--- Begin Message ---
jakarta 19 januari 2007
Walikota Sabang Tenggelam,Akibat Sabotase Kapal Itu
KMP Gurita yang tenggelam
Sabang, Banda Aceh - Musibah terbesar sepanjang tahun 1996 terjadi di Teluk
Balohan, Sabang. Kapal Motor Penumpang (KMP) Gurita yang mengangkut 378
penumpang, tenggelam ke dasar laut. Dari jumlah penumpang itu, 40 orang dapat
diselamatkan, 54 ditemukan tewas dan 284 orang di nyatakan hilang bersama-sama
dengan KMP Gurita yang tidak berhasil di angkat dari dasar laut.
KMP Gurita merupakan alat transportasi utama yang menghubungkan pelabuhan
Malahayati, Banda Aceh dan pulau Sabang. Penyebab kapal feri itu tenggelam
karena kelebihan muatan. Kapasitas angkutnya hanya untuk sekitar 210 orang.
Namun yang diangkut sebanyak 378 orang.
KMP itu semakin sarat muatan, karena barang yang diangkut juga melebihi
kapasitas. Di perkirakan mencapai 50 ton, diantaranya 10 ton semen, 8 ton bahan
bakar, 15 ton tiang beton listrik, bahan sandang-pangan kebutuhan masyarakat
Sabang serta 12 kendaraan roda empat dan 16 roda dua.
Tenggelamnya KMP Gurita pada awal Januari, Jumat (19/1/1996) malam pukul
20.30 WIB tersebut, menimbulkan rasa tidak puas masyarakat di Aceh. Protes
muncul, karena berbagai pihak masih tetap bertahan bahwa kapal itu tidak
melebihi muatan. Ketidakpuasan masyarakat semakin memuncak, setelah mendengar
penjelasan resmi Menteri Perhubungan Haryanto Dhanutirto yang mengatakan, KMP
Gurita tidak melebihi kapasitas angkut ketika berlayar dari Malahayati ke
Sabang. KMP Gurita juga dalam kondisi laik layar. Tapi apa yang terjadi? KMP
Gurita ternyata berlayar melebihi kapasitas angkut.
Hasil final Tim pencari Fakta yang bekerja selama sebulan menyimpulkan,
jumlah penumpang yang ada di KMP Gurita ternyata 378 orang. Jumlah orang itu
diperoleh setelah seluruh data masuk dari masing-masing daerah. Dari jumlah
itu, terbanyak berasal dari Sabang, mencapai 282 orang dan 16 warga negara
asing (WNA).
Sebenarnya, sejak beberapa tahun lalu masyarakat di Aceh, khususnya di pulau
Sabang, sudah memperkirakan bakal terjadi musibah atas KMP Gurita. Perkiraan
itu setelah melihat kondisi feri penyeberangan tersebut yang sering batuk-batuk
dan tak laik laut lagi. Namun, karena terbatasnya armada angkutan, Ditjen
Perhubungan Darat dalam hal ini PT ASDP (Angkutan Sungai, Danau dan
Penyeberangan) terus mengoperasikan secara reguler kapal tua yang dibuat tahun
1970 di galangan kapal Bina Simpaku, Tokyo, Jepang tersebut.
Gurita memang termasuk KMP yang tergolong uzur. Feri tipe Ro-Ro berukuran
32,45 meter, lebar 7,82 meter, dalam 2,30 meter dengan berat 196,08 ton itu,
selama mengisi jalur pelayaran Malahayati-Sabang dikabarkan sering mengalami
kerusakan. Kisahnya, dua hari sebelum terjadi musibah, yakni pada hari rabu
(17/1/96) pukul 14:00 WIB, Gurita mengalami kerusakan, sehingga tak dapat
mengangkut penumpang dari Sabang ke Pelabuhan Malahayati. Kapal kemudian
diperbaiki di pelabuhan Basis Lanal TNI-Al Sabang. Perbaikan di bagian rampdoor
itu memakan waktu tiga hari.
Sampai hari kamis (18/1/96), kerusakan pada kapal tersebut belum juga rampung
diperbaiki. Karena banyak penumpang yang akan bepergian ke Banda Aceh, maka
keesokan harinya (jumat,19/1/96) KMP Gurita dioperasikan. Pengoperasian KMP
Gurita memang sangat mendesak karena masyarakat di Aceh yang mayoritas umat
Islam akan memasuki bulan puasa Ramadhan.
Saatnya bagi masyarakat di Aceh untuk berkumpul dengan sanak keluarga, karena
akan meugang menjelang bulan Ramadhan. Meugang dilakukan Sabtu dan Minggu,
karena pemerintah telah menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada hari Senin (22/1/96).
Sudah barang tentu, KMP Gurita hari itu penuh dengan penumpang.
Ini dapat dimaklumi, selain feri tersebut satu-satunya alat angkutan yang
menghubungan sabang-Malahayati pulang-pergi (PP), juga pada hari itu merupakan
waktu yang tepat pulang ke Sabang, berkumpul dengan keluarga menghadapi bulan
Ramadhan. Ternyata, ketika meninggalkan pelabuhan Malahayati, Gurita melebihi
kapasitas. Saksi mata melihat bagaimana KMP Gurita tersebut sarat dengan
penumpang. Belum termasuk barang-barang yang diperkirakan merupakan beban
terberat dari KMP Gurita. Dalam kondisi seperti itu, KMP Gurita tetap
diberangkatkan dan meninggalkan pelabuhan Malahayati pada pukul 18:45 WIB,
Jumat (19/1/1996) malam.
Gangguan Cuaca
Musibah yang cukup mengejutkan itu terjadi sekitar 5 6 mil mendekati
pelabuhan, yakni ketika hendak memasuki teluk Balohan. Di kegelapan malam yang
mencekam itu, KMP Gurita mengalami gangguan cuaca dan angin kencang dari arah
timur. Terjadinya gangguan, ditambah muatan yang melebihi kapasitas,
mengakibatkan kapal tersebut menjadi oleng. Nahkoda tak dapat menguasai kapal
yang oleng ke kiri dan ke kanan.
Saksi mata mengatakan pada pukul 20:15 WIB, kapal penyeberangan itu masih
terlihat dari pelabuhan Balohan. Sanak keluarga yang datang menjemput tak
memperkirakan kapal tersebut sedang mengalami gangguan dan tengah berjuang
melawan badai. Lampu masih terlihat jelas dari KMP Gurita. Namun sekitar pukul
20:30 WIB, kapal penyeberangan itu sudah tidak terlihat lagi. Sampai saat itu,
belum ada satu pun pejabat di pelabuhan Sabang yang menyatakan kapal mengalami
musibah.
Pencarian terus dilakukan. hubungan dengan kapal terputus. Tak ada
tanda-tanda apa pun yang bisa diterima dari kapal feri itu. Kepastian musibah
baru diketahui empat jam setelah kejadian, yakni pada saat salah seorang
penduduk Balohan, Syahril (22) penumpang KMP Gurita mampu berenang mengarungi
lautan dengan ombak yang ganas dan terdampar di Teluk Keunake.
Kabar yang di bawa syahril itulah yang memastikan bahwa KMP Gurita tenggelam
di dekat teluk Balohan. sejak saat itu, masyarakat di Pelabuhan Sabang, menjadi
gelisah. Sebagian masih tetap tabah menanti kedatangan keluarganya, tetapi
sebagian lagi mulai mencari daftar penumpang.
Melebihi Kapasitas
Saksi mata yang tak jadi berangkat dengan KMP Gurita karena melihat kondisi
kapal yang sarat penumpang mengakui, pada saat meninggalkan Pelabuhan
Malahayati, kapal yang naas tersebut sarat penumpang dan barang.
"Saya takut melihat kapal tersebut, jadi saya turun dan membatalkan untuk
berangkat," ujar Daud Breok, penduduk Sabang yang membatalkan niatnya menumpang
KMP Gurita pada malam itu. sebagai seorang pedagang yang terbiasa menumpang KMP
Gurita, Daud mengkakui, pada malam keberangkatan dari pelabuhan Malahayati,
rasa takutnya tak ketolongan. Ia gelisah. Ada bisikan hati yang melarang Daud
berangkat malam itu. "Bisikan itu yang membuat saya selamat," katanya. Kisah
lainya juga bernada sama, di ungkapkan oleh Buchari (27), pemuda yang dikenal
sebagai guru komputer di Sabang. Dia menceritakan, pada malam itu ia tak jadi
pulang ke Sabang, karena ada "sesuatu" yang melarang. Padahal, nama Buchari
sudah tercantum sebagai penumpang nomor satu pada manifest. "Saya selamat,
karena mengurungkan niat pulang malam itu," ujar Buchari.
Seorang pengawai Pemerintah Kota Madya Sabang juga mengakui, kapal yang
merupakan angkutan vital di perairan itu pada saat berangkat melebihi
kapasitas. "kalau ada yang menyebut penumpangnya hanya 210 orang, itu tidak
benar," katanya.
Banyak penyimpangan terungkap, setelah KMP Gurita tenggelam. Di antaranya
yang paling fatal adalah menyangkut daftar penumpang. Dalam manifest disebut
hanya 210 orang. Tapi nyatanya, banyak penumpang yang tidak terdaftar.
Diantaranya Kapolres Sabang, Letkol Rachmad beserta istrinya. "Banyaknya nama
penumpang yang tidak terdaftar merupakan kealpaan dari oknum PT ASDP yang harus
dipertanggungjawabkan," ujar HT Darwin, ketua Fraksi Karya Pembangunan DPRD
Tingkat I Aceh, seraya menambahkan, pihaknya mendesak agar oknum petugas di
Syahbandar Malahayati dan petugas PT ASDP di pelabuhan itu diusut.
Lama Dimohon
Walikota Sabang, Kol. (inf) Bustari Mansyur mengatakan, Pemda Kota Madya
Sabang dan Pemda tingkat I Aceh sejak beberapa tahun lalu sudah mengusulkan
kepada Menteri Perhubungan agar KMP Gurita segera diganti dengan yang lebih
baru. "Pak Gubernur Syamsuddin Mahmud telah membuat surat kepada Menhub,
memohon agar feri itu diganti, karena dikhawatirkan akan mengalami kecelakaan,"
ujarnya. Walikota Sabang sebelumnya, Kol (Inf) Sulaiman Ibrahim, juga sudah
mengajukan permohonan pergantian KMP Gurita itu.
Pada dasarnya alasannya sama, karena kondisi KMP Gurita sudah tak laik laut.
Pergantian itu sangat mendesak dilakukan,karena perairan Aceh terkenal ganas
dengan gelombang ombak yang tinggi. Setelah Bustari Mansyur menjadi Walikota
Sabang, surat yang sama juga pernah disampaikannya kepada Menhub, yang isinya
meminta perhatian agar KMP Gurita segera digantikan dengan feri yang baru.
surat Walikota itu dikirimkan pada tanggal 24 november 1995, dengan tembusan ke
berbagai pihak. Sebelum menerima jawaban dari menteri, walikota kemudian
mengirim surat senada kepada Direktur utama PT ASDP di jakarta tanggal 18
Desember 1995.
Dua surat yang dilayangkan ke pihak penentu di Jakarta itu sampai saat
musibah terjadi, belum mendapat jawaban. Akhirnya, Gubernur Aceh pun membuat
dengan isi yang sama. Namun belum sempat surat gubernur itu dikirim ke Dephub
di Jakarta, KMP Gurita sudah keburu tenggelam. Bahkan tragisnya, dua hari
menjelang kecelakaan, walikota Bm berangkat ke Jakarta. Keberangkatan pak wali
khusus mempertanyakan tindak lanjut dua surat yang dikirim sebelumnya, baik
kepada PT ASDP maupun kejajaran Dephub. "Tak ada jawaban yang pasti". Semuanya
mengambang,"katanya menirukan jawaban yang diterima pak wali. Apa yang
dikeluhkan masyarakat dan pemda tentang kondisi kapal penyeberangan itu,menurut
HT Darwin, perlu segera menjadi perhatian pimpinan tertinggi di Dephub.
"Menteri Perhubungan diharapkan segera mengirimkan kapal penyeberangan yang
lebih baik ke Sabang. Ini penting,karena feri merupakan angkutan yang sangat
vital bagi daerah itu," ujar HT Darwin,ketua FKP DPRD Tingkat I Aceh yang
juga ketua DPW Pemuda Pancasila Aceh.
Masyarakat aceh khususnya di sabang menanti dengan penuh harap, kapan
permohonan mereka menjadi kenyataan.perjuangan dengan menggunakan berbagai
jalur telah dilakukan. Namun belum berhasil. Kapal telah tenggelam dua hari
setelah pak wali kota bertemu dengan pejabat penting di jajaran Dephub
membicarakan kondisi kapal yang sudah tua renta itu.
Enam Tersangka
Musibah yang menimpa KMP Gurita tak terlepas dari kealpaan sejumlah pejabat
perhubungan di Aceh. Dari hasil penyelidikan yang dilakukan Polda Aceh, ada
enam pejabat di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) Perhubunggan Aceh yang
dinyatakan resmi sebagai tersangka kasus tenggelamnya KMP Gurita. Berkas
perkara keenam tersangka itu telah dilimpahkan Polda Aceh Kejaksaan Tinggi dan
terakhir, Kejati juga telah menyerahkan berkas perkaranya ke pengadilan negeri
di Banda Aceh. Kita sudah proses semua tersangka, tampaknya mereka dapat
dikenakan pasal-pasal yang memberatkan," ujar Kapolda. Keenam pejabat yang
dinyatakan sebagai tersangka tenggelamnya KMP Gurita itu adalah, AK (Kepala
Cabang PT ASDP Banda Aceh), Drs. Yus (Syahbandar), IH (Kepala Bagian Operasi PT
ASDP Banda Aceh) dan tiga pejabat di Bagian Administrator Pelabuhan (Adpel)
Malahayati yakni AS,KD dan BMA.
Menurut Kapolda waktu itu, walau mereka sudah dinyatakan sebagai tersangka,
namun belum dilakukan penahanan. karena diyakini, keenam tersangka tidak akan
melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak pula mengulangi
perbuatannya, atas dasar itulah mereka tidak ditahan," ujar Kapolda. Keenam
tersangka itu dipersalahkan melanggar pasal 263, 338, 359 KUHP serta
undang-Undang Nomor 21/1992 tentang pelayaran. Pasal 263 KUHP dikenakan kepada
para tersangka, karena para tersangka sengaja memalsukan sejumlah dokumen
mengenai pelayaran KMP Gurita, sehingga terjadi musibah yang menewaskan ratusan
orang itu. pada pasal 359 KUHP disebutkan, karena kelalaian mereka menyebabkan
hilangnya nyawa orang lain. Sedangkan pasal 338 KUHP,karena perbuatan tersangka
itu dianggap sebagai pembunuhan, begitu juga Undang-Undang Nomor 21/1992 yang
bisa mengancam mereka dengan hukuman lebih dari lima tahun penjara. Semua
tuduhan itu mutlak diberlakukan kepada mereka.
Dalam penyelidikan kasus yang menarik perhatian masyarakat di tanah air itu,
Polda Aceh telah meminta sedikitnya keterangan 60 orang saksi, baik yang ada di
Sabang maupun di Banda Aceh dan kabupaten Aceh Besar.
Disabotase
Kapal KM. Gurita tersebut tenggelam karena di sabotase, perebutan kekuasaan
antara sipil dan militer. Oktober 1995, pemilihan Walikota Sabang, calon Sekda
Sabang TM Yusuf SH versus kandidat militer Kol(inf) Bustari Mansyur.
Walikota sebelumnya Kol(inf)Sulaiman Ibrahim tidak berkenan TM Yusuf maju
untuk pilkada, akhirnya TM Yusuf, SH. Kehilangan istri beserta anak-anaknya,
akibat tenggelam kapal gurita ini. Juga kandidat Walikota Sabang Drs M Nasir
dan istri, era 80-an, pemilihan pilkada, calon Drs M Yusuf Walad, MBA. Beliau
adik kandung mantan Gubernur Aceh (Prof Dr Muzakir Walad, memimpin sebagai
Gubernur Aceh dua periode, 1968-1973 dan 1973-1978). Hasil pilkada yaitu Drs M
Yusuf Walad sebanyak 13 suara, dan Drs M Nasir sebanyak 7 suara.
Pada 19 Januari 1996, Jumat malam kejadian tersebut, jabatan terakhir Drs M.
Nasir adalah Asistan II Walikota Sabang. Tapi media massa, baik cetak maupun
elektronik tidak berani memberitakan hal tersebut. Berita terbaru, tepatnya
lima hari kejadian tsunami Aceh, dini hari jam 01:00 WIB tanggal 1 Januari
2005, di daerah Menteng, saat acara renungan doa akhir tahun, mantan Gubernur
Aceh yang berkuasa saat terjadi musibah KMP Gurita.
Prof Dr Syamsuddin Mahmud (periode 1993 - 1998 serta 1998 - 2000), bertemu
dengan putra almarhum Drs M Nasir. Ia terkejut dan tidak mengetahui bahwa
Asisten II Sabang, DRS.M.Nasir dan Istri ikut tenggelam juga. Ini karena
laporan anak buahnya yang tidak memberikan data yang akurat dan menyembunyikan
informasi. Perlu diketahui oleh khalayak sejagat, bahwa Wakil Gubernur Aceh
saat itu adalah seorang Brigjen (Inf)Zainuddin AG. sebagai Ketua Tim Bakornas.
Gurita tenggelam 19 Januari 1996 Jumat malam. Pencarian kapal berlangsung
mulai malam tersebut, sabtu(20/1) dan minggu(21/1). Sejak Senin (22/1)
bertepatan awal Ramadhan, pencarian dihentikan, karena Minggu (21/1) malam, ada
pertemuan rahasia antara istri mantan Walikota Sabang, Ratna Sulaiman Ibrahim
dengan putra Asisten II Walikota Sabang, Drs M Nasir, di kawasan Blang Oi,
Banda Aceh. Ia hanya mengecek berita, apakah Drs M Nasir, benar telah tenggelam
beserta istri, tapi tidak satupun anaknya yang ikut.
Sabotase Pertama
Sebelumnya, Januari 1981, sabotase pertama, Drs M Nasir, beserta rombongan
dari seluruh daerah Aceh dan Sumatra Utara, mengadakan penataran di Medan, saat
liburan rombongan berangkat ke danau Toba, tetapi terjadi kecelakaan bus,
rombongan banyak yang terluka, termasuk Drs M Nasir, kaki kiri luka parah,
tertusuk besi kursi. Akhirnya dirawat di rumah sakit Medan selama 3 bulan serta
hampir saja diamputasi kaki kirinya. Walaupun tidak jadi diamputasi, kaki
tersebut selama hidupnya selalu membuat masalah luka permanen, kadang bernanah,
membiru, gatal-gatal merah, membuat sakit sekujur tubuh. Dengan tenggelam kapal
KM.Gurita Ini, berakhirlah penderitaan selama hidup Asisten II Walikota Sabang
Drs.M Nasir.
wassalam
Rachmad Yuliadi Nasir
rachmad_events at yahoo dot com
Marketing Manager
GPS (Gurita Poltek Sabang)
Jl. Harum Manis B 115 Pasir indah
Serang-Banten 42100
INDONESIA
Telp(62254)211149
---------------------------------
We won't tell. Get more on shows you hate to love
(and love to hate): Yahoo! TV's Guilty Pleasures list.
--- End Message ---