----- Original Message ----- 
From: nesare
To: [EMAIL PROTECTED] ; HKSIS ; Tionghoa-Net
Sent: Tuesday, 27 February, 2007 15:12
Subject: [HKSIS] Catatan singkat tentang Peristiwa Pembunuhan Massal 1965


Catatan singkat tentang Peristiwa Pembunuhan Massal 1965 (PBM 65)
Oleh: nesare

Bangsa Indonesia mempunyai banyak pendapat tentang Peristiwa Pembunuhan 
Massal 1965 (PBM 65). Perbedaan pendapat tentang PBM 65 itu
melibatkan berbagai kepentingan politik saat itu dari Abri, Bung Karno, PKI, 
Partai Politik, Organisasi masyarakat dll. Tetapi
hakikat keberadaan pembunuhan massal itu sendiri adalah nyata. Nyata 
terjadi, dirasakan, dilihat akibatnya. PBM 65 sudah banyak
diungkap. Dimana terjadinya, bagaimana bisa terjadi, siapa pelakunya, berapa 
korbannya, dsb, itu sudah banyak dipelajari. Penelitian
tentang PBM 65 sudah diterbitkan dari disertasi Hermawan Sulistyo (Kiki), 
Geoffrey Robinson sampai John Rosa dsb. Buku-buku yang
menceritakan penderitaan ratusan ribu orang belasan tahun dalam tahanan 
tanpa tuduhan sudah bisa dibaca dari buku karangan John
Roosa, Hersri Setiawan, Nyanyian Sunyinya Pramudya Ananta Toer dsb. Begitu 
juga buku buku dan catatan catatan ringan para korban PBM
65 yang 'terhambat pulang' karena paspornya dicabut, dsb yang jumlahnya 
ribuan orang sudah dapat dibaca dalam bentuk surat listrik,
artikel di media cetak dll.

Korban PBM 65 yang mencapai ratusan ribu orang sudah dibunuh dan satu juta 
setengah orang yang jadi sudah menjadi Tapol (tahanan
politik) selama bertahun-tahun tanpa proses pengadilan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perlu ada usaha untuk rekonsiliasi dan 
rehabilitasi para korban yang masih hidup beserta keluarganya.
Para korban PBM 65 perlu membersihkan nama mereka dari tuduhan melakukan 
kejahatan dengan dinyatakan tidak bersalah. Rehabilitasi
juga akan mempengaruhi kehidupan anak-cucunya.

Politik Bersih Lingkungan yang asalnya bertujuan membersihkan anggota PKI 
dengan sasaran langsungnya berjuta-juta orang keluarga
PKI, tetapi mempunyai dampak tidak langsung yakni semua orang Indonesia 
menjadi sasaran. Surat Bebas G30S, screening, litsus,
kewajiban nonton film "Pengkhianatan G30S/PKI" dsb itu masih diharuskan 
sampai gerakan reformasi berhasil menggulingkan Orde Baru.
Adapun tujuan yang sebetulnya dari rejim Orde Baru dibalik kedua politik 
Orba itu adalah menciptakan ketakutan. Politik ketakutan
ini bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan yang akhirnya runtuh juga.

Ketika masyarakat sudah ketakutan penjarahan kekayaan bisa berlangsung 
dengan lancar. Karena masyarakat ketakutan juga maka para
pembunuh, pemerkosa dan perampok kekayaan alam bisa kebal hukum. Setelah PBM 
65 di Indonesia, terjadi PBM 76 di TimTim, disusul PBM
85 di Aceh. Semua pembunuh ribuan orang itu bisa 'selamat.' Mereka menjadi 
kelompok yang kebal hukum. Sekarang bangsa Indonesia
merasakan akibat yang berkepanjangan yaitu rusaknya moralitas bangsa 
Indonesia. Ukuran apa yang dianggap baik dan benar jadi kacau.
Paragdima etika menjadi kabur. Institusi agama yang menjadi sumber moral 
tidak berfungsi seperti yang diharapkan. Kalau yang sudah
membunuh ratusan ribu orang justru dianggap pahlawan, dikasih gelar Bapak 
Pembangunan, diangkat jadi Jenderal Besar, dsb; kalau yang
sudah membunuh ratusan ribu orang yang tak bersalah itu sudah dibiarkan, 
apalagi mereka yang 'cuma' mencuri, KKN, mengeruk tambang,
membakar dan menjarah hutan.

Salah satu cara untuk mempercepat perjalanan atau proses rekonsiliasi dan 
"pemaafan" ini adalah dengan penemuan sejarah yang baru.
Proses rekonsiliasi itu tidak berhenti pada sekedar berjabatan tangan saja 
tetapi lebih daripada itu memerlukan transformasi utuh
dari semua pihak terutama pihak yang menderita. Pencatatan (rekonstruksi) 
sejarah yang baru ini lebih berakar ke "keyakinan"
daripada " pencatatan sejarah" itu sendiri dan semoga dapat menjadi 
pelajaran bersama dan mencegah terjadinya kesalahan yang sama
lagi dimasa mendatang.

Ketika kita disakiti, kita menderita. Kita merasa terhina dan marah.  Salah 
satu mata rantai yang dapat dilakukan oleh seseorang
adalah membalas dendam - membalas dendam untuk membela diri, mencoba untuk 
keluar dari penderitaan. Ketika kita membalas dendam,
kita mencari kepuasan dengan cara membahayakan orang lain dan kita 
mengharapkan kepuasan atas tindakan kita itu.

Dalam hal PBM 65, walaupun pihak yang bersalah mencoba untuk merubah dirinya 
secara moral setelah sadar akan perbuatan salahnya,
tetapi mereka juga bisa menyangkal kesalahan yang telah diperbuatnya. Bangsa 
Indonesia perlu meyakini diri bahwa jikalau pihak PKI
dapat memaafkan kesalahan PBM 65 itu, niscaya "pemaafan" yang sesungguhnya 
telah terselesaikan dan tidak terkait dengan tindakan,
tingkah laku dari si pelaku yang bersalah. Yang terpenting adalah persiapan 
diri dari pihak PKI yang menjadi korban untuk memberikan
"maaf" kepada pelaku pembantaian, bukan sebaliknya.

Mudah saja seseorang mengatakan "maafkan" lah mereka yang telah berbuat 
jahat tetapi perjalanan atau proses untuk menuju
rekonsiliasi dan "pemaafan" ini sungguh berbelit belit. Tidak semudah orang 
itu melontarkan kata kata "maafkanlah", lebih dari itu
"memaafkan" itu menyangkut emosi, perasaan, kebencian, kesengsaraan, 
kehilangan harga diri, kehilangan kesempatan untuk
mengaktualisasikan dirinya dan lebih dari segala galanya adalah 
mempersiapkan dirinya untuk "memaafkan" orang yang telah membuatnya
menderita.

Didalam dunia politik, kita tidak saja mengenal tema kekecewaan, penderitaan 
dan malu tetapi yang lebih penting lagi adalah harga
diri. Harga diri ini tidak ada nilainya dan adalah salah satu jati diri 
seseorang yang hakiki. Pembalasan dendam karena harga diri
diinjak injak adalah suatu wujud reaksi dalam melampiaskan perasaan terhina, 
kecewa, menderita dst itu bisa logis karena bisa
direncanakan sebelumnya Pembalasan dendam itu juga bisa tidak logis karena 
semua variable penyebabnya berkaitan dengan perasaan yang
kadang kala intuitif, sensitif dan impulsif. Semoga semua pihak terutama 
pihak yang menderita dapat menyadari akibat dari reaksi
ini. Reaksi ini yang salah satu bentuknya adalah "pembalasan dendam" bisa 
berbahaya dan menimbulkan reaksi lain yang tidak
menguntungka kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Ada sebagian komponen bangsa yang menyadari akibat negatif dari pembeberan 
PBM 65 itu dengan alasan utama ketakutan akan ada usaha
pembalasan dendam dari pihak PKI. Kekhawatiran pembeberan PBM 65 itu akan 
meningkatkan luka lama, kesedihan, trauma dll dan dapat
meningkatkan konflik horizontal dalam masyarakat tidak dapat menjustifikasi 
keberadaan PBM 65 itu sendiri karena PBM 65 itu adalah
fakta sejarah yang telah terjadi. Pengungkapan sejarah bangsa adalah perlu 
untuk meluruskan distorsi penulisan sejarah yang telah
berlangsung lama.

Penderitaan pihak PKI sudah berlangsung relatif lama sejak tahun 1965. 
Selama lebih dari 40 tahun bangsa Indonesia belum melihat
adanya gerakan pembalasan dendam dari pihak PKI. Ketakutan pembalasan dendam 
dari pihak PKI itu tidak terbukti kuat. Yang dituntut
oleh pihak PKI adalah rekonsiliasi dan rehabilitasi nama baik mereka. Belum 
ada jaminan bagi mereka yang telah tinggal di luar
negeri puluhan tahun setelah mendapatkan passport Indonesia bersedia tinggal 
di Indonesia. Jadi tuntutan utama mereka "yang
terhalang pulang" ini hanyalah rekonsiliasi dan rehabilitasi yang merupakan 
hak yang hakiki.

Bangsa Indonesia harus banyak belajar dari Gandhi, Desmond Tutu dan Martin 
Luther King yang mendengungkan suara perdamaian ditengah
tengah haru birunya dunia yang mereka geluti. Dalam otobiografinya, Mohandas 
Karamchand Gandhi yang terkenal dengan konsep
nonviolence (ahimsa) dan nonresistance menulis: "When I despair, I remember 
that all through history the way of truth and love has
always won. There have been tyrants and murderers and for a time they seem 
invincible, but in the end, they always fall - think of
it, always." (Dikutip dari The Story of My Experiment with Truth).

Salam,
nesare, Senin, 26 Febuari 2007






Berita dan Tulisan yang disiarkan HKSIS-Group, sekadar untuk diketahui dan 
sebagai bahan pertimbangan kawan-kawan, tidak berarti pasti mewakili 
pendapat dan pendirian HKSIS.
Yahoo! Groups Links



Kirim email ke