http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2007080601002317

      Senin, 6 Agustus 2007 
     
      BURAS
     
     
     
     
'Perang' BPOM RI-RRC! 

       
      H.Bambang Eka Wijaya:



      "TANPA disadari kini sedang terjadi 'perang dingin' antara badan pengawas 
obat dan makanan (BPOM) Republik Indonesia (RI) dengan lembaga sejenis Republik 
Rakyat China--RRC!" ujar Umar. "Setelah BPOM kita merazia obat, dan makanan 
buatan China, Jumat lalu pihak RRC mengumumkan larangan impor seluruh produk 
makanan laut (seafood>) asal Indonesia!"

      "Serunya, alasan larangan pihak RRC sama dengan yang dikeluarkan BPOM RI 
terhadap produk mereka, yakni mengandung zat-zat terlarang--bahkan pihak RRC 
menambah ada bakteri--yang berbahaya bagi manusia!" timpal Amir. "Score 
sementara ini 1-1!"

      "Kalau BPOM kedua negara seri, siapa yang menang atau kalah?" kejar Umar.

      "Para pengusaha kedua negara yang kalah, dagangannya disita, dimusnahkan, 
kemudian dihambat masuk!" tegas Amir. "Sedang yang menang rakyat kedua negara, 
terlindung dari mengonsumsi bahan-bahan berbahaya!"

      "Tunggu dulu!" potong Umar. "Produk hasil laut kita yang dilarang masuk 
China selama ini tak pernah dimasalahkan justru di negara-negara lebih maju 
yang pengawasan obat dan makanannya relatif lebih ketat! Jadi, larangan impor 
China layak dipertanyakan, bukan mustahil hanya alasan yang dicari-cari untuk 
menunjukkan reaksi mereka terhadap tindakan BPOM kita! Setidaknya, langkah itu 
ditempuh sebagai bargaining agar kita tak macam-macam terhadap produk mereka!"

      "Kemungkinan itu bukan mustahil!" timpal Amir. "Tapi larangan China itu 
bisa berakibat lebih buruk bagi para pengusaha Indonesia! Negara-negara lain, 
yang semula menerima baik produk seafood kita, bisa terpengaruh, setidaknya 
menerapkan standar lebih ketat lagi terhadap produk kita! Jika ini terjadi, 
'perang dingin' ini akan berakibat signifikan terhadap perekonomian nasional 
kita!"

      "Itulah bargaining yang harus ditanggapi cepat dan tepat waktu oleh 
pemerintah kita!" sambut Umar. "Kata Martani Huseini, Dirjen Pemasaran dan 
Pengolahan Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, pihak kita dan 
China segera jumpa membicarakan masalah itu, dengan patokan ekspor seafood kita 
telah memenuhi standar internasional!"

      "Walaupun begitu, tidaklan mudah menyelesaikan tindak balasan dalam suatu 
'perang dagang' dengan negara sekuat RRC!" tegas Amir. "Lebih rumit lagi, kalau 
barang-barang kita masuk lewat 'pintu depan', barang China yang terlarang masuk 
lewat 'pintu belakang'! Artinya, ekspor produk kita akan terhenti total, sedang 
produk mereka akan masuk kembali!"

      "Dengan itu pula, bargaining mereka agar kita toleran terhadap produk 
mereka yang kita larang, ini tak mungkin dipenuhi karena mengancam kesehatan 
rakyat, akan mereka jadikan penghambat untuk penyelesaian masalah ini, karena 
tanpa itu pun produk mereka tetap mengalir ke negeri kita!" sambut Umar. 
"Dengan begitu, dalam 'perang dingin' ini pada dasarnya mereka nothing to 
loose, sedang kita kalah dua kali--ekspor kita terhambat dan produk mereka 
tetap masuk negeri kita!"

      "Berarti, kita yang menyulut 'perang', tapi kita cuma bisa jadi looser!" 
tegas Amir.

      "Itu terjadi karena kita tak bisa mengamankan 'pintu belakang' negeri 
kita dari penyeludupan!" ***
     

<<bening.gif>>

<<buras.jpg>>

Kirim email ke