Menolak Jadi Istri Kedua   
  Ass, ustadz yang dirahmati Allah, saya pernah diminta seorang pria untuk 
menjadi istri keduanya atas persetujuan istrinya, bahkan istrinya yang meminta 
saya secara langsung via telepon. Saya sendiri belum pernah bertemu dengan pria 
tersebut ataupun istrinya. Jika melihat profil pria tersebut, subhanallah... 
sangatlah shalih bahkan menurut saya beliau lebih cocok disebut seorang ustadz 
(tilawahnya saja 5 juz per hari). 
   
  Saya kemudian memilih mundur karena tidak ada kemantapan dan pihak keluarga 
pun tidak setuju. Syar'ikah alasan saya memilih mundur? Saya takut dengan 
sebuah hadits yang menyatakan akan terjadi fitnah jika kita menolak laki-laki 
shalih yang datang pada kita. Alhamdulillah pria tersebut sekarang sudah 
menikah (yang kedua) tapi ana takut dengan ancaman hadits tersebut, apalagi 
mengingat usia saya (25). Bagaimana caranya agar saya tetap ikhlas dan sabar 
serta tidak trauma dengan masalah tersebut? Jazakallah.
   
  Wass.
  
   
  Sumi Resminawati

  salamah_smi at eramuslim.com 
  Jawaban  Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
  Menerima atau menolak pinangan dari seseorang sama-sama hak seorang wanita. 
Bahkan pinangan Sa'ad bin Abi Waqqash ra. kepada janda mendiang Mutsanna bin 
Haritsah tidak langsung diterima. Kecuali setelah melalui berbagai proses 
panjang yang tidak mudah.
  Ketika seorang wanita merasa tidak sreg dengan keadaan laki-laki yang 
meminangnya, tidak ada yang salah. Baik alasan itu bersifat syar'i, maupun 
bersifat pribadi. Sebab ketika seorang wanita memutuskan untuk menerima 
pinangan itu, resikonya jelas. Yaitu untuk selanjutnya, dirinya hidup di bawah 
suaminya. Dia harus hidup bersamanya, taat, tunduk dan patuh kepada suaminya. 
Bahkan surganya ditentukan oleh bagaimana sikapnya kepada suaminya.
   
  Kalau seorang wanita merasa tidak nyaman dengan seorang calon suami, tentu di 
masa berikutnya akan menjadi problem berat. Dan ini adalah soal selera, di mana 
Islam justru sangat memperhatikan kebebasan seorang wanita untuk memiliki 
selera dengan tipe laki-laki yang akan menjadi pendamping hidupnya.
   
  Di dalam syariah Islam, seorang ayah dilarang untuk untuk memaksakan jodoh 
untuk anak wanitanya. Apalagi sekedar seorang calon suami, di mana lamarannya 
itu sangat tergantung dari penerimaan pihak calon istri. Maka calon istri punya 
hak dan wewenang sepenuhnya untuk menerima sebuah lamaran atau menolaknya. Baik 
dengan alasan yang masuk akal bagi pelamar maupun tidak. Sebab bisa saja faktor 
penolakannya itu merupakan hal yang tidak ingin disebutkan secara terbuka.
   
  Adapun hadits yang menyebutkan akan terjadi fitnah bila seorang wanita 
menolak lamaran laki-laki yang shalih, tentu harus dipahami dengan lengkap dan 
jernih. Hadits itu bukan dalam posisi untuk menetapkan bahwa sebuah lamaran 
dari laki-laki yang shalih itu haram ditolak. Tidak demikian kandungan hukumnya.
   
  Sebab kalau demikian, bagaimana dengan lamaran seorang laki-laki shalih 
kepada seorang puteri raja atau pembesar, di mana kedua tidak sekufu atau 
memang tidak saling cocok satu dengan yang lain? Apakah puteri raja itu berdosa 
bila menolak lamaran dari seorang yang tidak disukainya?
   
   
  Bahkan di dalam syariah Islam, seorang wanita yang sudah menikah namun merasa 
tidak cocok dengan suaminya, masih punya hak untuk bercerai dari suaminya. Apa 
lagi baru sekedar lamaran dari laki-laki yang sudah punya istri pula.

  
   
  Dari Ibnu Abbas ra.: Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang kepada 
Rasulullah SAW, ia berkata: Wahai Rasulullah, "Aku tidak mencelanya (Tsabit) 
dalam hal akhlaknya maupun agamanya, akan tetapi aku benci kekufuran (karena 
tidak mampu menunaikan kewajibannya) dalam Islam." Maka Rasulullah SAW berkata 
padanya, "Apakah kamu mengembalikan pada suamimu kebunnya?" Wanita itu 
menjawab, "Ya." Maka Rasulullah SAW berkata kepada Tsabit, "Terimalah kebun 
tersebut dan ceraikanlah ia 1 kali talak." (HR Bukhori, Nasa'y dan Ibnu Majah. 
Nailul Authar 6/246)
   
  Agar tidak menjadi fitnah, tentu ada cara penolakan yang halus dan lembut, 
tanpa menyinggung perasaan, namun si pelamar itu bisa menerima intisarinya, 
yaitu penolakan. Sehingga fitnah yang dikawatirkan itu tidak perlu terjadi.
   
  Wallahu 'alam bishshawab, wasssalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
   
  Ahmad Sarwat, Lc.


Yathie 
(Dalam seribu temen belum tentu wujud seorang sahabat, karena PERSAHABATAN itu 
memerlukan kejujuran yang merupakan kebahagiaan dalam kehidupan)

 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke