untuk 
mengucilkannya jika di dalam pengucilan itu tidak terdapat maslahat. Namun jika 
dengan mengucilkan terdapat maslahat, maka boleh kita mengucilkannya karena 
bisa jadi hal itu akan menjadi obat atau terapi baginya. Sedangkan jika dengan 
mengucilkan-nya tidak membawa maslahat atau malah justru menambah kemaksiatan 
dan pembangkangan, maka merupakan maslahat juga meninggalkan sesuatu yang tidak 
ada maslahatnya. 

Apabila seseorang bertanya untuk menyanggah ini, "Bahwa Nabi shallallahu 
'alaihi wasallam telah mengucilkan Ka'ab bin Malik radhiyallahu 'anhu dan dua 
orang sahabatnya yang mana mereka ketinggalan tidak mengikuti perang Tabuk?" 

Maka jawabannya adalah bahwa itu merupakan suatu perintah dari Nabi shallallahu 
'alaihi wasallam, dan beliau memerintahkan para sahabat untuk mengucilkan 
mereka karena dengan mengucilkan terdapat faidah yang sangat besar. Di mana hal 
itu menambah kuatnya keimanan me-reka daripada sebelumnya. Sehingga tatkala 
datang surat kepada Ka'ab bin Malik dari raja Ghassan yang menyebutkan, "Kami 
mendengar bahwa teman anda (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) telah 
mengucilkan anda, sedangkan anda tidaklah berada di negeri yang hina dan 
rendah, maka bergabunglah dengan kami, kami akan memuliakan anda." 

Lalu Ka'ab radhiyallahu 'anhu berdiri, meskipun dengan dada yang terhimpit dan 
dalam tekanan yang dahsyat, dia mengambil surat itu lalu dibawanya ke tungku 
dapur lalu dia bakar. Maka para sahabat telah mendapatkan maslahat yang sangat 
besar di dalam pengucilan Ka'ab bin Malik radhiyallahu 'anhu ini. Dan hasilnya 
adalah sesuatu yang tidak dapat ditandingi, yakni Allah subhanahu wata'ala 
menurunkan untuk mereka ayat Al-Qur'an yang terus dibaca hingga hari Kiamat. 
Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya, 
"Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan 
orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati 
segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka 
itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka. Dan 
terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) kepada mereka, hingga 
apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa 
mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah 
mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya 
saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. 
Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. 
At-Taubah: 117-118). (Majmu' Fatawa wa Rasail Fadhilatus Syaikh Muhammad bin 
Shalih Al-Utsaimin No. 347) 


Netter Al-Sofwa yang dimuliakan Allah Ta'ala, Menyampaikan Kebenaran adalah 
kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan 
menyampaikan Artikel ini kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya. 
Semoga Allah Ta'ala Membalas 'Amal Ibadah Kita. Aamiin

Waassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh
---------------------------------------------------------------------
YAYASAN AL-SOFWA
Jl.Raya Lenteng Agung Barat No.35 PostCode:12810 
Jakarta Selatan - Indonesia
Phone: 62-21-78836327. Fax: 62-21-78836326. 
e-mail: info @alsofwah.or.id 
website: www.alsofwah.or.id 

Rekening Donasi : Bank Muamalat Indonesia - Cabang Fatmawati No.Rek. 304. 
001.8515 an. SIWAKZ - Yayasan Al-Sofwa (isi berita : Website)
Artikel yang dimuat di situs ini boleh di copy & diperbanyak dengan syarat 
mencantumkan sumber: alsofwah.or.id serta tidak untuk komersil. 
"Bersama Al-Sofwah Menapak Jalan Dakwah Salafusshalih"



Yathie 
(hidup ini hanya sekali, maka janganlah disia-siakan. Mari kita kembali kepada 
niat yang baik InsyaAlloh akan mendapatkan yang baik pula.....Amien)

                        
---------------------------------
See the all-new, redesigned Yahoo.com.  Check it out.

[Non-text portions of this message have been removed]



Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke