Sejak pemilu pascaReformasi 1998, pemilu Indonesia selalu dimeriahkan oleh para 
pemantau, termasuk dari Uni Eropa dan wong londo. Anda ini ngakunya kerja di 
Ranesi tapi kok pengetahuan dangkal banget, ya? Makanya kalo baca koran jangan 
cuma De Telegraaf saja.

manneke



-----Original Message-----

> Date: Fri Sep 29 09:36:55 PDT 2006
> From: "Danny Lim" <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: [mediacare] Re: Minoritas Muslim Berpuasa
> To: mediacare@yahoogroups.com
>
> Demokrasi = kekuasaan di tangan suara rakyat terbanyak, definisinya 
> bukan saya yang buat lho, tapi telah menjadi definisi dunia modern. 
> Di negara berkembang deperti Indonesia tentu "semua bisa diatur". Di 
> jaman Orba pegawai negeri harus masuk KORPRI alias harus mencoblos 
> Golkar, Fraksi ABRI dapat jatah 75 kursi gratis di DPR, PPP menang 
> di Jakarta saja langsung Ali Sadikin dipindah-tugaskan dari gubernur 
> Jakarta menjadi sekedar ketua PSSI, dll. Itu tentu bukan demokrasi, 
> tapi pura-pura demokratis.
> 
> Persis seperti pertanyaannya rekan kita yang barusan saya komentari 
> (maaf lupa namanya), yaitu bagaimana kita bisa menyelenggarakan 
> referendum atau Pemilu yang jujur, supaya betul-betul tahu kemauan 
> rakyat? Belanda dan Eropa sudah mampu menyelenggarakan Pemilu atau 
> referendum yang jurdil, Indonesia yang akbar kapan menyusul? Mesti 
> tunggu 61 tahun kedua? Ehm ... :-).
> 
> Sebuah diskusi yang menarik dan bermanfaat.
> 
> Salam hangat,
> Danny Lim, Nederland
> 
> 
> --- In mediacare@yahoogroups.com, "Aquino W Hayunta" <[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
> >
> > Mas Denny, terus terang pengertian bahwa demokrasi hanyalah semata-
> mata
> > suara terbanyak itu tidak tepat. Demokrasi itu pertama-tama adalah 
> adanya
> > kedigjayaan rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri dan 
> mengontrol mandat
> > yang mereka berikan ke penguasa, di mana penguasa memenuhi 
> kebutuhan hak-hak
> > terdasar dari rakyat. 
> > 
> > Kalau cuma mau suara terbanyak dulu orde baru juga demokrasi dong, 
> kan
> > golkar menang terus, mayoritas banget lagi menangnya. Tapi itu 
> bukan
> > demokrasi. Begitu juga mantan menteri kehakiman Belanda itu 
> menurut saya
> > (IMHO) keliru. Memang demokrasi seolah-olah memberi celah kepada 
> pemikiran
> > apapun termasuk pemikiran yang akan menghancurkan demokrasi itu 
> sendiri.
> > Namun pada titik tertentu, kesepakatan awal suatu negara terbentuk 
> itulah
> > yang harus dipegang. Indonesia bisa berdiri begini luas dari 
> Sabang smp
> > Merauke karena ada kesepakatan yang namanya Pancasila dan Bhinneka 
> Tunggal
> > Ika. Kalau itu diganti, bubarlah landasan dasar pemersatu negara 
> ini.
> > Orang-orang tentu tidak bisa lagi dipaksa untuk tunduk pada bentuk 
> negara
> > yang baru itu,karena mereka memang tidak sepakat dari awal. 
> Artinya, bentuk
> > apapun dari negara bisa berubah, tapi negara tidak bisa lantas
> > mempertahankan wilayah2 yang merasa bahwa aspirasi mereka sudah 
> tidak bisa
> > ditampung dalam negara tersebut.
> > 
> > It was never about civilization,never about tribe, religion or 
> race.
> > It was always about greed, arrogance and power.
> > -----Original Message-----
> > From: mediacare@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
> On Behalf
> > Of Danny Lim
> > Sent: 28 September 2006 21:25
> > To: mediacare@yahoogroups.com
> > Subject: [mediacare] Re: Minoritas Muslim Berpuasa
> > 
> > Aspirasi menegakkan sharia hendak dilarang keberadaannya di 
> > Indonesia? Ho ho ho .... anda mirip engkong Soeharto alias non-
> > demokratis.
> > 
> > Mantan menteri Kehakiman Belanda Piet Heins Donner berkata: "Bila 
> > dua pertiga rakyat Belanda menginginkan sharia di Belanda, 
> > terjadilah itu". Analog: bila mayoritas rakyat Indonesia 
> menghendaki 
> > sharia (dan/atau bentuk negara RI Serikat, bahkan pecah sama 
> sekali 
> > ala Uni Soviet dan Yugoslavia), terjadilah itu. This is democracy 
> > guy, kekuasaan di tangan rakyat!!! Catatan: tidak boleh memakai 
> > pedang dan bom ya, melainkan lewat Pemilu dan Sidang parlemen.
> > 
> > Perda Shariah melawan hukum? Are you kidding. Pasal 29 UUD 
> > RI "Ketuhanan yang maha esa" menjamin Perda-Perda Shariah itu. 
> Perda 
> > Shariah baru melanggar hukum bila pasal 29 UUD RI di-delete. 
> Sebuah 
> > diskusi yang menarik dan bermanfaat.
> > 
> > Salam hangat,
> > Danny Lim, Nederland (sebuah negara demokratis)
> > 
> > 
> > --- In mediacare@yahoogroups.com, Roy Hamandika <hamandika@> 
> > wrote:
> > >
> > > Bung Nengah dan Bung Hasan,
> > >    
> > >   Kalau mau sekedar kilas balik dizaman Soeharto dimana muslim 
> > garis keras tidak diberi angin, sebenarnya Indonesia ini aman-2 
> > saja, bukan! Tidak ada pengeboman dimana-2 dan juga tidak ada 
> > kerusuhan berbau agama ditanah air. Semua bisa bertoleransi dan 
> > hidup berdampingan dengan damai.
> > >    
> > >   Sayang dizaman reformasi sekarang ini dimana FPI,MMI, Jemaah 
> > Islamiyah, etc diberi kebebasan, mereka lalu mengobok-2 
> kebersamaan 
> > dan kedamaian kita karena mereka ingin memaksakan kebenarannya 
> > sendiri kepada kelompok lain. Mereka mau menjadikan Indonesia 
> > seperti negara Arab. Kalau mau supaya kedamaian kembali bersemi di 
> > bumi pertiwi maka kelompok garis keras spt Abubakar Basyir, FPI, 
> MMI 
> > dan organisasi sejenis harus ditindak tegas. Bila perlu dilarang 
> > keberadaannya di wilayah NKRI karena mereka berencana menggnati 
> NKRI 
> > dengan negara Islam.
> > >    
> > >   Orang-2 islam garis keras seperti ini perlu mengalami seperti 
> > apa yg bung Hasan alami di Jepang supaya mata mereka terbuka dan 
> > mengerti bahwa kebaikan itu bukan hanya milik orang Islam sendiri 
> > saja. Kebaikan itu bisa ditemukan juga pada orang beragama lain 
> > bahkan orang atheis sekalipun. Oleh karena itu memaksakan 
> kebenaran 
> > sendiri dengan perda-2 bernuansa syariah adalah sesuatu yg tidak 
> > patut dilaksanakan diwilayah NKRI.
> > >    
> > >   Salam perdamaian
> > > 
> > > Nengah Dwijaya <ndwijaya@> wrote:
> > >           Bapak Kang Hasan,
> > > 
> > > Saya bukanlah orang Muslim, tepatnya saya orang Bali yang 
> beragama 
> > Hindu
> > > sejak kecil saya dan lingkungan saya di Bali sangatlah tinggi 
> > nilai toleransinya
> > > saya beranggapan bahwa jalan untuk menuju kepadaNya ada banyak
> > > Hindu/Islam/Kristen dan lain2 itu merupan salah satu caranya
> > > 
> > > saya sejuk sekali mendengar kotbah AA Gym dan begitu juga email 
> > anda
> > > dan saya acungkan jempol atas tulisan anda di milis ini
> > > 
> > > menurut saya, akan damailah dunia kalau pemikiran2 seperti AA 
> Gym 
> > dan
> > > juga seperti anda ini yang berkembang.
> > > 
> > > bukan seperti yang dilakukan Abu Bakar Bahasir, Bapak Fauzan 
> dengan
> > > propokasi-propokasinya... FPI, MMI, FBR
> > > Agama kok dipakai sebagai kendaraan politik
> > > 
> > > On 9/28/06, Kang Hasan <kang_hasan@> wrote:
> > > > Sudah hampir sepuluh tahun saya bermukim dan melewatkan suasana
> > > > bulan Ramadhan di Jepang. Sudah kurang lebih sepuluh kali bulan
> > > > Ramadhan saya lalui sebagai bagian dari 100 ribu muslim di 
> tengah
> > > > 120 juta penduduk Jepang. Itu berarti sudah selama itu pula 
> saya
> > > > menjalani kehidupan sebagai seorang muslim minoritas. 
> Pengalaman
> > > > beribadah dan berdakwah, khususnya suasana bulan Ramadhan, 
> > sungguh
> > > > berbeda dengan yang sebelumnya saya alami di negeri sendiri, 
> di 
> > mana
> > > > Islam merupakan agama mayoritas. Perbedaan itu, untungnya, 
> justru
> > > > memberikan banyak pelajaran berharga untuk direfleksikan bagi
> > > > kehidupan beragama di tanah air.
> > > > Ramadhan di Jepang adalah Ramadhan yang hening. Di malam hari
> > > > kita tak mendengar peningkatan volume keriuhan suara karena ada
> > > > tambahan suara dari mesjid-mesjid. Pun tak ada suara dari 
> ritual
> > > > membangunkan orang untuk sahur. Setiap orang mengatur sendiri 
> > waktu
> > > > shalat, sahur, atau berbuka puasa berdasarkan jadwal shalat 
> yang
> > > > informasinya dengan mudah diperoleh di internet.
> > > > Kaum muslimin juga tidak mendapat ??gperlindungan??h khusus
> > > > dari pemerintah Jepang yang sekuler itu. Tidak ada anjuran 
> untuk
> > > > menghormati orang yang berpuasa, karena sebagian besar 
> masyarakat
> > > > Jepang bahkan tidak tahu bahwa kita sedang berpuasa.
> > > > Sake (minuman keras) memiliki tempat yang penting dalam
> > > > budaya dan dunia bisnis Jepang. Karenanya di manapun kita akan
> > > > dengan mudah menemukan kedai sake atau bar yang bergaya barat. 
> Di
> > > > kawasan tertentu tempat-tempat minum hadir bersama hiburan 
> malam
> > > > dengan wanita/pria penghibur. Jenis hiburan yang disediakan 
> > beragam,
> > > > dari yang sekedar teman minum hingga teman tidur.
> > > > Semua tempat minum dan hiburan itu tentu saja tetap berbisnis
> > > > seperti biasa sepanjang bulan Ramadhan. Tak ada peraturan yang
> > > > membuat mereka harus menghentikan bisnis dalam rangka 
> menghormati
> > > > bulan Ramadhan atau orang-orang yang sedang berpuasa.
> > > > Demikianlah, minoritas muslim di Jepang tetap khusuk
> > > > menjalankan ibadah selama bulan Ramadhan meski tidak dibuat 
> > kondisi
> > > > khusus untuk itu. Tempat-tempat ibadah berupa mesjid dan 
> islamic
> > > > center di beberapa kota tertentu, ruangan di kedutaan, kampus, 
> > atau
> > > > ruangan apa saja yang disulap menjadi tempat ibadah sementara,
> > > > dipenuhi hadirin untuk shalat berjamaah, tadarus, atau 
> pengajian.
> > > > Tidak diperlukan suara hiruk pikuk untuk membuat orang hadir di
> > > > tempat ibadah.
> > > > Kaum muslimin yang sedang berpuasa tidak merasa terganggu
> > > > oleh aktivitas makan-minum orang-orang Jepang di tempat umum. 
> > Mereka
> > > > bahkan tidak merasa terganggu dengan tetap beroperasinya 
> tempat-
> > > > tempat hiburan malam. Alasannya sederhana, karena keseharian 
> > mereka
> > > > memang tidak pernah bersinggungan dengan aktivitas di tempat-
> > tempat
> > > > tersebut.
> > > > Singkat kata, kaum muslimin dapat beribadah dengan tenang dan
> > > > khusuk tanpa memerlukan pengkondisian secara khusus. Karenanya
> > > > berbagai pengkondisian menjelang dan selama bulan Ramadhan di 
> > tanah
> > > > air patut dipertanyakan urgensinya.
> > > > Seperti kita ketahui, banyak peraturan khusus yang
> > > > dikeluarkan pemerintah daerah dalam rangka menghormati bulan
> > > > Ramadhan dan orang yang berpuasa. Tempat-tempat hiburan malam 
> > harus
> > > > ditutup selama bulan Ramadhan. Di beberapa daerah ada Perda 
> yang
> > > > melarang orang berjualan makanan atau makan di tempat umum di 
> > siang
> > > > hari. Tujuannya adalah agar orang-orang tak terganggu puasanya.
> > > > Saya masih sulit memahami kalau aktivitas makan-minum orang
> > > > lain bisa mengganggu puasa kita. Demikian lemahkah iman kita
> > > > sehingga kita bisa tergoda hanya dengan melihat orang lain 
> makan?
> > > > Demikian pula, mungkinkah kekhusukan ibadah kita terganggu 
> dengan
> > > > aktivitas di tempat hiburan malam kalau kita sama sekali tidak
> > > > pernah mengunjungi tempat-tempat itu?
> > > > Puasa adalah ekspresi ketundukan. Puasa adalah ekspresi
> > > > hubungan khusus antara hamba dengan Khaliknya. Puasa semestinya
> > > > dilakukan dalam kesunyian relung pribadi. Tapi yang kita 
> lakukan
> > > > justru sebaliknya. Kita mengumumkan puasa kita. Bahkan kita 
> > menuntut
> > > > orang untuk menghormati kita.
> > > > Lalu, ibadah malam kita tak jarang riuh rendah, hampir
> > > > semuanya kita lakukan dengan loud-speaker bertenaga besar. 
> Mulai
> > > > dari azan, shalat, ceramah, zikir, tadarus, hingga aktivitas
> > > > membangunkan orang untuk sahur. Ramadhan, bagi sebagian non-
> > muslim
> > > > adalah bulan dengan peningkatan intensitas kebisingan.
> > > > Masihkah tersisa ekspresi ketundukan dalam puasa yang
> > > > demikian itu? Wallahu a??flamu.
> > > >
> > > > Sendai, 28 September 2006
> > > >
> > > > http://abdurakhman.com/joomblog/79.html
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > > Web:
> > > > http://groups.yahoo.com/group/mediacare/
> > > >
> > > > Klik:
> > > >
> > > > http://mediacare.blogspot.com
> > > >
> > > > atau
> > > >
> > > > www.mediacare.biz
> > > >
> > > > Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
> > > > [EMAIL PROTECTED]
> > > >
> > > > Yahoo! Groups Links
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > >
> > > 
> > > 
> > > 
> > >          
> > > 
> > >           
> > > ---------------------------------
> > > Do you Yahoo!?
> > >  Get on board. You're invited to try the new Yahoo! Mail.
> > >
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > Web:
> > http://groups.yahoo.com/group/mediacare/
> > 
> > Klik: 
> > 
> > http://mediacare.blogspot.com
> > 
> > atau
> > 
> > www.mediacare.biz
> > 
> > Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
> > [EMAIL PROTECTED]
> >  
> > Yahoo! Groups Links
> >
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Web:
> http://groups.yahoo.com/group/mediacare/
> 
> Klik: 
> 
> http://mediacare.blogspot.com
> 
> atau
> 
> www.mediacare.biz
> 
> Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
> [EMAIL PROTECTED]
>  
> Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>






Web:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

Klik: 

http://mediacare.blogspot.com

atau

www.mediacare.biz

Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/mediacare/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke