Artikel di bawah ini dimuat di Website Korwil PDI Perjuangan Belanda: www.korwilpdip.org
Megawati sangat tidak sudi bangsa dan negara ini digadaikan kepada pihak luar Membincangkan Megawati Soekarnoputri dan pemikirannya, sepertinya tidak bisa dilepaskan dengan sosok lain yang selama ini "mengintilnya". Disamping figur-figur fungsionaris PDI Perjuangan seperti Pramono Anung dan Tjahyo Kumolo yang kerap mewakili Megawati dalam berbicara ke pers, Ari Junaedi -Staf Khusus Bidang Pers & Media Megawati Soekarnoputri - adalah sosok alternatif dalam fungsi tersebut. Ari yang lulusan Fakultas Hukum UI dan Magister Manajemen Komunikasi UI, lama berprofesi sebagai wartawan di media cetak dan elektronik hingga tahun 2003. Kini Ari tengah merampungkan Program Doktor Ilmu Komunikasi di Universitas Padjadjaran, Bandung. Selama dua bulan belakangan ini (tepatnya akhir April sampai Juni 2007) Ari Junaedi melakukan kunjungan ke beberapa negara, seperti: Belanda, Jerman, Perancis, Swedia dan Ceko. Tujuan utama kunjungannya ke beberapa negara Eropa tersebut adalah melakukan riset lapangan untuk penelitian doktoralnya Pada akhir bulan April yang baru lalu di Amsterdam, Redaksi Website Korwil PDI Perjuangan di Belanda berkesempatan bincang-bincang dengan Ari Junaedi Berikut ini petikannya. Sebagai staf khusus bidang pers Megawati, bisakah anda menunjukkan identitas spesifik Megawati sebagai sosok pemimpin partai politik dalam era reformasi dewasa ini? Sampai sekarang saya masih melihat sosok Megawati adalah tipe pemimpin yang dibutuhkan Rakyat Indonesia karena kekonsistenannya dalam menegakkan demokrasi. Dalam kamus Megawati, tidak ada kata dendam. Coba kita lihat bersama bagaimana Megawati menempatkan kasus Soeharto. Jika Megawati mengikuti "tekanan-tekanan" pihak lain, kasus Soeharto tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Toh selama Megawati menjadi presiden, kasus Soeharto tetap on the track (yakni tetap sesuai dengan tuntutan reformasi dengan mengadili kasus-kasus yang melibatkan Soeharto). Apakah anda melihat kasus-kasus penegakan hukum yang dilakukan pemerintahan sekarang ini tebang pilih, yang bertujuan mendiskreditkan Megawati? Sejak semula saya melihat penegakkan hukum yang dilakukan rezim SBY-JK sangat kental dengan aroma tebang pilih. Coba lihat, hampir semua kasus-kasus yang dimajukan sekarang ini seperti kasus Rohmin Dahuri, mantan menteri Perikanan & Kelautan sangat terlihat jelas adanya diskriminasi. Pengumpulan dana non budgeter yang dilakukan Rohmin, kenapa juga tidak diusut ke pejabat menteri sebelum dan sesudah Rohmin ? Coba lihat dengan pengungkapan pemberian batik untuk Megawati dan Taufiq Kiemas dalam sebuah seremoni departemen, kenapa juga tidak diusut pula kepada menteri-menteri yang hadir pada saat acara tersebut berlangsung. Harap diingat, dua menteri Megawati ketika itu, kini menjabat RI-1 dan RI-2, belum lagi menteri-menteri lama yang masih dipertahankan hingga kini. Sekarang pada akhirnya terbukti, data yang dimiliki ICW menunjukkan bahwa nilai korupsi yang dilakukan di masa rezim SBY jauh lebih besar pada era Megawati. Kita semua tahu lah, berapa sih sebenarnya gaji seorang jenderal bintang empat ? Dan kita pun juga harus mahfum, Pak Taufiq Kiemas kan pengusaha pom bensin yang sudah sejak lama berbisnis. Mengapa pihak berkuasa ketakutan dengan naiknya pamor Megawati dan PDI Perjuangan ? Bukankah ini seperti situasi menjelang kejatuhan Suharto ? Soal itu saya serahkan kepada rakyat yang sekarang ini sudah tidak mau "diapusi" lagi. Berkali-kali Megawati bilang, hentikan tebar pesona tapi perhebat tebar kinerja. Maksud dari kata-kata Megawati ini adalah mengajak kepada siapa saja, tidak hanya kepada SBY tetapi juga kepada menteri-menterinya untuk selalu memperhatikan nasib rakyat kecil. Coba kita lihat, semenjak SBY - JK naik ke tampuk kekuasaan, semua pejabat kita "rindu" dengan sorot kamera dan berharap porsi beritanya mendapat head line di media. Dalam Ilmu Komunikasi, hal itu sah-sah saja. Bahkan dalam aspek public relations, output yang diharapkan komunikator-komunikator seperti SBY dan para menterinya boleh dibilang excelent. Tapi sekali lagi, komunikasi yang dibangun antara pemimpin dengan rakyatnya harus memiliki parameter yang jelas. Rakyat akan kecewa bahkan melecehkan pemimpinnya yang melihat antara kata dengan perbuatan sangat bertolak belakang. Polesan-polesan indah di balik kamera tidak akan berhasil jika hasil kerja yang sesungguhnya bermakna nihil. Coba saja lihat, janji-janji manis pemerintah untuk korban gempa Yogyakarta yang sampai sekarang sulit terealisir. Janji-janji pemerintah untuk korban lumpur Lapindo (Brantas Inc juga sama saja. Pemerintah hanya mengumbar janji untuk menenangkan perasaan korban. Nyatanya harapan korban lumpur masih jauh dari realisasi). Manipulasi data-data untuk pidato Presiden yang ternyata mengambil angka-angka pemerintahan sebelumnya serta masih banyak lagi. Belum lagi "tauladan" pemimpin ini juga diikuti menteri-menterinya. Masih ingat dengan kasus flu burung yang sampai sekarang justru makin mengkhawatirkan sementara sang menterinya terlihat adem ayem. Mungkin saja saya melihat, menteri cukup berkampanye dengan memikat di televisi sedangkan soal penanganannya cukup dilakukan ala kadarnya. Gaya-gaya teatrikal di media dengan banyak memainkan tangan akan lucu dilihatnya jika sang pemilik tangan tidak menggerakkan tangannya untuk bekerja. Apakah yang anda lihat berkaitan dengan keberhasilan kiprah Megawati dalam memimpin PDIP sebagai partai oposisi dewasa ini? Dari amatan saya tentunya dengan mendengar langsung dari "orang-orang dalam" pemerintahan, ada semacam grand design untuk menghambat laju Megawati. Coba saja lihat, begitu Megawati mengeluarkan statement politik, pemerintah langsung kebakaran jenggot. Naiknya popularitas PDIP dan Megawati dari hasil jajak pendapat LSI, sontak disikapi Partai Golkar dengan menggelar rapat pimpinan nasional (Rapimnas) Golkar di Bali, beberapa waktu yang lalu. Rancangan undang-undang politik versi pemerintah yang mencantumkan persyaratan pendidikan sarjana bagi calon presiden juga harus dibaca sebagai "ketakutan" akan kembalinya Megawati. Belum lagi kemenangan fenomenal kader-kader atau calon dari PDI Perjuangan dalam berbagai Pilkada, tentunya menjadi sinyal-sinyal "bahaya" bagi pemerintahan sekarang. Soal apakah Megawati akan terpilih kembali atau tidak dalam pemilu 2009 nanti, sejatinya hanya rakyat sendiri sebagai pemegang kedaulatan yang menentukan. Kita tentunya masih ingat bagaimana Megawati ditekan habis-habisan oleh rezim otoriter Soeharto, toh vox populi vox dei memang sulit terbantahkan. Kelicikan poros tengah yang menggagalkan Megawati dalam pemilihan presiden 1999, pada akhirnya juga tergantikan oleh Megawati. Sayangnya masa kepresidenan Megawati tidak berlangsung lama sehingga kinerja pembangunan tidak berlanjut terus. Masih ingat dengan peresmian-peresmian berbagai proyek sekarang ini ? Ada yang bilang, SBY yang gunting pita sedangkan Megawati yang membangun, he he. Tapi sekali lagi, biarlah rakyat yang menjadi jurinya. Jika Megawati terpilih sebagai presiden di Pemilihan Presiden tahun 2009, apakah jalannya pemerintahan akan lebih baik dari sekarang ? Yang jelas jika Megawati terpilih sebagai presiden 2009 kelak, dalam pandangan saya jauh akan lebih baik daripada pemerintahan SBY-JK dan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Mengapa berani saya sebut demikian ? Hal ini saya dasari dari platform kebijakan pembangunan Megawati yang selalu mengedepankan kedaulatan NKRI sebagai harga mati. Megawati sangat tidak sudi bangsa dan negara ini digadaikan kepada pihak luar. Sikap Megawati ini sangat identik dengan sikap bapaknya, Bung Karno. Sendi-sendi kekuatan perekonomian nasional selalu menitikberatkan kepada kemampuan rakyatnya. Kekuatan Megawati bukanlah kepada angan-angan kosong yang melambung hingga 2030. Saya juga melihat kepemimpinan Megawati sangat krusial di tahun 2009. Artinya sebagai bangsa, kita tidak boleh lagi melakukan trial and error seperti rezim-rezim dulu seperti Soeharto, Habibie, Gus Dur bahkan SBY sendiri. Megawati justru memperkokoh kemampuan bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Kita sendiri sudah melihat bagaimana sekarang ini kita tunduk kepada hegemoni AS dalam kasus nuklir Iran. Jika saja Megawati menjadi presiden, kasus nuklir Iran tidak akan terjadi. Jika kita pergi kemana-mana sekarang ini, rakyat dengan jujur akan mengatakan perekonomian sekarang ini lebih sulit ketimbang kondisi perekonomian di era sebelumnya. Mana ada nasi aking menjadi makanan pokok rakyat ketika Mega masih presiden ? Katanya sekarang jauh lebih baik dengan adanya bantuan langsung tunai kok pengangguran makin merajalela ? Bukankah rakyat merasakan kehidupan yang lebih baik semasa pemerintahan Megawati daripada keadaan sekarang ini ?