NGATINI...oh Ngatini sayang..... 
   
  Aku penggemar empat mata, 
  tapi lama-lama aku jengah juga sama lawakan mas tukul dalam soal NGATINI.
  sebab diam-diam aku ini penggemar Ngatini ....
   
  Slogannya Tukul " mengejek diri sendiri" 
  "tidak berniat melecehkan siapa-siapa"
  tapi ada satu hal yang mas tukul tak sadari: melecehkan NGATINI. dengan 
begitu melecehkan perempuan... dan menghina aku sebagai penggemar sosok Ngatini 
yang dari segi penampilan fisik lumayan ....
   
  ah Ngatini, sering kalau interupsi , langsung dilindas habis  oleh tukul
   "kamu itu perempuan ndeso, cantiknya baru kemarin"....dll. 
  heran juga  saya ama Ngatini, kok engga marah...
  dan mundur aja dari acara daripada saban hari kena libas....
   
  Tolong mas tukul, sesekali komentar Ngatini diajeni dan diapresiasi.... biar 
beda. 
  memang kalau memancing tawa kelucuan dari menjelek-jelekkan ngatini semacam 
itu baik juga, tapi kalo  digeber terus tiap hari ya lama-lama bosan....dan 
sama sekali tidak mendidik orang untuk menghargai perempuan, apalagi itu gadis 
pujaanku hahaha...  
   
  

Adit <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          
apa bisa tukul seperti oprah, 20 something years still going strong?
itu karena oprah tak aji mumpung, tetap format 1 jam, walau juga stripping.
tapi memang tukul belakangan kedodoran saat ditambah format 1.5 jam. 
inilah kelemahan orang indo, selalu lemah di skript. 
kalau 30 detik (iklan) ok, 4-5 menit (videoklip) jago, 10-15 menit (film pendek)
masih lumayan, 24 menit (sitkom atau acara setengah jeman) masih bisa, 
tapi begitu 48 menit (sinetron), atau diatas 90 menit (film), terasa deh 
maksain diri, 
tenaga kurang.
mungkin tukul harus tahu diri, kembali saja ke format 48 menit (atau 45 menit, 
biar
iklannya rada banyakan). kalau berani, trans7 pasang aja harga iklan gila-2 an,
kali aja para pemasang iklan masih mau. daripada nanti habis pupus gara-2 
rating 
nya anjlok. nggak usah malu untuk mundur selangkah untuk maju tiga langkah. 

A

  On 5/13/07, Latief Siregar < [EMAIL PROTECTED]> wrote:            
  Bung Roni,
  menarik jika hasil riset-nya ikut ditunjukkkan..
  bahwa Tukul suatu masa juga akan berakhir, tentu saja itu keniscayaan 
sejarah. Lihat bagito, lihat Sony Tulung, lihat Komeng, kecemerlangannya tentu 
juga sangat terbuka utk redup. Saya menduga itu sejak Trans 7 menggeber dia 
striping 5 hari dalam seminggu, dan menambah jam tayang menjadi 1,5 jam. Suatu 
sikap aji mumpung yg pastilah disadari oleh menejemen tukul dan 4 mata. Kira2, 
drpda redup belum "dimanfaatkan" (sorry, ini eufimisme dari eksploitasi saja 
hehe), yah geber habis sajalah. 
   
  Nah, sampai disini saya masih setuju, penyebabnya adalah kebosananan belaka. 
Sebuah tinjauan kuantitatif. 
  Maka saya amat tertarik, jika anda menyebut ada alasan KUALITATIF, berupa 
arogansi Tukul terhadap orang miskin. Sepanjang yg saya tangkap, "ejekan" 
terhadap kemiskinan lebih sebuah ajakan agar bekerja keras. Tapi sah saja anda 
melihat unsur lain disana. Analog terhadap lirik lagu dangdut, yg menertawakan 
kemiskinan, tokh tidak ditinggal pemirsa. Malahan, dangdut disebut identik 
dengan orang kampung.
   
  Saya tunggu hasil riset kecil2an. Jika moderator tidak mengizinkan 
attachment, kirimi saya japri ya.. 
   
  Thx
  Latief   

Roni wijaya <roni_wijaya2001@ yahoo.com> wrote:

        Lawakan Tukul Untuk Orang Kaya

Tukul, pelawak yang melejit saat ini memang luar 
biasa. Setiap hari keluar di TV Trans-7. Banyak orang 
dibuatnya terpingkal – pingkal oleh lawakan yang
meledek diri sendiri. Tetapi sepertinya khalayak
mulai bosan, kecuali yang nonton langsung di studio
TV. Humornya urut dan itu – itu saja. Bicara soal 
zodiac tamunya, memuja – muja bintang tamu dengan
kata – kata berulang dan klise. Selanjutnya yang itu –
itu juga. Bahkan dalam tempo tayangan satu setengah
jam termasuk iklan, tidak ada kata – kata baru dari 
Tukul. 

Berdasarkan riset kecil – kecilan yang tdk
dipublikasikan, tentu juga tidak terpengaruh oleh
rating Nielsen, ternyata penonton mulai pindah saluran
saat tayangan Tukul. Ini sesungguhnya juga bisa 
dilihat beberapa kali di TV, ketika Tukul melontarkan
kata – kata andalannya….puas….puas…. puas…! Khalayak
di studiopun tampak merespon dingin. Tak ada ketawa
yang serempak membahana. 

Konon alasannya pindah saluran ketika Tuyul tayang 
antara lain, kata – kata yang klise dan keluar tiap
hari, penontonpun bosan. Alasan lain yang tidak main
– main, khususnya penonton dari rakyat miskin, Tukul
sering dengan arogan menyatakan kira – kira : (1)
"Miskin – miskin sendiri koq yang disalahkan yang 
kaya", (2) " Jadi orang miskin jangan ngiri kepada 
orang kaya, kerja keras …kerja keras seperti saya".
(3) "Kerja keras – kerja keras supaya sukses seperti
saya. Miskin koq marah sama orang kaya". Dan
sepertinya masih banyak lagi. 

Tentu saja lawakan Tukul tersebut lucu bagi khalayak 
yang berkecukupan, tetapi bagi rakyat yang sudah
kerja keras membanting tulang dan tetap sengsara,
alangkah dungunya jika kata – kata Tukul dianggap
lucu. Kata – kata Tukul setajam penguasa tiran yang
anti kritik dari rakyat miskin. Lawakan Tukul juga
membungkam gerakan rakyat miskin yang melakukan
perlawanan terhadap para pemilik modal yang suka
mengeksploitasi buruh. 

Lawakan tukul tidak jauh berbeda dengan jargon para 
pendukung ideologi penindasan, lawakan Tukul juga
mirip yang disuarakan oleh para kepala serikat
pekerja di perusahaan – perusahaan masa Soeharto. Oleh
sebab itu, jika tidak mengubah gaya lawakan dan
frekuensi tampilnya di TV tidak dikurangi, lawakan 
Empat Mata,-Tukul hanya menunggu waktu untuk
ditinggal penonton yang sesungguhnya, bukan hitungan
penonton berdasarkan rating Nielsen.

Roni Wijaya 


Kirim email ke