Assalamu'alaikum Wr. Wb.
  Melihat kondisi masyarakat Indonesia, dimana yang berbuat jelas haram banyak 
dibiarkan saja seperti, Zinah, mencela orang lain, pakaian yang tidak menutup 
aurat, uang yang tidak halal yg sudah sangat melekat di masyarakat ( pejabat, 
penegak2 hukum, pelanggar hukum, pemeriksa maupun yg diperiksa), pedagang yg 
tidak jujur, yang jelas halal malahan dicerca dan banyak sekali lainnya serta 
belum nampak adanya kesadaran bertaubat, maka musibah-musibah yang terjadi 
terus menerus ini saya cenderung mengatakan ini adalah peringatan atau Adzab 
agar kita semua koreksi diri tentang kesalahan-kesalahan yang diperbuat, bukan 
cobaan karena cobaan adalah merupakan ujian dimana orang diuji apakah sudah 
pantas dinaikan derajadnya apa belum. 
Contohnya : kalau seorang karyawan/hamba melakukan kesalahan maka dia akan 
mendapatkan Surat Peringatan atau malah hukuman, tetapi karyawan yang baik akan 
mendapatkan cobaan atau diuji oleh atasannya apakah akan layak naik pangkat 
atau tidak.  Allah hu alam
  Wassalam
  
Ica Harahap <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Saatnya Kembali Kepada Allah SWT Oleh: Ulis Tofa, Lc 


Rasanya Indonesia tidak lepas didera berbagai bencana, sampai hari ini, 
silih berganti. Belum selesai penanganan musibah yang satu, muncul baru 
musibah yang sebelumnya tidak pernah kita duga. Sebagaimana dalam 
iklan banner dakwatuna kita, begitu banyak contoh musibah tersebut.
Hakekat Musibah
Sudah menjadi sunnatullah, bahwa manusia di muka bumi pasti diuji 
dengan berbagai hal. Diuji dengan sesuatu yang menyenangkan atau 
sebaliknya sesuatu yang tidak disukai. Sesuatu yang tidak disukai 
beragam macamnya. Rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta dan jiwa, 
bahkan hal yang berharga lainnya.

Allah swt. telah menyatakan hal demikian dalam firman-Nya 
QS. Al Baqarah: 155-157
”Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit 
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan 
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) 
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: 
“Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka Itulah yang mendapat 
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Rasa takut selalu menyertai kehidupan manusia. Misalnya, ketika ia masih 
duduk dibangku belajar, takut tidak lulus. Sudah lulus, takut tidak 
mendapatkan pekerjaan. Sudah bekerja takut tidak cukup gajinya. 
Sudah cukup, masih khawatir untuk menikah. Sudah menikah takut 
tidak punya anak. Sudah punya anak takut anaknya bandel, dan 
seterusnya… setiap kita memiliki rasa takut itu.

Yang lain, kelaparan. Hari-hari ini kita menyaksikan kemiskinan 
dipertontonkan oleh media massa. Banyak saudara-saudara kita yang 
antri ingin membeli beras dari operasi pasar pemerintah. Ada saudara kita 
yang makan nasi jagung, tidak sedikit makan nasi aking, bahkan dimasa 
paceklik banyak yang tidak makan.

Kekurangan harta dan jiwa. Ketika banjir melanda Jabodetabek, dan 
Jakarta kelep, selain rasa takut menggelayuti warga, juga kehilangan harta 
bahkan jiwa. Tidak terhitung jumlah kerugian, baik fisik maupun kegiatan 
ekonomi yang mandek. Banyak yang meninggal dunia, karena tersengat listrik, 
keseret air, atau kedinginan dan tidak mendapatkan makanan.

Rasanya Indonesia tidak lepas didera berbagai bencana, sampai hari ini, 
silih berganti. Belum selesai penanganan musibah yang satu, muncul 
baru musibah yang sebelumnya tidak pernah kita duga. Sebagaimana 
dalam iklan banner dakwatuna kita, begitu banyak contoh musibah tersebut.

Yang lebih penting, adalah sikap introspeksi masyarakat Indonesia, 
lebih lagi pemerintahnya. Ada apa ini?. Apakah ini semata-mata teguran 
Allah swt., karena kicintaan-Nya terhadap bangsa ini yang sudah terlalu 
lama melupakan-Nya?. Atau karena musibah itu ternyata akibat dari ulah 
tangan-tangan jahil manusia?.

Yah, Allah swt menegur manusia dengan adanya musibah itu, benar. 
Dan ternyata berbagai bencana itu akibat ulah tangan manusia juga benar. 
Bahkan Walhi sebuah LSM yang perhatian terhadap masalah lingkungan 
hidup mencatat ada sekitar 145 musibah menimpa bangsa ini selama kurun 
tahun 2006, namun dari banyaknya peristiwa itu ternyata 135 musibah itu 
disebabkan karena ulah manusia. Sehingga benar informasi Allah swt 
dalam firman-Nya QS. Ar Rum: 41.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan 
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari 
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Ketika sebagian besar musibah akibat dari ulah tangan manusia, 
semestinya pertama kali yang harus mereka sikapi adalah merasa 
bersalah, meminta ma’af dan memperbaikinya. Namun kalau kita 
dengar pernyataan dari pemimpin kita, mereka mengatakan ini hanya 
gejala alam saja, tidak ada kaitannya dengan kesalahan kepemimpinan 
mereka, juga tidak mengaitkan dengan kekuatan Allah swt.

Introspeksi Diri

Sejarah mengajarkan kepada kita, bahwa para sahabat radhiyallahu anhum 
ketika mengalami musibah, kekalahan dalam pertempuran, atau yang lainnya, 
seketika itu mereka sadar, boleh jadi ada saham kesalahan yang mereka lakukan. 
Ketika mereka mengalami kekalahan dalam perang Uhud misalkan, 
mereka langsung mengevaluasi, memperbaiki diri dan mempersiapkan 
kemenangan.

Sikap mereka ini direkam Allah swt. dalam QS. Ali Imran: 147
“Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah 
dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan 
dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah 
kami terhadap kaum yang kafir”.

Langkah strategis pertama mensikapi musibah adalah menyadari 
kesalahan diri. ”Ighfirlanaa dzunubanaa”. Tidak terbayang sebelumnya, 
bahwa air banjir masuk sampai ke kamar tidur kita, menenggelamkan 
semua isi di dalamnya. Ketika itu kita berdo’a dengan sangat khusyu’, 
namun kita belum mengakui, boleh jadi ada saham kesalahan yang kita 
perbuat, tidak juga mengucapkan istirja’ dengan penuh keyakinan,
innaa lillahi wa innaa ilaihi raa’jiuun.

Jika demikian, kita khawatir seperti kaum terdahulu yang Allah swt. 
gambarkan dalam Al Qur’an, yaitu kaum yang ketika dicekam bencana 
mereka serta merta berdo’a dengan sangat khusyu’. Ketika berbaring, 
lagi duduk, atau sambil berdiri, praktis dalam semua kondisi mereka 
berdo’a dan bergumam mengharap kepada Allah swt agar semua 
musibah segera berlalu. Tapi ketika Allah swt. menghilangkan bencana 
tersebut, mereka berlenggang, seakan-akan mereka sebelumnya 
tidak pernah berdo’a dan seakan-akan mereka tidak pernah dicekam 
bencana. Wal iyadzu billah.

“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam 
keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan 
bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), 
seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) 
bahaya yang telah menimpanya. begitulah orang-orang yang melampaui 
batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” 
(QS. Yunus: 12)

Sikap kedua, adalah meneguhkan jati diri sebagai muslim
“Tsabbit aqdamanaa”. Islam sangat menganjurkan ummatnya untuk 
hidup bersih, pola hidup sehat, budaya tertib, membuang sampah 
pada tempatnya, menyingkirkan duri dari jalan, menanam pohon, 
tolong menolong dalam kebaikan, kerja bakti, larangan merusak 
tanaman dst. Seandainya ummat sadar akan identitas ini, meskipun 
kelihatannya sederhana, namun sangat berarti dampaknya.

Terutama pemerintah yang bertanggungjawab akan keselamatan rakyatnya, 
seharusnya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang ramah lingkungan 
dan berpihak kepada rakyat, bukan menguntungkan kelompok tertentu. 
Sehingga kalau hujan turun misalkan, bukannya sampah berserakan 
di jalan-jalan, bukan macet yang jadi pemandangan, dan bukan banjir 
yang menjadi langganan, juga bukan mengakibatkan kerusakan lainnya, 
apalagi memakan jiwa. Namun hujan akan membawa keberkahan dan 
keselamatan.

Langkah strategis ketiga, adalah mempersiapkan kemenangan ”Unshurnaa”.
Ummat mau tidak mau harus mempersiapkan pemimpin, memunculkan 
tokoh yang akan memperjuangkan kepentingan mereka. Yaitu pemimpin 
yang mendorong perbaikan dan perubahan. Pemimpin yang melepangkan 
jalan kesejahteraan. Pemimpin yang membantu rakyatnya dalam mewujudkan 
kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sudah saatnya ummat sadar, bahwa satu suara yang mereka salurkan 
adalah amanah dari Allah swt yang akan dimintai pertanggungjawabannya 
di yaumil hisab nanti. Sudah saatnya ummat sadar bahwa pilihan mereka 
menjadi taruhan, apakah kedepan akan ada perubahan atau malah sebaliknya. 
Ummat pun jangan sampai terprovokasi dengan kepentingan sesaat dan 
pragmatis, berupa iming-iming materi atau kedudukan. Namun sengsara 
berkepanjangan. Allahu A’lam. 

http://www.dakwatuna.com/index.php/tazkiyatun-nafs/2007/saatnya-kembali-kepada-allah-swt/


---------------------------------
The fish are biting.
Get more visitors on your site using Yahoo! Search Marketing.

[Non-text portions of this message have been removed]



         

                
---------------------------------
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke