Bagian 2: Siapa yang dirugikan?
  Akibat kampanye negatif yang dilakukan oleh Inge Altemeier dkk., 
FIG-Indonesia terpaksa mengeluarkan dana ekstra untuk membayar pengacara di 
Jerman untuk menghadapi tuntutan di pengadilan di Jerman, dan juga menugaskan 
pengacara di Indonesia, untuk membawa masalah pemberitaan yang tidak benar dan 
tuduhan yang tidak beralasan ke jalur hukum yang berlaku di Indonesia. Selain 
itu, FIG-Indonesia juga harus mengeluarkan biaya yang tidak kecil untuk 
menerjemahkan berbagai dokumen dari bahasa Indonesia ke bahasa Jerman sebagai 
bukti di pengadilan dan pihak-pihak yang terkait dan berkepentingn dengan 
masalah ini. Dapat diperkirakan berapa besar dana yang harus dikeluarkan oleh 
FIG-Indonesia untuk menghadapi semua ini. Belum lagi beban psikologis yang 
mengiringi permasalahan yang tidak kecil bagi FIG-Indonesia, LSM kecil ini.
  Sekarang marilah kita teliti, siapa yang sebenarnya sangat dirugikan oleh 
konspirasi Tsunami ini.
  Entah disadari atau tidak oleh mereka yang melakukan tindakan ini –atau 
mungkin mereka tidak peduli- bahwa kampanye negatif ini tidak hanya mempersulit 
kerja dan mencemarkan nama baik FIG-Indonesia, namun yang jelas, korban Tsunami 
di Sabang kehilangan bantuan sebesar satu juta Euro, atau sekitar duabelas 
milyar rupiah, yaitu dana yang diblokir di Jerman, yang sebenarnya telah 
disetujui untuk disalurkan bagi korban Tsunami di Sabang/Pulau Weh. 
  FIG-Indonesia sedang mengupayakan melalui jalur hukum di Jerman untuk 
menuntut pengucuran dana satu juta Euro tersebut agar dapat digunakan sesuai 
program awal, yaitu bantuan untuk korban Tsunami di Sabang. Namun disadari, 
bahwa yang dilawan adalah salah harian dengan tiras terbesar di Jerman dan juga 
salah satu raksasa ekonomi, yang dibentengi oleh sederetan pengacara kondang di 
Jerman. 
  Memang belum tentu menang, namun di sini bukan masalah kalah atau menang, 
melainkan masalah prinsip untuk menegakkan kebenaran dan memperjuangkan hak. 
Kalau menang, maka korban Tsunami di Sabang akan memperoleh tambahan dana 
sebesar satu juta Euro, dan kalau FIG-Indonesia kalah di pengadilan di Jerman, 
maka 1 juta Euro tersebut akan dikembalikan kepada donatur, dan belum diketahui 
kemana akan disalurkan.
  Seandainya hal ini terjadi, yaitu FIG-Indonesia kalah di pengadilan di Jerman 
dan dana satu juta Euro tidak jadi dikembalikan kepada FIG-Indonesia untuk 
dipergunakan bagi bantuan kemanusiaan kepada korban Tsunami, dan berarti dana 
pembangunan di Sabang berkurang satu juta Euro, maka akan sangat ironis, bahwa 
lembaga yang menamakan dirinya Gerakan „Rakyat“ ini justru menambah sengsara 
rakyat, dan setelah terkena musibah bencana alam, kini mengalami musibah lagi 
akibat ulah manusia yang katanya ingin menolong rakyat.
  Saat ini belum dapat dihitung dengan tepat, berapa dana yang masih harus 
dikeluarkan oleh FIG-Indonesia sampai selesainya proses pengadilan di Jerman, 
dan menyelesaikan secara hukum di Indonesia atas tindakan beberapa pihak di 
Indonesia yang terlibat dalam konspirasi pencemaran nama baik FIG-Indonesia, 
karena ini adalah masalah yang sangat serius dan tidak dapat dibiarkan begitu 
saja, tanpa ada konsekwensi hukumnya.
  Selain itu, belum lagi dihitung biaya yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga, 
baik Indonesia maupun Jerman, seperti Kedutaan Besar Jerman dan lembaga 
internasional lain seperti UNDP, untuk menindaklanjuti laporan Gerak-Aceh, 
dengan mengirim tim investigasi atau tim teknis ke Sabang untuk menilai sendiri 
benar tidaknya tuduhan tersebut. Dana yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga 
tersebut dan FIG-Indonesia untuk masalah ini dipastikan telah mencapai milyaran 
rupiah.
  Kini, ternyata hal-hal yang dituduhkan tersebut tidak benar, dan bahkan 
sebaliknya, berdasarkan penilaian tim investigasi dan tim teknis dari beberapa 
institusi termasuk Pemerintah Kota Sabang, hasil kerja dari FIG-Indonesia 
ternyata termasuk yang terbaik, dibandingkan dengan rumah-rumah yang dibangun 
oleh lembaga lain, baik di Sabang/Pulau Weh maupun di Aceh daratan dan Nias.
  Pertanyaan yang kemudian muncul yaitu, apa konsekwensinya apabila ternyata 
laporan yang diberikan oleh suatu lembaga tersebut adalah palsu dan fiktif, 
artinya tidak benar sama sekali dan bahkan sebaliknya.
  Siapa yang mengganti kerugian atau dana yang telah dikeluarkan oleh 
FIG-Indonesia untuk membayar pengacara di Jerman dan Indonesia serta 
penerjemah? Demikian juga dengan dana yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga, 
hanya untuk membiayai penyelidikan berdasarkan laporan yang tidak benar?
  Dana yang sangat besar tersebut seharusnya dapat lebih bermanfaatkan bagi 
rehabilitasi dan rekonstruksi NAD-Nias.
  Seandainya memang benar terjadi penyimpangan penggunaan dana bantuan atau 
tindak pidana korupsi, langkah yang ditempuh oleh Gerak-Aceh memang tepat, 
yaitu menindaklanjuti dan kemudian melaporkan kepada pihak-pihak yang 
berwenang. Namun untuk menghindari terjadinya salah sasaran dan bahkan lebih 
parah lagi menjadi bumerang bagi Gerak-Aceh apabila tidak terbukti 
kebenarannya, seharusnya pihak Gerak-Aceh terlebih dahulu lebih kritis 
meneliti, mengkaji dan menguji sumber informasi awal, dan tidak hanya 
berdasarkan „utang budi“ kepada pihak tertentu, sehingga lalai untuk bersikap 
kritis ke dalam.
  Juga yang harus dilakukan oleh Gerak-Aceh adalah mengirim tim teknis yang 
kompeten, dan dapat memberikan penilaian mengenai hal-hal yang sangat teknis, 
seperti pembangunan rumah. Selain itu, juga membandingkan dengan rumah-rumah 
lain yang dibangun oleh beberapa lembaga di Sabang. 
  Pengiriman tim teknis ini telah dilakukan oleh lembaga-lembaga yang 
menindaklanjuti pengaduan Gerak-Aceh, sedangkan Gerak-Aceh sendiri terkesan 
tidak melakukan hal ini.
  Keunggulan rumah-rumah yang dibuat oleh FIG-Indonesia akan lebih menonjol 
lagi, apabila dilakukan perbandingan biaya yang dikeluarkan untuk membuat satu 
unit rumah dengan tipe yang sama, sehingga dapat dinilai apakah FIG-Indonesia 
melakukan mark up harga atau terjadi pemborosan. Untuk hal ini, Gerak-Aceh 
harus melakukannya sendiri, dan untuk menjaga netralitas, harus didampingi oleh 
lembaga-lembaga lain yang terkait dan berwenang.
  Semoga di masa depan, tidak lagi terjadi hal-hal seperti diuraikan di atas, 
yang mungkin akan menimpa lembaga/organisasi lain, yang juga bergerak di bidang 
bantuan kemanusiaan. Kasus ini telah mebuktikan, bahwa yang menjadi korban 
adalah para korban Tsunami di Sabang, yang telah KEHILANGAN DANA BANTUAN PALING 
SEDIKIT DUA BELAS MILYAR RUPIAH. FIG-Indonesia akan terus memperjuangkan di 
Jerman agar korban Tsunami di Sabang tetap dapat memperoleh bantuan yang 
sebenarnya telah menjadi hak mereka.
  Apakah quartet konspirasi ini bersedia mengganti kehilangan dana sebesar ini 
yang sebenarnya sudah menjadi hak para korban Tsunami di Sabang/Pulau Weh?
   
  Salam persaudaraan dan perdamaian.
   
  Sabang, 17 November 2006
   
  Batara R. Hutagalung
   
  Catatan:
  1.Bagi yang belum membaca bagian 1, dapat melihat di weblog:
  http://batarahutagalung.blogspot.com
  2. Bagi yang ingin membaca isi press release FIG-Indonesia Nr. 1 - 4, dapat 
mengirim email japri ke: [EMAIL PROTECTED]
   

 

Kirim email ke