Chalik Hamid <[EMAIL PROTECTED]> wrote:  From: "Chalik Hamid" <[EMAIL 
PROTECTED]>
To: "Persaudaraan" <[EMAIL PROTECTED]>,
"Nasional-list" <[EMAIL PROTECTED]>,
"heri latief" <[EMAIL PROTECTED]>,
"ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]>
CC: "Michael Bodden" <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Michael Bodden meneliti drama-drama LEKRA.
Date: Mon, 19 Feb 2007 23:44:37 +0100

    Prof. Michael Bodden meneliti drama-drama LEKRA.
   
                                                 Oleh: Chalik Hamid.
   
   
   
           Di perpustakaan Sarmaji, di Amsterdam, beberapa waktu yang lalu 
saudara Ibrahim Isa memperkenalkan saya dan K.Sulardjo dengan seorang Prof. 
Micahel Bodden, seorang  peneliti Indonesia terutama dibidang teater drama dan 
sastra Indonesia. Pada tahun 1987 – 1988 ia mendalami bahasa Indonesia di 
Universitas Gajah Mada Jogyakarta. Setelah berkenalan dan saling tanya, saudara 
Michael menyampaikan keinginannya  untuk bertemu dengan bekas-bekas anggota 
LEKRA, sebuah organisasi kebudayaan yang pernah ada di Indonesia pada tahun 
1950-1965, yang kemudian dibabat habis oleh rezim Orba Soeharto karena dianggap 
turut terlibat dalam G30S.
              
              Kami, aku dan Sulardjo, diperkenalkan oleh Ibrahim Isa sebagai 
pengurus Yayasan Sejarah dan Budaya Indonbesia (YSBI) yang berkedudukan di 
Negeri Belanda. Pada waktu itu Micahel mengatakan bahwa ia sedang mengadakan 
penelitian terhadap drama-drama  Lekra dalam periode 1950-1965. Ia meminta 
kepada kami untuk melengkapi bahan-bahan tentang pementasan drama-drama Lekra 
serta perkembangan sastra Lekra pada waktu itu. Kami menganggap uluran tangan 
ini harus disambut dengan baik. Di saat para budayaan Indonesia masih banyak 
yang mengharamkan kegiatan Lekra pada waktu dulu, kini tampil seorang Prof. 
orang asing yang menganggap halal bagi penelitian kegiatan Lekra semasa 
hidupnya. Kami merasa gembira dan kami nyatakan kesedian kami. Segera kami 
serahkan sebuah undangan untuk menghadiri perayaan sewindu YSBI, yang akan kami 
isi dengan acara pembacaan puisi, tarian dan nyanyian serta dibarengi dengan 
bazar yang menjual beberabai jenis makanan Indonesia. Saudara Michael
 telah menyatakan kesediaannya untuk menghadiri acara tersebut. Seyogianya 
acara itu akan dilangsungkan pada tanggal 17 Februari 2007, namun sayang, acara 
ini akhirnya dibatalkan karena kami ditimpa musibah yang sangat berat. Salah 
seorang ketua YSBI meninggal dunia di Paris dan dikremasi pada tanggal 16 
Februari 2007. Namun demikian kami sudah menetapkan untuk mengadakan pertemuan 
khusus dengan saudara Michael pada tanggal 18 Februari 2007 yang dihadiri 
pengurus dan para anggota YSBI serta para undangan lainnya. Sangat menarik pula 
bahwa dalam pertemuan ini turut  hadir seorang anak muda pengumpul bahan 
dokumen untuk perpustakaan, Lexy JR.
   
  Pertemuan itu kami lakukan di rumah saudara Mawie Ananta Joni di kota Almere. 
Memang kami sudah terbiasa menginjakkan kaki di rumah ini. Di sini kami sering 
mengadakan pertemuan, menyambut para sastrawan dan budayawan Indonesia yang 
datang atau sekedar mampir di Belanda. Di sini kami pernah mengadakan pertemuan 
dengan rombongan Pramudya Ananta Toer, ibu Maimunah Thamrin dan Yusuf Isak. 
Pertemuan dengan penyair Indonesia Agam Wispi (alm), Hersri Stiawan dan Ita 
Nadia. Pertemuan-pertemuan demikian memang sering kami lakukan, kadang juga di 
Amsterdam di rumah saudara Sulardjo, seperti pertemuan dengan Diah Pitaloka, 
dengan Hilmar Farid dari Jaringan Karya Budaya (JKB) serta dengan beberapa 
seniman dan sastrawan lainnya. 
   
              Acara ramah-tamah dan kongko-kongko ini merupakan acara ringan 
dan biasa-biasa saja, dimuali kata pembukaan oleh tuan rumah Mawie Ananta Joni. 
Kemudian Sulardjo sebagai salah seorang ketua YSBI mempersilahkan para hadirin 
untuk sejenak mengheningkan cipta mengenang kepergian dua penulis dan penggiat 
YSBI: Sobron Aidit dan Sugeng Slameto. Acara dilanjutkan dengan memperkenalkan 
diri masing-masing bagi seluruh yang hadir. Di samping dua tamu yang saya 
sebutkan di atas, ada Asahan Alham Aidit, Heri Latif, Bambang DS, Dos 
Sukardiman, Nova, Dini, Warto, Sarmaji, Emelia, Aisah, dll. Pada kesempatan itu 
dijelaskan berbagai aktivitet YSBI dibidang kebudayaan baik di dalam maupun di 
luarnegeri. Di bidang sejarah, YSBI telah berhasil menginterviu dan 
mengkasetkan para korban akibat terjadinya G30S, mendokumentasikan dalam bentuk 
DVD para korban Orba Suharto yang berada di luarnegeri. Berhasil menerbitkan 
kumpulan puisi penyair-penyair eksil dengan judul “Di Negeri
 Orang”.  Menerbitkan mejalah kebudayaan “Kreasi”. Mengadakan “Malam Puisi” dan 
pendeklamasian sajak-sajak dalam berbagai pertemuan. Menjalin dan mengadakan 
hubungan dengan berbagai organisasi di luarnegeri, dll.
              
              Prof. Machael Bodden mula-mula menjelaskan tentang dirinya, bahwa 
ia lahir pada tahun 1956 di AS dan bersekolah-tinggi di University of 
Winconsin. Ia selesai dengan PhD pada tahun 1993, mengajar di University of 
Victoria di pantai Barat Kanada sejak 1992. Perjalanan pertamanya ke Indonesia 
pada tahun 1986 untuk mendalami bahasa Indonesia. Kemudian ia menetap dan 
belajar sastra Indonesia di Universitas Gajah Mada  Yogyakarta selama setahun 
1987-1988. Ia sering mengadakan kunjungan ke kelompok teater drama “Dinasti”, 
salah satu kelompok yang sering dibredel Orde Baru tahun 80-an. Ia juga sempat 
bermain drama dua kali dalam klompok itu. Selama tahun-tahun 90-an ia mengajar 
bahasa Indonesia, sastra, teater dan budaya Asia Tenggara di the University of 
Victoria. Ia pernah mengadakan penelitian teater dan sastra yang kritis 
terhadap Orde Baru, seperti teater dengan petani di sebelah utara Yogya, teater 
buruh di sekitar Jakarta, atau kelompok-kelompok seperti teater
 “Koma”, mempelajari novel Seno Gumira Adjidarma yang menceritakan pembantaian 
di Timor Timur.
              Selanjutnya saudara Michael menjelaskan bahwa ia sudah lama ingin 
mengetahui lebih banyak tentang sejarah kegiatan kebudayaan LEKRA karena ia 
sangat sedikit memperoleh informasi yang terbit dalam bentuk buku maupun 
karangan. Dua tahun yang lalu ia pernah menjadi redaksi sebuah kumpulan naskah 
drama Indonesia dari tahun 1925-1965. Dalam kumpulan naskah tsb ia memasukkan 
dua buah drama karya orang Lekra, yaitu “Gerbong” karya Agam Wispi dan “Siti 
Jamilah” karya Joebaar Ayub. Oleh karena itu ia makin tertarik untuk mengadakan 
penelitian teater Lekra  selama 1950-1965.
   
              Pada kesempatan itu saudara Michael mengharapkan berbagai 
informasi tentang perkembangan teater drama Lekra di Indonesia dalam periuode 
1950-1965. Saya berkesempatan menjelaskan bahwa kalau bicara tentang drama pada 
masa itu, maka Lekra Sumatera Utara-lah yang paling banyak mementaskan drama, 
“mengalahkan” privinsi dan kota-kota lainnya di Indonesia. Saya kemukakan 
sebagai contoh bahwa Lekra kota Medan pada tahun-tahun tsb pernah mentaskan 
“Gerbong” Agam Wispi, “Lagu Subuh” Zubir AA, “Batu Merah Lembah Merapi” 
Bachtiar Siagian, “Si Kabayan” Utuy Tatang Sontani, “Siti Jamilah” Yoebaar 
Ayub, “Buih dan Kasih” Bachtiar Siagian, “Si Nandang” Emha,  “Awal dan Mira” 
Utuy Tatang Sontani, “Orang-orang baru dari Banten” Pramoedya Ananta Toer, 
drama-drama saduran seperti “Wanita Berambut Putih” dari pengarang Tiongkok, 
“Dosa dan Hukuman” ( “Krime and Punishment” karya Dostoyesvky), “Saijah dan 
Adinda” Multatuli, dan banyak lagi.
              Mengenai sutradara-sutradara yang terkenal pada waktu itu adalah 
Prof. Bakri Siregar, Sy.Anjasmara dan Aziz Akbar. Sedangkan pemeran utama yang 
terkenal pada saat itu antara lain: Kamaluddin Rangkuti, Sy. Amjasmara, Mariadi 
Ridwan, Mulkan AS, Chalik Hamid, Z.Afif, Masrian Else, Duryani Srg, Sudarsiah, 
Nismah, Penah Pelawi, Peria Hotty, Farida Rani, dan lain-lain.
              Pada kesempatan itu, Asahan Alham Aidit menambahkan perkembangan 
drama di Belitung, yang sangat digemari oleh masyarakat di sana. Demikian 
gemarnya masyarakat akan drama, sampai-sampai hasil dari penjualan karcis bisa 
digunakan untuk membangun asrama mahasiswa Belitung di Yogyakarta. 
              Acara santai ini diselingi makan siang masakan nyonya rumah Lily. 
Dia bukan asli Indonesia, tetapi makannya enak melebihi masakan seorang wanita 
Indonesia. Ketika acara dilanjutkan Sarmaji juga menceritakan teater panggung 
di Jawa, Lexy membentangkan keinginannya memiliki musium dokumentasi pribadi. 
Teman-teman lain juga menceritakan pengalamnnya dalam perkembangan teter 
panggung di tempat masing-masing. 
              Semoga dari hasil pertemuan ini bisa menambah khasanah penelitian 
Prof. Michael Bodden. Tentu saja kontak-kontak akan terus dilakukan untuk 
menyingkap masalah-masalah drama yang masih belum terungkap dalam pertemuan 
tsb. Misalnya masalah dekorasi, ilustrasi musik dan lagu-lagu, tehnik 
penerangan/cahaya, tata panggung, pembisik, sistem mikropon ketika itu, 
cara-cara latihan sebelum pementasan, cara pengumpulan dana, subsidi 
pemerintah, dll. 
   
   
   
                                                                                
                Amsterdam, 19 Fabruari 2007.   
   
   
   
   



      
http://www.geocities.com/herilatief/
  [EMAIL PROTECTED]
  http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 
  Informasi tentang KUDETA 65/Coup d'etat '65 
Klik: http://www.progind.net/   

   




 
---------------------------------
Everyone is raving about the all-new Yahoo! Mail beta.

Reply via email to