Kita seakan membuka mata lagi dengan adanya kasus ini. Kasus semacam ini dan
video yang di tayangkan di SCTV pernah terjadi tahun lalu. Akan tetapi pasca
kejadian tak ada satu pun yang membahas masalah tersebut. Monitoring kasus
kekerasan tidak ada. Mata kita terasa terbuka lagi saat video yang
ditayangkan di Lip SCTV. Tekanan dari media (serasa) mencerminkan tekanan
dari masyarakat.  Maka pemerintah sebagai pengambil kebijakan dapat cepet
ngambil langkah....

Salut untuk semua media!!!!!



On 4/8/07, Gustinho Daniel <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

  saya setuju dengan pendapatnya bharata. salut saya
untuk liputan 6 sctv dalam mengangkat masalah
kekerasan di sekolah yang katanya akan menghasilkan
para pamong bangsa ini kan demikian adanya. mau dibilang tuli,
dungu nggak tau lagi. selalu terantuk pada batu yang
sama. padahal keledai saja nggak mau tuh....

saya rasa media tidak patut dipersalahkan dalam soal
ini. sudah sepantasnya kita terus... terus... dan
terus berteriak. jangan ada lagi kekerasan di sana.
orang militer aja sampe heran lihat model kekerasan
yang terjadi di lingkungan stpdn (ipdn) itu.

karena itu, saya mendukung bukan saja sctv, tapi semua
media yang terus berteriak agar ipdn segera
direformasi. semoga cliff mutu adalah korban terakhir.

yang tidak suka melihat adegan itu, pindah aja channel
tv-nya dan jangan marah kalau besok-besok kalian atau
anak kalian digampar sama pak lurah atau pak camat,
karena suatu hal yang sepele. soalnya pak lurah dan
pak camat berasal dari sekolah itu sih....

hidup liputan 6 sctv....

--- bharata andi <[EMAIL PROTECTED] <bharata_a%40yahoo.com>> wrote:

> kalau saya melihat hal itu justru sudah sangat
> proporsional. Menurut saya, hal itu justru dilakukan
> untuk menekan pemerintahnagar menghentikan kekerasan
> yang dilakukan pwemerintah sendiri, baik melalui
> regulasi pendidikan yang menyebabkan ada pembolehan
> atas tindakan liar dan menjijikkan seperti yang
> terjadi di IPDN, serta juga melalui kurikulum
> pendidikan yang diterapkan di berbagai tingkatan
> sekolah yang justru membuat sang anak didik stres
> gak ketulungan. Kalau Anda mernyebutkan ahl itu
> sebagai propaganda, maka saya menilai kalaupun itu
> adalah propaganda yang baik demi mengakhiri
> keburukan. Sama seperti iklan kesehatan yang
> menggambarkan makanan/minuman tertentu racun bagi
> tubuh dan harus diakhiri dengan produk bagus yang
> dihuat si pengiklan. Propaganda untuk hal baik,
> tidak akan menjadi masalah kawan.
>
>
> ----- Original Message ----
> From: Aswan Zanynu <[EMAIL PROTECTED] <aswan.zanynu%40gmail.com>>
> To: mediacare@yahoogroups.com <mediacare%40yahoogroups.com>
> Sent: Sunday, April 8, 2007 10:20:07 AM
> Subject: [mediacare] Berlebihan: Liputan 6 SCTV
>
> Dear rekan-rekan,
>
> Belakangan ini saya menyaksikan Liputan 6 SCTV
> begitu berlebihan dalam menayangkan kasus kekerasan
> di IPDN. Memang betul, IPDN meminta korban lagi.
> Namun cara SCTV menyajikan berita terkesan
> berlebih-lebihan. Sebelum berita di mulai,
> gambar-gambar pemukulan sudah terlebih dahulu
> disuguhkan kepada publik. Tidak ada penjelasan atau
> teks yang memberi informasi kapan cuplikan gambar
> itu diambil. Publik secara tidak sadar akan
> mengasumsikan, apa yang mereka lihat di layar kaca
> itu sebagai peristiwa yang baru saja terjadi.
> Belakangan ketahuan bahwa cuplikan gambar itu
> diambil ketika IPDN masih bernama STPDN.
>
> Saya dapat memahami SCTV melakukan itu untuk
> menekankan batapa pentingnya masalah kekerasan di
> IPDN segera dituntaskan segera. Namun selayaknya itu
> dilakukan dengan cara yang proporsional. Ketika
> sebuah peristiwa atau issu telah diangkat sebagai
> berita, sesungguhnya publik sudah mengetahui bahwa
> hal tersebut dianggap penting oleh media. Tidak
> perlu didramatisir hingga berulang berkali-kali
> dalam beberapa hari. Bahkan dalam sebuah waktu
> penayangan berita, topik itu di sajikan di awal,
> kemudian dimunculkan lagi di tengah berita. Dengan
> gambar yang sama dan tanpa penjelasan waktu
> pengambilannya.
>
> Berita yang tidak proporsional adalah bentuk
> "kekerasan" lain yang dilakukan media. Ini
> diparparah dengan gaya narasi berita yang begitu
> provokatif. Saya kemudian menjadi bingung untuk
> mengkategorikannya sebagai sebuah berita. Mungkin
> lebih tepat disebut sebagai sebuah propaganda.
>
> Rekan-rekan, mungkin saya salah. Tetapi itulah
> pendapat saya.
>
> Salam,
>
> Aswan Zanynu


Kirim email ke